PDIP Pertanyakan Sikap MKD Panggil Rieke Soal Tolak PPN 12%, Ingatkan Fungsi DPR

Ade Rosman
30 Desember 2024, 14:43
PDIP
ANTARA FOTO/Fauzan/agr
Sekjen DPP PDIP Hasto Kristiyanto (tengah) didampingi Ketua DPP PDIP Bidang Pemenangan Pemilu Eksekutif Deddy Sitorus (kiri) dan Ketua DPP PDI Perjuangan Bidang Reformasi Sistem Hukum Nasional Ronny Talapessy (kanan) menyampaikan keterangan pers di Kantor DPP PDIP, Jakarta, Minggu (1/12/2024).
Button AI SummarizeMembuat ringkasan dengan AI

Ketua Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) Deddy Yevri Sitorus mengomentari laporan terhadap anggota Dewan Perwakilan Rakyat dari Fraksi PDIP Rieke Diah Pitaloka ke Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD). Riek dilaporkan lantaran dugaan pelanggaran etik.

Dalam surat pemanggilan yang dilayangkan MKD, Rieke disebut dilaporkan karena dianggap memprovokasi karena komentarnya terhadap rencana kenaikan pajak pertambahan nilai (PPN) menjadi 12%. Rieke dilaporkan oleh seorang warga negara bernama Alfadjri Aditia Prayoga

"Menurut saya apa yang dilakukan MKD akan berdampak kepada daya kritis Anggota DPR dan berpotensi membuat masyarakat kehilangan kepercayaan kepada lembaga DPR," kata Deddy dalam keterangannya, Senin (30/12).

Deddy mengatakan, DPR merupakan lembaga yang seharusnya menjalankan fungsi check and balances terhadap pengelolaan kekuasaan pemerintahan. Berdasarkan hal itu, ia berpandangan, seharusnya yang dipermasalahkan adalah bila anggota DPR abai terhadap aspirasi masyarakat.

"Yang harusnya diperiksa MKD itu menurut saya adalah Anggota DPR yg tidak pernah berbicara baik di ruang sidang maupun kepada publik melalui media mainstream maupun media sosial,” ujar Deddy.

Lebih jauh Deddy mengingatkan DPR akan makna filosofis parlemen berasal dari kata "parle" yang berarti "berbicara". Ia menjelaskan seorang anggota DPR seharusnya baru akan dipertanyakan kinerjanya apabila tidak bersuara dan menyampaikan aspirasi masyarakat. 

Menurut Deddy, Majelis Kehormatan Dewan seharusnya menjadi pelindung kebebasan berbicara anggota DPR, bukan untuk mengekangnya. 

Sebelumnya Rieke dilaporkan Alfadjri lantaran anggota DPR Komisi VI DPR itu melontarkan kritik terhadap rencana kenaikan pajak pertambahan nilai (PPN) menjadi 12%. Rieke dilaporkan karena dianggap telah memprovokasi masyarakat melalui unggahan di media sosialnya. 

Di akun media sosial instagram miliknya Rieke menyebutkan kenaikan PPN 1% setara dengan kenaikan harga yang harus dibayar 9%. Melalui unggahan di akun Instagram pribadinya @riekediahp, ia membagikan respons atas surat pemanggilannya oleh MKD. 

"Saya harus cek dulu apakah surat yang ditandatangani oleh Ketua MKD @nazaruddin_dekgam tersebut surat resmi dari Yang Mulia Pimpinan MKD atau bukan,” ujar Rieke dalam unggahannya, Senin (30/12)

Kecurigaan Rieke itu didasarkan pada hari pengiriman surat pemanggilan ia ia terima. Menurut Rieke surat dari MKD itu dikirim tidak pada hari kerja dan hanya lewat aplikasi whatsapp.

Semula, MKD merencanakan pemanggilan Rieke pada Senin (30/12). Namun, sidang pemeriksaan itu harus ditunda. "Iya batal, nanti kita gelar sesudah masuk masa reses," kata Ketua MKD Nazaruddin Dek Gam.

Nazaruddin mengatakan hasil verifikasi, MKD DPR RI kemudian memanggil Rieke Diah Pitaloka dalam sidang MKD DPR RI dengan agenda meminta keterangan teradu pada hari Senin pukul 11.00 WIB di Gedung Nusantara I DPR RI, Senayan, Jakarta. 

"Sesuai dengan ketentuan Pasal 23 dan Pasal 24 Peraturan DPR RI Nomor 2 Tahun 2015 tentang Tata Beracara Mahkamah Kehormatan Dewan DPR RI," tulisnya dalam surat pemanggilan. 

Pemanggilan ulang direncanakan akan digelar usai reses pada pertengahan Januari 2025 mendatang. Adapun  kebijakan tarif PPN 12% baru akan berlaku pada 2025.  

Reporter: Ade Rosman

Cek juga data ini

Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...