Amnesty Ingatkan Aparat Setop Gunakan Istilah Oknum untuk Anggota yang Berkasus

Ade Rosman
7 Januari 2025, 13:38
Kepolisian
ANTARA FOTO/Iggoy el Fitra/aww.
Anggota polisi melintas di depan poster yang dipasang Jaringan Pembela HAM Sumbar saat berunjuk rasa di depan Kantor Polda Sumatera Barat di Padang, Selasa (10/12/2024).
Button AI SummarizeMembuat ringkasan dengan AI

Amnesty Internasional Indonesia menyoroti maraknya kasus pembunuhan yang melibatkan aparat kepolisian maupun militer. Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia, Usman Hamid mendesak agar aparat tak menggunakan istilah 'oknum' bila ada anggotanya yang berkasus.

"Institusi seperti Polri maupun TNI harus berhenti menggunakan istilah “oknum” jika ada anggotanya yang terlibat dalam kasus-kasus pidana atau pelanggaran HAM," kata Usman dalam keterangannya, dikutip Selasa (7/1).

Usman menilai, penggunaan istilah oknum cenderung digunakan untuk menghindari tanggung jawab institusi ketika ada anggotanya yang tidak menjalankan SOP dengan baik.

"Institusi memiliki tanggung jawab terhadap segala tindakan yang dilakukan oleh anggotanya di lapangan terlebih jika mereka menggunakan senjata api untuk melakukan tindak pidana pembunuhan atau pelanggaran HAM lainnya," kata dia.

Merujuk Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), istilah oknum berarti orang seorang; perseorangan, atau berarti pula orang atau anasir (dengan arti yang kurang baik). Sedangkan, wartawan dan sastrawan Seno Gumira Ajidarma pernah menuliskan dalam sebuah artikel berjudul 'Oknum dalam Politik Bahasa' yang dimuat majalah Tempo pada 19 Mei 2014 menuturkan istilah oknum mulai banyak digunakan pada massa Orde Baru. 

Dalam tulisannya, Seno menggambarkan, penggunaan istilah oknum digunakan untuk memoles suatu peristiwa yang menjerat anggota satu institusi namun dianggap sebagai masalah personal tanpa mengaitkannya dengan institusi yang bersangkutan.  Adapun warganet kerap mempermasalahkan penggunaan istilah oknum lantaran dinilai jumlahnya yang tak sedikit. 

Amnesty Internasional Indonesia juga mencatat kasus pembunuhan di luar hukum oleh aparat yang terus terjadi. Pada 2024, tercatat 55 kasus pembunuhan di luar hukum dengan jumlah korban 55 yang pelakunya mayoritas berasal dari aparat kepolisian maupun militer. 

Sebanyak 10 pelaku berasal dari unsur TNI, 29 dari kepolisian, dan 3 berasal dari pasukan gabungan TNI-Polri. Selang dua hari di awal tahun 2025, pembunuhan di luar hukum kembali terjadi pada tanggal 2 Januari dan kali ini diduga melibatkan anggota TNI AL.

"Lingkaran impunitas ini harus segera dihentikan agar ke depannya tidak ada lagi korban jatuh akibat penyalahgunaan wewenang aparat," kata dia. 

Amnesty Internasional juga mendesak agar pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) untuk segera melakukan reformasi sistem peradilan militer dengan merevisi Undang-Undang Peradilan Militer No. 31 Tahun 1997.

"Revisi ini harus memastikan bahwa pelanggaran hukum pidana umum yang dilakukan oleh personel militer dapat diproses melalui peradilan umum, sesuai amanat Undang-Undang TNI No. 34 Tahun 2004," kata Usman.

Usman mengatakan, hanya dengan langkah tersebut dapat memastikan keadilan yang sesungguhnya bagi para korban dan mengakhiri impunitas yang telah berlarut-larut. 

Reporter: Ade Rosman

Cek juga data ini

Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...