Pemerintah Bakal Perbaharui Perpres Kebijakan Strategis Pangan

Rizky Alika
21 Oktober 2019, 16:35
Petani dikawasan Marunda, Cilincing, Jakarta mulai sibuk memanen padi yang sudah mulai menguning (5/7). Rata-rata harga beras kualitas medium di penggilingan sebesar Rp 9.166 per kg atau naik sebesar 0,26 persen. Sedangkan rerata hara beras kualitas renda
Ajeng Dinar Ulfiana | KATADATA
Petani dikawasan Marunda, Cilincing, Jakarta mulai sibuk memanen padi yang sudah mulai menguning (5/7). Rata-rata harga beras kualitas medium di penggilingan sebesar Rp 9.166 per kg atau naik sebesar 0,26 persen. Sedangkan rerata hara beras kualitas rendah di penggilingan sebesar Rp 9.012 per kg, angka tersebut mengalami kenaikan sebesar 0,65 persen.

Dewan Ketahanan Pangan tengah mempersiapkan pembaharuan Peraturan Presiden (Perpres) tentang Kebijakan Strategis Pangan dan Gizi (KPSG). Perpres tersebut akan mendetailkan perihal keterjangkauan pangan.

Kebijakan strategis pangan dan gizi saat ini diatur dalam Perpres Nomor 83 Tahun 2017. Pasal 11 ayat 2 menyebutkan bahwa Perpres tersebut berlaku selama 2017-2019. Karenanya, perubahan baleid itu sedang disiapkan sebagai arahan startegis untuk 2020. 

"Saat ini sedang disiapkan rancangan Perpresnya untuk 2020," kata Kepala Bidang Ketersediaan Pangan Kementerian Pertanian Rachmi Widiriani di Jakarta, Senin (21/10).

(Baca: Masalah Ketahanan Pangan Diragukan Beres pada 100 Hari Pemerintah Baru)

Rachmi menuturkan, Perpres juga akan mengatur tentang sistem pangan yang berorientasi konsumen. Selain itu, Perpres juga akan mengatur tentang penanganan limbah makanan terbuang (food loss and waste).

Kemudian, aturan juga membahas soal penguatan kelembagaan dan kerja sama antar pihak. Sebab kebijakan pangan memerlukan sinergi antara Kementerian Pertanian dan kementerian lainnya.

Namun dia enggan menjelaskan secara detail tentang beleid tersebut. "Kemarin baru rapat pertama kali," ujar dia.

(Baca: Ingin Kurangi Impor, Ketua DPD: RUU Kedaulatan Pangan Harus Dikawal)

Menurutnya, salah satu permasalahan pangan di Indonesia ialah tingginya limbah makanan terbuang. Berdasarkan data Food Sustainibilty Index 2017 yang dirilis The Economist Intelligence Unit (EIU) , Indonesia menempati posisi kedua sebagai negara dengan limbah makanan terbuang yang terbesar dunia. Sementara, posisi pertama diduduki oleh Arab Saudi.

Adapun limbah makanan itu antara lain berasal dari proses pengolahan, pasca panen, hingga di rumah makan. Adapun, komoditas serealia dan kacang-kacangan mengalami loss di tingkat panen sebesar 9,49%, tingkat pengumpulan 4,81%, dan pengeringan 2,9%.

Sementara, tingkat waste di restoran Sunda tercatat menjadi yang tetinggi. "Restoran Sunda menjadi pembuang makanan terbesar dibandingkan restoran lain," ujar dia.

Sedangkan, pembuang makanan terkecil ialah restoran Padang. Hasil penelitian tersebut juga menunjukkan, perempuan dewasa menghasilkan limbah makanan terbesar dibandingkan laki-laki. Kemudian, anak-anak juga turut memberikan andil besar terhadap food waste.

(Baca: Dorong Ketahanan Pangan, Pemerintah Fokus Bangun Irigasi dan Bendungan)

Reporter: Rizky Alika
Editor: Ekarina

Cek juga data ini

Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...