Pengusaha: Pemerintah Perlu Beri Insentif untuk Dorong Daya Beli jika PPN Naik

Andi M. Arief
28 Agustus 2024, 16:17
mal, pusat perbelanjaan
ANTARA FOTO/Novrian Arbi/Spt.
Pengunjung menaiki eskalator di pusat perbelanjaan The Kings Shopping Centre, Bandung, Jawa Barat, Selasa (6/8/2024).
Button AI SummarizeMembuat ringkasan dengan AI

Himpunan Peritel & Penyewa Pusat Perbelanjaan Indonesia atau Hippindo  mengusulkan agar pemerintah memberikan insentif tambahan ke masyarakat untuk mendorong daya beli. Insentif menjadi penting jika pemerintah memutuskan tetap menaikkan Pajak Pertambahan Nilai atau PPN dari posisi saat ini 11% menjadi 12% pada Januari 2025.

Ketua Umum Hippindo Budihardjo Iduansjah mengatakan, kenaikan PPN menjadi 12% akan menekan daya saing produk lokal pada jangka menengah. Walau demikian, ia menilai langkah tersebut tidak akan membuat transaksi industri ritel berkurang secara signifikan.

"Kalau tidak ada stimulus tambahan, kenaikan PPN akan menekan daya saing produk lokal secara tidak langsung. Ada jangka menengah yang harus dipikirkan pemerintah," kata Budiharjo di Indonesia Ritel Summit 2024, Rabu (28/8).

Ia berpendapat stimulus tambahan akan menjaga keseimbangan perekonomian nasional akibat kenaikan PPN. Dana segar yang disuntikkan ke masyarakat dapat memicu konsumsi yang akhirnya meningkatkan pendapatan fiskal negara.

Namun. Budiharjo menekankan skenario tersebut dapat terjadi jika masyarakat melakukan transaksi di dalam negeri. Maka dari itu, ia meluncurkan kampanye Belanja di Indonesia Aja hari ini, Rabu (28/8).

Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto menyampaikan pemerintah akan mendorong program peritel untuk mengalihkan sebagian konsumsi masyarakat lokal di luar negeri ke pasar domestik. Sebab, semua barang yang dijual di luar negeri telah tersedia di dalam negeri.

"Pertumbuhan perekonomian nasional harus bisa lebih tinggi dari 5%. Salah satu yang bisa digenjot adalah kue yang besar, yakni konsumsi rumah tangga yang kontribusinya 54%. Kalau menggenjot kontribusi yang 1-2%, tidak akan bergerak perekonomian nasional," kata Airlangga.

Airlangga menjelaskan, dukungan pada sektor ritel pada akhirnya dapat memperkuat penyangga perekonomian nasional. Nilai transaksi ritel sepanjang tahun lalu mencapai Rp 700 triliun. Selain itu, tingkat pertumbuhan majemuk tahunan sektor ritel mencapai 12% pada 2022-2023.

Oleh karena itu, sektor ritel membuat perekonomian nasional ulet dan tahan terhadap pengaruh perekonomian global. Airlangga mengatakan peran sektor ritel akan menjadi penting pada tahun depan di tengah proyeksi perlambatan perekonomian global.

"Perekonomian global diperkirakan hanya tumbuh 3% sampai 4% atau masih lebih rendah dibandingkan pra-pandemi Covid-19," ujarnya.

Meski demikian, Airlangga tidak berencana memberikan insentif tambahan pada kelas menengah. Sebab, insentif pada kelas menengah dinilai telah cukup banyak, seperti subsidi Bahan Bakar Minyak, subsidi tarif listrik, dan Program Keluarga Harapan.

Ia menilai seluruh kelompok kelas menengah kini telah mendapatkan subsidi dari pemerintah untuk meningkatkan daya beli. Selain itu, Airlangga berargumen pemerintah bahkan telah memberikan bantuan langsung ke kelas menengah.

"Pemerintah sudah memberikan program kredit usaha rakyat dan program kartu pra kerja. Jadi, sudah banyak yang didorong untuk pemberdayaan kelas menengah," katanya.

Airlangga berargumen program dan subsidi tersebut bertujuan untuk menjaga daya beli masyarakat kelas menengah. Pada saat yang sama, insentif-insentif tersebut memberikan masyarakat kelas menengah memupuk simpanan.

Reporter: Andi M. Arief
Editor: Agustiyanti

Cek juga data ini

Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...