Dampak Putusan Terbaru MK Soal KPK Bisa Usut Kasus Korupsi di Lingkungan Militer
Mahkamah Konstitusi mengabulkan sebagian uji materi terhadap Pasal 42 UU Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi. Uji materi yang diputuskan pada Jumat (29/11) itu tercatat dengan nomor perkara 87/PUU-XXI/2023, dilayangkan advokat Gugum Ridho Putra.
Ketua MK Suhartoyo saat membacakan amar putusan menjelaskan Pasal 42 itu bertentangan secara bersyarat dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945. Atas pertimbangan itu, Mahkamah Konstitusi pun menambahkan frasa penegasan pada bagian akhir.
"Sepanjang perkara dimaksud proses penegakan hukumnya ditangani sejak awal atau dimulai/ditemukan oleh KPK,” demikian bunyi tambahan frasa sebagaimana dikutip dari putusan MK pada Senin (2/12).
Semula, Pasal 42 UU Nomor 30 Tahun 2002 menyatakan KPK berwenang mengoordinasikan dan mengendalikan penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan tindak pidana korupsi yang dilakukan bersama-sama oleh orang yang tunduk pada peradilan militer dan peradilan umum. Pasal ini kemudian dinilai menjadi salah satu hal membuat pengusutan perkara yang berkaitan dengan militer terhambat lantaran harus juga dilakukan dengan melalui peradilan militer.
Dengan putusan terbaru tersebut, kini KPK bisa menindaklanjuti perkara dugaan korupsi yang berada di lingkungan militer tanpa harus melalui prosedur pengadilan militer. Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Nurul Ghufron menyambut baik putusan MK tersebut.
Menurut Nurul, KPK mengapresiasi Putusan MK atas permohonan uji materi Pasal 42 UU KPK tersebut. Sebagai pihak terkait dalam perkara, KPK menurut dia sudah turut mendukung agar ada revisi atas pasal di UU KPK itu.
“(KPK) memberikan fakta kendala penegakan hukum terhadap perkara korupsi yang melibatkan subjek hukum sipil bersama subjek hukum anggota TNI," kata Nurul Ghufron seperti dikutip Senin (2/12).
Sementara itu Wakil Ketua KPK lainnya Alexander Marwata menilai putusan MK tersebut mempertegas kewenangan KPK dalam mengusut tuntas kasus tindak pidana korupsi. Keputusan tersebut pun mempertegas komitmen pemerintah dalam pemberantasan korupsi di mana setiap orang memiliki kedudukan yang sama di mata hukum.
“Jangan pernah orang merasa dia bisa lepas bebas dari hukum karena didukung di belakang saya ada a, ada b, ada c dan lain-lain," kata Alex.
Alex mengatakan, setelah munculnya putusan tersebut, KPK tengah menjajaki nota kesepahaman dengan Puspom TNI termasuk Menteri Pertahanan Sjafrie Sjamsoeddin dan Panglima TNI Jenderal Agus Subiyanto. Namun, Alex belum memastikan waktu yang tepat untuk melakukan pertemuan dengan pihak TNI untuk membahas putusan tersebut.
"Sedang berusaha untuk menjajaki untuk menandatangani MoU/nota kesepahaman," kata Alex.
Kaji Pelaksanaan Putusan MK
Kepala Pusat Penerangan TNI Mayor Jenderal TNI Hariyanto mengemukakan institusinya masih mempelajari putusan Mahkamah Konstitusi tersebut. Hariyanto mengatakan hingga kini TNI belum menerima permintaan resmi dari KPK untuk membahas lebih lanjut putusan MK terhadap uji materi Pasal 42 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang KPK.
"TNI menghormati setiap keputusan Mahkamah Konstitusi sebagai lembaga negara yang berwenang di bidang konstitusi," kata Hariyanto seperti dikutip dari Antara, Senin (2/12). .
Dia melanjutkan saat mengkaji putusan MK itu, TNI juga akan memeriksa sekaligus memastikan putusan tersebut tidak bertentangan dengan undang-undang lainnya. Ia juga mengatakan TNI akan memastikan putusan MK tidak mengganggu tugas pokok TNI dalam menjaga kedaulatan negara.
Lebih jauh Hariyanto mengatakan sesuai dengan tugas pokok dan fungsinya, TNI mendukung segala upaya yang diperlukan dalam memastikan penegakan hukum di lingkungan militer berjalan adil dan transparan.
Sementara itu, Pengamat hukum dan politik Pieter C. Zulkifli menilai putusan MK yang mengabulkan sebagian gugatan Perkara Nomor 87/PUU-XXI/2023 memperkuat komitmen Presiden Prabowo Subianto dalam memberantas korupsi. Menurut dia putusan tersebut memberikan wewenang lebih luas bagi KPK dalam mengusut kasus korupsi, termasuk di ranah militer.
"Sebagai Presiden dengan latar belakang militer, Prabowo harus mampu menunjukkan komitmennya terhadap pemberantasan korupsi, termasuk di institusi militer," kata Pieter.
Menurut Pieter, putusan tersebut secara langsung mendukung rencana kerja 100 hari pertama Prabowo sebagai Presiden dalam memberantas korupsi. Selain sesuai dengan program kerja pemberantasan korupsi, putusan itu juga memberikan kepercayaan diri bagi KPK untuk mengusut kasus yang berkaitan dengan instansi militer.
Ia menilai, selama ini terdapat celah hukum yang membuat KPK terlihat ragu dalam menangani kasus-kasus yang melibatkan militer. Misalnya, kejadian korupsi Basarnas yang melibatkan anggota militer menunjukkan bahwa ketidaksepahaman antara peradilan sipil dan militer dapat menghambat penegakan hukum.
Namun demikian, Pieter menilai Prabowo juga harus berhati-hati dalam menggunakan putusan ini. "Prabowo juga harus berhati-hati agar tidak terjebak dalam konflik politik atau kepentingan yang justru melemahkan upayanya membangun bangsa," kata Pieter.
Namun terlepas dari itu, Pieter berharap wewenang KPK yang semakin luas ini menjadi awal mula keseriusan pemerintah dalam memberantas korupsi.