Ahok Tetap Bisa Ikut Pilkada Meski Status Mantan Napi, Ini Aturannya

Image title
8 Maret 2024, 14:09
Ahok
ANTARA FOTO/Hiro
Ilustrasi, Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok.
Button AI SummarizeMembuat ringkasan dengan AI

Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok, disebut-sebut sebagai salah satu tokoh yang berpeluang untuk maju sebagai calon gubernur di Pilkada DKI Jakarta yang akan digelar November 2024 mendatang.

Beberapa pengamat menilai, pria asal Kabupaten Belitung Timur ini, masih memiliki basis suara yang kuat, dan mampu berkompetisi dengan tokoh-tokoh lain, seperti Anies Baswedan atau Ridwan Kamil.

Ahok sendiri tidak menutup peluang dirinya untuk maju sebagai calon gubernur dalam Pilkada 2024 nanti. Menurutnya, sebagai kader partai politik, berpartisipasi di Pilkada DKI Jakarta bukan sesuatu yang tidak mungkin. Hal ini ia ungkapkan dalam podcast bersama Merry Riana dalam video yang diunggah di kanal YouTube @Merry-Riana, Kamis (7/3).

Meski demikian, status sebagai mantan narapidana yang disandang Ahok menjadi perhatian. Sebab, status ini kerap menjadi perdebatan apakah seseorang mantan narapidana dapat menduduki jabatan publik atau tidak.

Peluang Ahok Maju sebagai Cagub dalam Pilkada 2024

Perihal status mantan narapidana ini, sebenarnya telah diperjelas oleh keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) pada 11 Desember 2019, melalui Putusan MK Nomor 56/PUU-XVII/2019.

Dalam putusan tersebut, MK menilai seorang mantan narapidana harus menunggu lima tahun setelah melewati masa pidana penjara, dan mengumumkan mengenai latar belakang, jika ingin mencalonkan diri sebagai gubernur, bupati atau walikota.

Dalam amar putusan yang dibacakan oleh Ketua MK Anwar Usman, Majelis Hakim Konstitusi menyatakan Pasal 7 ayat (2) huruf g UU Pilkada bertentangan dengan UUD 1945, dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat secara bersyarat sepanjang tidak dimaknai telah melewati lima tahun setelah mantan terpidana selesai menjalani pidana penjara berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap.

Dengan adanya putusan ini, maka Pasal 7 ayat (2) huruf g UU Pilkada selengkapnya berbunyi sebagai berikut:

"Calon Gubernur dan Calon Wakil Gubernur, Calon Bupati dan Calon Wakil Bupati, serta Calon Walikota dan Calon Wakil Walikota sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus memenuhi persyaratan sebagai berikut: … g. (i) tidak pernah sebagai terpidana berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap karena melakukan tindak pidana yang diancam dengan pidana penjara 5 (lima) tahun atau lebih, kecuali terhadap terpidana yang melakukan tindak pidana kealpaan dan tindak pidana politik dalam pengertian suatu perbuatan yang dinyatakan sebagai tindak pidana dalam hukum positif hanya karena pelakunya mempunyai pandangan politik yang berbeda dengan rezim yang sedang berkuasa; (ii) bagi mantan terpidana, telah melewati jangka waktu 5 (lima) tahun setelah mantan terpidana selesai menjalani pidana penjara berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap dan secara jujur atau terbuka mengumumkan mengenai latar belakang jati dirinya sebagai mantan terpidana; dan (iii) bukan sebagai pelaku kejahatan yang berulang-ulang".

Saat pembacaan putusan tersebut, Hakim Konstitusi Suhartoyo mengatakan, bahwa MK dihadapkan pada dua pilihan yang sama-sama bertolak dari gagasan perlindungan hak konstitusional, yaitu apakah akan mengutamakan pemenuhan hak konstitusional perseorangan warga negara atau pemenuhan hak konstitusional masyarakat secara kolektif.

"Dalam hal ini, Mahkamah memilih yang disebutkan terakhir. Sebab, hakikat demokrasi sesungguhnya tidaklah semata-mata terletak pada pemenuhan kondisi perolehan suara terbanyak. Melainkan lebih pada tujuan akhir yang hendak diwujudkan yaitu hadirnya pemerintahan yang mampu memberikan pelayanan publik yang baik kepada masyarakat sehingga memungkinkan hadirnya kesejahteraan,” kata Suhartoyo.

Oleh karena itu, MK berpendapat dipilihnya jangka waktu lima tahun untuk adaptasi, telah sesuai dengan mekanisme lima tahunan dalam Pemilu di Indonesia. Ini mengacu pada pemilihan anggota legislatif, presiden, maupun kepala daerah.

Mengacu pada putusan MK ini, maka Ahok berpeluang untuk tetap maju dalam Pilkada 2024, meski berstatus mantan narapidana. Pasalnya, dirinya telah menyelesaikan masa hukuman dan bebas pada 24 Januari 2019.

Berdasarkan putusan jeda waktu lima tahun sebelum mencalonkan diri dalam Pemilu yang telah ditetapkan MK, maka Ahok telah memenuhinya. Karena, jeda waktu tersebut selesai pada 24 Januari 2024 lalu.

Cek juga data ini

Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...