BPJS Kaji Usulan Penggunaan Data Listrik dan Perbankan untuk Verifikasi Peserta

Ringkasan
- BPJS Kesehatan sedang mempertimbangkan usulan Kementerian Kesehatan untuk menggunakan data konsumsi listrik dan perbankan sebagai acuan penerima bantuan iuran. Usulan tersebut dinilai baik, namun masih memerlukan koordinasi lintas kementerian dan belum bisa diterapkan dalam waktu dekat.
- Saat ini, BPJS Kesehatan fokus pada program Rehab, yang memungkinkan peserta JKN mencicil tunggakan iuran. Program ini bertujuan mengaktifkan kembali jutaan peserta JKN non-aktif akibat tunggakan.
- Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin mengusulkan kenaikan iuran BPJS yang selektif, menyasar masyarakat mampu dan tidak berdampak pada penerima PBI. Data konsumsi listrik dan perbankan diusulkan sebagai acuan untuk mencegah kasus penerima PBI yang tidak tepat sasaran, seperti kasus Harvey Moeis.

Badan Penyelenggara Jaminan Kesehatan (BPJS) Kesehatan berencana untuk menindaklanjuti usulan Kementerian Kesehatan atau Kemenkes ihwal penggunaan data konsumsi listrik dan perbankan sebagai acuan peserta BPJS penerima bantuan iuran (PBI).
Direktur Utama BPJS Kesehatan, Ali Ghufron Mukti, menyampaikan sedang menghitung manfaat dan risiko dari proposal Kemenkes tersebut. "Itu usulan bagus, tetapi masih perlu koordinasi dan kerja keras bersama," kata Ghufron seusai rapat Data Tunggal Sosial Ekonomi Nasional di Kantor Kementerian Koordinator Pemberdayaan Masyarakat, Jakarta Pusat pada Kamis (27/2).
Meski begitu, Ghufron menyebut usulan itu masih perlu dibahas di lintas kementerian dan belum dapat diterapkan dalam waktu dekat. "Usulan itu bagus, hanya saja itu belum," ujarnya.
Ia mengatakan, saat ini BPJS Kesehatan tengah menggencarkan program rencana penyaluran iuran bertahap (Rehab). Program ini mengatur peserta Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) mencicil tunggakan iuran secara lebih fleksibel.
Program Rehab merupakan salah satu upaya BPJS untuk mengaktifkan kembali sekitar 17,87 juta peserta Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) non aktif karena memiliki tunggakan cicilan bulanan.
Sebelumnya, Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin mengusulkan pemanfaatan data konsumsi listrik dan perbankan sebagai acuan dasar untuk menyeleksi masyarakat miskin yang tak akan dikenakan tambahan tarif iuran BPJS.
Budi Gunadi mengatakan dirinya telah melaporkan potensi kenaikan iuran BPJS mulai 2026 kepada Presiden Prabowo Subianto. Dia menyatakan kenaikan tarif iuran BPJS akan menyasar secara selektif kepada masyarakat mampu.
Budi Gunadi mengatakan masyarakat miskin tidak akan terkena dampak kenaikan tarif karena mereka akan tetap sepenuhnya ditanggung oleh pemerintah melalui mekanisme Penerima Bantuan Iuran (PBI).
Budi Gunadi menambahkan, pihaknya tengah mengusulkan untuk menggunakan data konsumsi listrik dan perbankan sebagai acuan pelaksanaan kenaikan tarif iuran BPJS kesehatan. Budi mencontohkan, kenaikan tarif iuran BPJS nantinya hanya akan berlaku bagi masyarakat maupun rumah tangga yang menggunakan daya listrik 2.200 kVA atau memiliki kartu kredit dengan limit minimal Rp50 juta.
Pemilihan kategori ini merupakan evaluasi terhadap kejadian terpidana kasus korupsi timah Harvey Moeis beserta istrinya aktris Sandra Dewi yang terdaftar sebagai penerima bantuan iuran (PBI) BPJS Kesehatan.
"Contoh Harvey Moeis jangan terulang lagi," kata Budi Gunadi dalam rapat kerja (raker) dengan Komisi IX DPR di Gedung Nusantara Senayan, Jakarta pada Selasa (11/2).
Budi menyatakan sudah berkomunikasi dengan Kementerian Sosial untuk menggunakan metode menyilangkan data PBI dengan data konsumsi listrik dalam penentuan kenaikan tarif iuran BPJS.
Dia juga meminta Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN) untuk memperbaiki data penerima PBI. "Data listrik dan data perbankan adalah kualitas data paling baik. Saya sudah bicara dengan menteri sosial gunakan data gampang, crossing data PBI dengan data listrik," ujar Budi.