Uji Materi UU Tipikor Pasal Kerugian Negara Potensi Kandas Jelang KUHP Berlaku

Muhamad Fajar Riyandanu
20 November 2025, 11:38
Suasana sidang pengujian materiil Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor) di Gedung MK, Jakarta, Senin (27/10/2025).
ANTARA FOTO/Bayu Pratama S/YU
Suasana sidang pengujian materiil Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor) di Gedung MK, Jakarta, Senin (27/10/2025).
Button AI SummarizeMembuat ringkasan dengan AI

Lembaga Kajian dan Advokasi Independensi Peradilan (LeIP) menilai uji materi atau judicial review (JR) Pasal 2 ayat (1) dan Pasal 3 Undang-Undang (UU) Nomor 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor) berpotensi kandas. Hingga kini Mahkamah Konstitusi (MK) belum memutuskan permohonan uji materi tersebut.

Pengajuan JR UU Tipikor telah berlangsung sejak 23 September tahun lalu. LeIP beranggapan proses judicial review kedua pasal tersebut tidak berjalan secepat yang diharapkan, apalagi semakin mendekati pemberlakuan UU Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) pada 2 Januari 2026.

Peneliti LeIP, Lisra Sukur (Arsil), mengatakan dalam KUHP baru, substansi Pasal 2 dan 3 UU Tipikor dipindahkan ke dalam KUHP Pasal 603 dan 604. Sedangkan pasal-pasal tersebut di UU Tipikor akan dicabut.

“Kan Pasal 2 dan Pasal 3 itu ditarik ke dalam KUHP, dan kemudian Pasal 2 dan Pasal 3-nya dicabut. Nah, ini yang akan menjadi masalah nantinya,” kata Arsil saat dihubungi lewat sambungan telepon, dikutip Kamis (20/11).

Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) sebelumnya telah mengesahkan KUHP baru pada 2 Januari 2023 menjadi UU Nomor 1 Tahun 2023 tentang KUHP. KUHP baru ini akan berlaku efektif mulai 2 Januari 2026, bersamaan dengan Undang-Undang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) yang telah disahkan dalam Rapat Paripurna pada 18 November lalu.

Arsil memandang jika MK memang berniat menolak permohonan tersebut, maka mahkamah seharusnya menyampaikan penolakan itu sejak awal tanpa membiarkan proses berlarut-larut.

Dugaan MK Mengulur Waktu

Lembaga Kajian dan Advokasi Independensi Peradilan (LeIP) menduga Mahkamah Konstitusi mengulur waktu dalam memutus permohonan uji materi UU Tipikor.

Arsil mengatakan bila UU KUHP berlaku maka objek pengujian sudah tidak berlaku. Sehingga, MK bisa menyatakan permohonan gugur karena objeknya hilang. Jika hal itu terjadi, maka para pemohon harus mengajukan ulang JR terhadap pasal yang sama dalam KUHP baru.

“Ada kemungkinan MK mengulur waktu supaya di Januari belum diputuskan dan permohonan gugur. Pada akhirnya harus mengajukan ulang. Ini kan pemborosan. Padahal peradilan itu asasnya adalah sederhana, cepat, berbiaya ringan,” ujarnya.

Menurutnya, praktik semacam itu justru menimbulkan kesan bahwa permohonan masih memiliki peluang, sehingga membuat pemohon terus berharap dan mengeluarkan biaya dan energi untuk menghadirkan ahli hingga mengumpulkan bukti.

“Ujung-ujungnya adalah ini untuk menunda, mengulur-ulur waktu supaya permohonan gugur. Itu kan pemborosan. Ini sudah setahun untuk permasalahan yang sebenarnya cukup sederhana,” ujar Arsil.

Arsil menilai langkah JR terhadap Pasal 2 dan 3 UU Tipikor dipicu oleh rumusan aturan yang cenderung kabur. Hal ini menurutnya tidak memenuhi prinsip lex certa. Arsil menyampaikan definisi ‘Perbuatan melawan hukum’ dan ‘mengakibatkan kerugian negara’ dalam UU Tipikor terlalu abstrak.

Dalam praktiknya, Pasal 2 dan 3 UU Tipikor tersebut dapat menjerat orang yang tidak memiliki niat jahat sehingga memicu kriminalisasi akibat penafsiran kerugian negara yang subyektif. Ketetapan tersebut juga dinilai menimbulkan ketidakpastian hukum hingga membuat pejabat badan usaha negara takut bertindak.

“Efek buruknya berbahaya, orang baik tidak mau jadi pejabat atau menduduki posisi penting di BUMN, padahal itu dibutuhkan,” ujarnya.

Gugatan Uji Materi UU Tipikor terkait Kerugian Negara

Pihak-pihak yang sebelumnya mengajukan uji materi Pasal 2 dan 3 UU Tipikor yakni mantan Direktur Utama Perum Perindo Syahril Japarin, mantan Gubernur Sulawesi Tenggara Nur Alam, dan mantan Koordinator Tim Environmental Issues Settlement PT Chevron Kukuh Kertasafari.

Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) periode 2007-2011, Chandra M Hamzah juga menyoroti aturan lama dalam UU Tipikor yakni soal kerugian negara. Ia juga mencontohkan pasal ini berpotensi tak tepat sasaran.

Chandra mencontohkan, tak semua Badan Usaha Milik Negara atau BUMN meraup untung. Namun mereka terancam aturan kerugian negara. "Dalam aktivitas negara dan bisnis rugi itu sangat mungkin terjadi," kata Chandra dalam program Katadata "Pergulatan Politik" atau Gultik awal Agustus 2024.

mantan Wakil Ketua KPK 2003-2007 Amien Sunaryadi juga berpandangan senada. Ia menyebut sebaiknya pemidanaan tak dilakukan dengan pasal yang meragukan. "Pemidanaan jangan menggunakan pasal meragukan yang debatable. Karena itu menurut saya ke depan pakai pasal suap saja, sama seperti negara lain," kata Amien dalam siniar yang sama.

Amien berkaca pada kasus mantan Dirut Pertamina Karen Agustiawan dalam Blok Busker Manta Gummy (BMG). Karen bebas di tingkat kasasi karena tak dianggap melakukan tindak pidana korupsi. Namun, Mahkamah Agung (MA) pada 28 Februari 2025 menetapkan putusan kasasi Karen dengan hukuman 13 tahun penjara.

Baca artikel ini lewat aplikasi mobile.

Dapatkan pengalaman membaca lebih nyaman dan nikmati fitur menarik lainnya lewat aplikasi mobile Katadata.

mobile apps preview
Reporter: Muhamad Fajar Riyandanu
Editor: Yuliawati

Cek juga data ini

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...