Tim Pembela Eks Direksi ASDP Bantah Dugaan Akuisisi PT JNI Rugikan Negara
Tiga mantan petinggi PT ASDP Ferry Indonesia (Persero) dituding merugikan negara saat proses akuisisi PT. Jembatan Nusantara (PT JN) pada 2022. Mereka yakni mantan Direktur Perencanaan dan Pengembangan PT ASDP periode 2020–2024 Harry Muhammad Adhi Caksono, mantan Direktur Utama Ira Puspadewi, serta mantan Direktur Komersial dan Pelayanan periode 2019–2024 Yusuf Hadi.
Ketiganya dituding merugikan negara Rp 1,27 triliun dalam akuisisi PT JN termasuk 53 kapalnya. Nilai itu berdasarkan perhitungan nilai akuisisi ASDP terhadap PT JN.
Terdapat beberapa tuduhan jaksa dalam persidangan yang mendasari kerugian negara tersebut. Pertama, kejaksaan mengukur nilai aset PT JN sebesar Rp 512 miliar. Jaksa menilai kondisi PT JN saat diakuisisi buruk dan keuangannya terus menurun.
Perwakilan tim pembela hukum mantan direksi PT ASDP, Firmansyah, menyampaikan nilai aset jaksa ini berbeda dengan beberapa konsultan, seperti Mandiri Sekuritas yang memperkirakan nilai aset JN sebesar Rp 1,5 triliun. Penilaian itu dilakukan setelah Menteri BUMN mengeluarkan izin prinsip akuisisi pada Januari 2015. Izin itu Kembali terbit pada 2022.
Kemudian konsultan MBPRU menghitung nilai aset Rp 2,09 triliun pada 2022, serta konsultan SRR dan SMI menilai aset JN sebesar Rp 1,3 triliun.
"Perbedaan nilai itu, karena perbedaan metode valuasi. Jaksa mengabaikan metode valuasi pendapatan dan pakai metode pendekatan scrapped," kata Firmansyah dalam keterangan dikutip Kamis (9/10).
Kedua, jaksa menuding keuangan PT JN semakin buruk karena kapal tua, biaya perawatan tinggi. Adapun pembela menyatakan berdasarkan data periode 2021 hingga 2024, terjadi peningkatan pendapatan PT JN dengan Compound Annual Growth Rate atau CAGR - tingkat pertumbuhan tahunan investasi - sebesar 28% atau nilainya Rp 651 miliar. "Sehingga utang JN turun dari semula Rp 571 Miliar menjadi hanya Rp 187 miliar," kata Firmansyah.
Tim pembela juga menyatakan pendapatan rata-rata dari 53 kapal JN sebesar Rp 12,28 miliar dengan CAGR naik 18% sejak 2021. Sedangkan berdasarkan keterangan mantan Direktur Harry MAC, laba sebelum PT JN diakuisisi sebesar Rp 5 miliar pada 2020 dan menjadi Rp 9 miliar pada 2022.
Ketiga, jaksa menilai akuisisi PT JN membebani keuangan PT ASDP. Tim pembela menyatakan akuisisi PT JN dibiayai oleh utang dicicil oleh PT JN sendiri, dan pendapatan PT JN dan ASDP pun melonjak pasca akuisisi.
Tim pembela juga menunjukkan data pendapatan PT ASDP sebelum akuisisi PT JN pada 2021 Rp 2,2 triliun, setelah diakuisisi pada 2023 melonjak menjadi Rp 3,2 triliun.
Keempat, jaksa menuding akuisisi PT JN yang dinilai punya aset negatif ini membebani keuangan PT ASDP. Sebaliknya, tim pembela menuturkan pangsa pasar PT ASDP sebelum akuisisi sebesar 23%, setelah akuisisi menjadi 33,5%.
Kelima, jaksa mempertanyakan alasan pembelian kapal JN yang dinilai sudah tua, dan disebut tidak bisa berlayar.
“Berdasarkan saksi dari Biro Klasifikasi Indonesia (BKI), kapal itu tidak tergantung usianya, Tapi tergantung apakah punya sertifikasi laik laut atau tidak,” tulis pembela.
Adapun, data pada 2022 terkait rata-rata umur kapal empat besar perusahaan feri nasional berdasarkan data BKI dan Kemenhub, rata-rata umur kapal ASDP (19,9 tahun) dan JN (33,4 tahun) atau lebih muda jika dibandingkan dua operator kapal lainnya yaitu DLU (35 tahun) dan Jemla (39 tahun).
Jaksa juga mempertanyakan alasan pembelian kapal KMP Jembatan Musi II yang disebut sudah karam.
“KMP Jembatan Musi II tidak pernah karam. Kapal itu hanya kandas. Dan tak sampai setahun sudah beroperasi lagi,” kata tim pembela.
