Ahli Ungkap 3 Penyebab Beda Data Formulir C Hasil dengan Sirekap KPU

Ringkasan
- Ahli yang dihadirkan oleh KPU di sidang PHPU, Marsudi Wahyu Kisworo, mengungkapkan bahwa perbedaan data di Formulir C Hasil dan Sistem Informasi Rekapitulasi (Sirekap) disebabkan oleh tiga faktor: kesulitan dalam proses scan formulir C1 akibat variasi tulisan tangan yang tidak selalu mudah dibaca, beragamnya kualitas dan jenis gawai yang digunakan KPPS untuk mengunggah data ke Sirekap Mobile yang berpengaruh pada kualitas gambar yang dihasilkan, serta kondisi fisik kertas formulir yang tidak selalu baik, yang bisa menyebabkan interpretasi yang salah oleh sistem Optical Character Recognition (OCR).
- Dijelaskan bahwa teknologi OCR yang digunakan dalam proses konversi gambar menjadi teks memiliki kesempatan error, dimana akurasi di laboratorium bisa mencapai 99% namun bisa menurun menjadi maksimal 92,93% di lapangan. Permasalahan ini diperparah dengan perbedaan kualitas kamera gawai KPPS yang membuat resolusi gambar hasil scan beragam, dari yang jelas hingga yang buram atau kekuning-kuningan.
- Marsudi menekankan bahwa sistem Sirekap terbagi menjadi Sirekap Mobile dan Sirekap web, dimana permasalahan dalam pengumpulan dan rekapitulasi data sering terjadi karena perbedaan alat dan kondisi saat pengumpulan data serta kualitas formulir yang digunakan, yang selanjutnya mempengaruhi tampilan data di situs web pemilu. Perbedaan data ini juga mendapat sorotan dari berbagai pihak dan menjadi salah satu materi gugatan di Mahkamah Konstitusi.

Ahli yang dihadirkan Komisi Pemilihan Umum (KPU) di sidang Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) Marsudi Wahyu Kisworo mengungkapkan sebab adanya perbedaan data Formulir C Hasil dengan Sistem Informasi Rekapitulasi (Sirekap). Menurut Marsudi terdapat 3 faktor yang membuat adanya simpangan data.
Marsudi mengatakan, permasalahan pertama muncul dari adanya kendala saat dilakukan proses scan formulir C1. Menurutnya, tulisan tangan yang berbeda dan tak selalu jelas terbaca menjadi salah satu kendala.
"Di sini lah problem pertamanya muncul, dan kita tahu gerak tulis tangan berbeda, apalagi ada 822.000 TPS yang orangnya berbeda dan tulis tangannya berbeda, ada yang tulisannya bagus, tapi ada sebagian besar yang tulisannya kurang bagus bahkan jelek, saya sendiri tulisannya jelek," kata Marsudi, dalam sidang di MK, Rabu (3/4).
Ia mencontohkan, dalam penulisan huruf maupun angka tiap orang memiliki gaya penulisan yang berbeda. Menurut Marsudi perbedaan tipe tulisan itu berpengaruh pada hasil scan.
"Dalam style-nya saja bisa berbeda, ada menulis angka 4 seperti kursi terbalik, ada yang tertutup atasnya, demikian angka lain, 1 ada yang menggunakan topi ada yang tidak," kata Marsudi lagi.
Ia mengungkapkan, optical recognition atau proses pengubahan dari gambar menjadi teks tingkat akurasinya dapat menurun. Menurut dia, dalam skala laboratorium, optical recognition akurasinya bisa 99% dengan kemungkinan error 1%.
“Tapi kalau dipakai di lapangan bisa lebih rendah lagi, paling tinggi 92,93% jadi masih ada salah ketika OCR ini mengubah gambar menjadi angka," kata Marsudi lagi.
Dalam penjelasannya itu, Marsudi mengatakan Sirekap terbagi menjadi dua yakni Sirekap Mobile dan Sirekap web. Sirekap Mobile rata-rata digunakan di handphone. Sirekap mobile inilah yang menurut Marsudi banyak digunakan oleh Komite Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS).
Ia mengatakan, Sirekap Mobile digunakan KPPS untuk mengunggah data dan kemudian masuk ke Sirekap web. Pada Sirekap web lalu direkapitulasi dan ditampilkan dalam laman pemilu2024.kpu.go.id.
"Artinya apa? Sebetulnya data itu masuk dari Sirekap Mobile, kemudian Sirekap web tugasnya adalah lebih kepada untuk melakukan konsolidasi rekapitulasi dan kemudian virtualisasi ke web dan kemudian kita bisa lihat tampilan di web," kata Marsudi lagi.
Selanjutnya, ia mengatakan problem kedua adalah adanya perbedaan hasil formulir C1 Sirekap karena perbedaan jenis dan kualitas gawai milik KPPS yang di-install Sirekap Mobile. Kualitas kamera yang dipakai menurut dia membuat resolusi gambar yang ditangkap Sirekap berbeda pula.
“Akibatnya terjadi seperti terjadi contoh di atas, form C1 bisa beda-beda, ada yang kualitasnya jelas, ada yang buram, ada yang kekuning-kuningan, ini dari kamera.”
Sumber masalah yang ketiga menurut Marsudi berasal dari kertas formulir itu sendiri. Ia menyebut kondisi kertas tak selalu baik sehingga memunculkan masalah.
Ia mengatakan apabila saat pengambilan gambar kertas terlipat atau rusak maka hasil tangkapan Sirekap akan terpengaruh. Kualitas formulir menurut Marsudi membuat kesalahan interpretasi oleh OCR.
Marsudi mengatakan, OCR merupakan sebuah sistem sehingga tak bisa memperkirakan dan hanya patuh pada training data. "Jadi dia diberikan data tulisan tangan angka 1, 2, 3, dan seterusnya, tapi kalau gambarnya seperti ini jadi masalah," kata Marsudi lagi.
Kualitas Sirekap yang digunakan KPU dalam mengumpulkan data formulir C1 Hasil untuk ditampilkan ke publik memang menjadi sorotan. Beberapa kejadian menunjukkan adanya simpangan data yang cukup jauh antara data di TPS dengan yang tampil di Sirekap.
Perbedaan data Sirekap juga menjadi sorotan kubu Anies Baswedan - Muhaimin Iskandar dan Ganjar Pranowo - Mahfud MD. Buruknya kualitas Sirekap menjadi salah satu materi yang diajukan ke Mahkamah Konstitusi dalam gugatan sengketa pilpres.