Geliat Industri Budaya Dongkrak Ekonomi Rakyat
Lebih dari dua dekade David Yeremia menekuni usaha anyamannya. Kini, lini usaha yang dinamakan Pandanus Internusa itu sudah tersebar di sejumlah negara di Timur Tengah, Asia, Eropa, hingga Amerika Serikat. Produknya bahkan kerap mejeng di pameran kerajinan internasional bergengsi, seperti Ambiente Fair, Frankfurt, Jerman.
Bisnis yang berdiri di Yogyakarta ini menjual perlengkapan rumah. Paling banyak produk boks atau storage yang terbuat dari tumbuhan, seperti pandan, eceng gondok, hingga pelepah pisang.
David menceritakan, dalam sehari para pengrajin yang bekerja di Pandanus bisa memproduksi 200-300 buah produk anyaman. Sementara pengirimannya bisa sampai 6-8 kontainer per bulan. Mayoritas produk dijual ke pasar internasional, sisanya sekitar 5% dari total produksi dijual ke pasar dalam negeri. Adapun harganya berkisar US$5-30 per buah, bergantung dari ukuran dan kerumitan anyaman.
Hampir 300 pasang tangan pengrajin yang rata-rata berusia 40 tahun menganyam kerajinan tersebut. Mereka tak hanya bekerja dari lokasi atau inhouse Pandanus, tetapi tersebar di sekitar Yogyakarta. Para pengrajin ini biasanya dikoordinir oleh pengepul.
Omzet penjualan anyaman David bisa mencapai Rp18 miliar per tahun. Dari omzet itu, David bisa memberi remunerasi pengrajin inhouse sesuai standar upah minimum provinsi (UMP). "Kami harus ikut audit, ada standar aturan. Ada pengupahan UMP, jam kerja, kelengkapan gudang, standar operasional lainnya," kata David melalui sambungan telepon, Kamis (2/5/2024).
Selain melibatkan pengrajin lokal, David juga menggandeng petani untuk menyuplai bahan utama anyaman, seperti eceng gondok, pandan, dan pelepah pisang. Belanja bahan baku itu bisa memutarkan uang hingga Rp100-200 juta per bulan.
Padanus Internusa telah terdaftar dalam Direktori Eksportir Indonesia Kementerian Perindustrian (Kemenperin). Pengiriman Pandanus ke sejumlah negara tentu berpengaruh terhadap statistik ekspor Indonesia.
Menurut data TradeMap yang dihimpun Kemenperin pada September 2023, total nilai ekspor kerajinan Indonesia secara global mencapai US$603,95 juta. Nilainya menyumbang 1,5% dari pangsa kerajinan di dunia.
Alexandra Arri Cahyani, Direktur Industri Aneka dan IKM Kimia, meyakini angka tersebut bisa terus bertumbuh selama ada dukungan, ketersediaan sumber daya alam, dan kemampuan pengrajin yang andal.
Tak hanya produk seni, hajat kebudayaan juga bisa ikut berkontribusi terhadap perekonomian masyarakat. MIsalnya festival budaya Irau Malinau ke-10 yang digelar di Kabupaten Malinau, Kalimantan Utara pada Oktober 2023.
Melansir laman resmi Pemerintah Kabupaten Malinau, perputaran uang selama 20 hari gelaran pesta rakyat tahunan ini mencapai Rp44,8 miliar. Survei Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) dan Litbang Kabupaten Malinau bersama Badan Pusat Statistik (BPS) pun menunjukkan, ada 319.353 kunjungan selama Festival Irau Malinau berlangsung.
Pertumbuhan ekonomi selama festival tersebut ditaksir naik 82,31%, ditopang oleh sektor akomodasi, transportasi, penyedia makanan dan minum, dan lainnya.
Di samping itu, ada festival Gandrung Sewu 2023 yang berlangsung di Pantai Marina Boom, Kabupaten Banyuwangi pada 14-16 September 2024 juga menyumbang pemasukan bagi warga sekitar. Perputaran ekonomi dari perhelatan tari kolosal ini ditaksir mencapai lebih dari Rp7 miliar.
Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Banyuwangi M. Yanuar mengatakan, tak hanya dari okupansi hotel dan homestay yang meningkat, omzet para pelaku UMKM juga tercatat sedikitnya mencapai Rp30 juta. Ini belum termasuk pendapatan dari warung seafood di sekitar Marina Boom yang kebanjiran pelanggan.
”Jumlah uang yang beredar sekitar Rp7 miliar selama tiga hari. Itu dari okupansi hotel, UMKM. Kami belum hitung perputaran uang di restoran, oleh-oleh, dan lainnya,” kata Baramuda, diberitakan Harian Kompas, Selasa (19/9/2023).
Perkawinan budaya dan ekosistem alam pun mampu memberi manfaat kepada masyarakat maupun pemerintah daerah. Sebagai contoh, Teluk Ciletuh, objek ekowisata kawasan Geopark Ciletuh-Palabuhanratu, Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat yang mengantongi pertumbuhan jumlah kunjungan wisatawan secara signifikan setiap tahunnya.
Data Badan Pengelola Geopark Ciletuh-Palabuhanratu yang diolah Eka Yudhistira dan koleganya dalam jurnal yang diterbitkan 2021 menunjukkan bahwa objek wisata ini mulanya hanya dikunjungi oleh 343,91 ribu orang pada 2012. Lalu jumlahnya kian melesat menjadi 561,12 ribu orang pada 2015 sejak Teluk Ciletuh naik status sebagai Geopark nasional.
Kemudian pada 2018, UNESCO menetapkan Geopark Ciletuh-Palabuhanratu sebagai bagian dari UNESCO Global Geopark Network. Penyematan status itu memicu kunjungan wisatawan ke ekowisata ini menjadi 1,17 juta orang atau melonjak 241,73% dalam enam tahun terakhir.
Melalui jurnal yang dipublikasikan pada 2021, Eka dan koleganya mengukur nilai ekonomi jasa ekosistem budaya yang dihasilkan oleh objek wisata tersebut. Penilaian dihitung berdasarkan preferensi individu terhadap keindahan lanskap, jumlah kunjungan wisatawan dalam setahun, pengeluaran wisatawan, hingga luas kawasan wisata.
Hasilnya, ekonomi jasa ekosistem budaya di pesisir Teluk Ciletuh ditaksir mencapai Rp862,64 miliar per tahun. Adapun nilai ekonomi per satuan hektare (ha) sebesar Rp77,91 juta per tahun.
“Nilai tersebut menggambarkan pentingnya pengelolaan dari sisi kebijakan dan pelaksanaan agar jasa ekosistem budaya di Teluk Ciletuh dapat lestari secara sosial, ekonomi, dan ekologi,” tulis Eka Yudhistira dan kawan-kawan dalam risetnya, dilansir Jumat (3/5/2024).
Hilmar Farid, Dirjen Kebudayaan Kemendikbud, mengatakan kekayaan budaya yang dimiliki Indonesia menjadi modal penting dalam menjawab berbagai tantangan saat ini. Kebudayaan dapat menjadi jalan keluar dari krisis sosial, ekonomi, dan ekologi, seperti yang dimufakati dalam Musyawarah Perencanaan Pembangunan (Musrenbang) Kebudayaan pada 2023.
Pelaku dan pengelola kebudayaan di tingkat grassroot dinilai menjadi aktor penting dalam mengkontekstualisasikan sumber daya kebudayaan.
”Semoga pembuat kebijakan di bidang pembangunan juga menyadari dan bisa mengintegrasikan sudut pandang, paradigma, dan pengetahuan berbasis kekayaan budaya lokal,” kata Hilmar, dilansir dari Harian Kompas, Minggu (29/10/2024).