Bus Listrik Anak Bangsa, Ramah Lingkungan dan Bertenaga Besar

Dwi Hadya Jayani
4 Juli 2019, 09:38
Ilustrasi salah satu bus listrik Transjakarta yang bekerja sama dengan Bakrie Autoparts di Balaikota DKI Jakarta, April 2019.
Instagram/Anies Baswedan
Ilustrasi salah satu bus listrik Transjakarta yang bekerja sama dengan Bakrie Autoparts di Balaikota DKI Jakarta, April 2019.

Torsi bus listrik MAB lebih besar dari bus konvensional yang beredar di Indonesia. Sebagai contoh Mercedes-Benz OH1526 6.400 cc hanya mengeluarkan torsi sebesar 950 Nm. Baterai yang digunakan bus listrik MAB adalah LifePo 576 V 450 Ah. Baterai ini berkapasitas 259,2 kilowatt hour (kWh) dengan berat 2.290 kg. Pengisian daya baterai dari posisi kosong hingga penuh membutuhkan waktu selama 2,5 jam.

Bambang Tri Soepandji, Technical Director MAB menyatakan bahwa bus listrik MAB dapat digunakan untuk jarak pendek dan jauh. Ia menjelaskan bahwa MAB sedang dalam uji coba rute antarkota sejauh 300 km. “Bisa untuk jarak tempuh Jakarta-Bandung sekali pengisian,” ujar Bambang. Selain itu, bus listrik MAB mampu dipacu dengan kecepatan hingga 120 km per jam.

Harga dari bus listrik MAB bervariasi dari rentang Rp 4 miliar hingga Rp 5 miliar. Harga ini ditentukan dari standar baterai dan sasis. Staf Manajemen MAB, Kelik Irwantono, menjelaskan apabila konsumen meminta spesifikasi tertentu, seperti material bahan yang digunakan, daya baterai, dan lain sebagainya maka harga jualnya akan disesuaikan.

(Baca: Transjakarta Catat Sudah 13 Ribu Penumpang Menjajal Bus Listrik)

Perpres Kendaraan Listrik Masih Belum Disahkan

Meskipun bus listrik MAB sudah siap untuk mengaspal, tetapi regulasi mengenai kendaraan bermotor listrik belum juga disahkan. Pada rapat koordinasi (rakor) percepatan program kendaraan bermotor listrik untuk transportasi jalan, Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko menyatakan Peraturan Presiden (Perpres) terkait Percepatan Kendaraan Bermotor Listrik Berbasis Baterai akan selesai pada awal 2019.

“Perpres ini sudah selesai. Saat ini hanya tinggal mengonfirmasi satu kata dan sedang menjadi sedikit perdebatan di Kemenperin dengan kementerian yang lain,” ujar Moeldoko.

Perdebatan yang dimaksud karena masalah kepemilikan saham. Hal ini dikarenakan syarat perusahaan asing yang ingin membuat pabrik kendaraan listrik berbasis baterai di Indonesia 51% sahamnya harus dimiliki oleh investor lokal.

Meskipun belum disahkan, pemerintah mendukung penuh perkembangan kendaraan listrik di Indonesia. Hal ini terlihat dari kehadiran Moeldoko untuk meresmikan stasiun pengisian daya (charging station) untuk kendaraan listrik di Gedung Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi Republik Indonesia (BPPT RI) pada Rabu (5/12/2018).

Direktur Teknis MAB Bambang Tri Soepandji menyatakan tidak ada kendala terkait infrastruktur pengisian daya. Hal ini lantaran pihak operator bus listrik akan bersinergi dengan Perusahaan Listrik Negara (PLN) untuk menentukan posisi stasiun pengisian dan rute bus listrik.

Dalam Perpres tentang Percepatan Kendaraan Listrik, pemerintah memberikan insentif, baik untuk konsumen dan produsen kendaraan listrik. Pengamat Energi Fabby Tumiwa menilai, kunci pengembangan kendaraan listrik adalah harga yang terjangkau. Hal senada disampaikan Pengamat Kebijakan Publik Agus Pambagio. Jika tidak ada insentif, harga kendaraan listrik akan lebih mahal 30-40%.

(Baca: Toyota Investasi Rp 28 Triliun untuk Bangun Mobil Listrik di Indonesia)

(REVISI: Artikel ini diperbarui pada Jumat, 5 Juli 2019, pukul 22.15 WIB, dengan mengubah paragraf ke-4 dan keterangan fotonya).

Halaman:
Reporter: Dwi Hadya Jayani
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...