Button AI Summarize

Karyawan Indofarma tengah gundah gulana. Bagaimana tidak, selama beberapa bulan terakhir pembayaran gaji mereka tersendat. Pada bulan Januari lalu, mereka hanya menerima gaji 50%. Gaji bulan Februari yang mereka terima bervariasi dari 50-90%.

Gaji bulan Maret juga baru cair 50%, itupun dibayarkan menjelang akhir April. Sementara gaji bulan April sama sekali belum cair.

Menurut Arif Widodo, perwakilan Serikat Pekerja Indofarma, bukan hanya pembayaran gaji yang tersendat. Indofarma juga belum membayarkan tunjangan kesejahteraan dan tunjangan akhir tahun. "Dana Pensiun Lembaga Keuangan (DPLK) BNI Simponi periode Mei 2022 hingga sekarang belum dibayar, iuran BPJS Tenaga Kerja terakhir dibayar Januari 2022 padahal sudah dipotong dari gaji," ujar Arif kepada Katadata.co.id.

Ia juga menyebut asuransi kesehatan Inhealth juga tidak dibayarkan. Selama ramadan lalu, mereka tidak mendapatkan uang makan yang menjadi pengganti makan siang. Bahkan, jatah air minum pun mereka harus membeli sendiri. Jika dirinci satu-persatu, daftarnya masih panjang.

Saat ini, karyawan Indofarma masih diminta untuk bekerja walaupun belum menerima hak-hak mereka. Beberapa di antara mereka menolak untuk datang ke pabrik dan memilih bekerja dari rumah (work from home). "Diminta bekerja tapi tidak dibayar, ini sama saja perbudakan modern," kata Arif.

Saat ini, banyak karyawan Indofarma yang membuka usaha kecil-kecilan, seperti berjualan makanan atau usaha laundry hingga menjadi pengemudi ojek online (ojol) untuk menyambung hidup.  "Kami ini berbaju BUMN tetapi sekarang kami tidak mampu memberi makan keluarga kami," ujar seorang karyawan Indofarma.

Pada Januari lalu, karyawan Indofarma sudah melakukan unjuk rasa ke Gedung Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Mereka juga berdemo ke kantor komersial Indofarma di Jalan Tambak Nomor 2, Kebon Manggis, Matraman, Jakarta Timur pada 5 April lalu ketika Tunjangan Hari Raya (THR) belum cair. Setelah unjuk rasa tersebut, THR mereka akhirnya cair.

Kronologi Masalah di Indofarma

Apa yang menyebabkan BUMN farmasi ini tak mampu membayar penuh gaji dan hak-hak karyawan selama berbulan-bulan? Jika menilik laporan keuangan perusahaan, selama tiga tahun terakhir Indofarma terus merugi.

Pada 2021, perusahaan mencatat penjualan Rp 2,9 triliun, melejit 69% jika dibandingkan dengan Rp 1,72 triliun pada 2020. Penjualan itu dikontribusikan oleh penjualan obat sebesar Rp 2,1 triliun dan penjualan alat kesehatan dan produk lainnya Rp 802,1 miliar. Namun, perusahaan membukukan rugi bersih Rp 37,5 miliar karena beban pokok penjualan yang membengkak hingga mencapai Rp 2,45 triliun.

Tahun berikutnya, penjualan BUMN farmasi ini longsor 61% menjadi Rp 1,14 triliun. Penyebabnya adalah penjualan lokal yang berasal dari produk ethical turun 53% menjadi Rp 524,66 miliar. Penjualan alat kesehatan, jasa klinik, dan lainnya merosot 80% menjadi Rp 139,67 miliar. Penjualan vaksin anjlok 98% menjadi Rp 18,57 miliar. Kerugian perusahaan pun membengkak hingga Rp 428,46 miliar.

Saat ini Indofarma belum melaporkan laporan keuangan 2023. Data terakhir per September 2023 menunjukkan penjualan bersih perusahaan hanya Rp 445,7 miliar. Adapun kerugian perusahaan mencapai Rp 191,69 miliar.

Indofarma Merugi Tiga Tahun Terakhir
Indofarma Merugi Tiga Tahun Terakhir (Katadata/Very Anggar Kusuma)

Di saat kondisi keuangan perusahaan tertekan, Indofarma menghadapi gugatan Penundaan Kewajiban Pembayaran (PKPU) oleh PT Solarindo Energi Internasional dan PT Trimitra Wisesa Abadi pada 2023. Gugatan berakhir damai setelah Indofarma membayar kewajibannya kepada kedua perusahaan itu total senilai Rp 36,9 miliar.

Salah satu kreditur perusahaan, PT Foresight Global juga menggugat Indofarma pada 29 Februari 2024. Foresight merupakan perusahaan yang bergerak di penyediaan jasa outsourcing di Lippo Cikarang, Bekasi. Hakim telah mengabulkan permohonan PKPU itu pada 28 Maret 2024.

Direktur Utama Indofarma Yeliandriani mengatakan Majelis Hakim Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat telah mengabulkan PKPU selama 42 hari sejak putusan PKPU dibacakan. Pengadilan juga telah menunjuk Tim Pengurus PKPU untuk melakukan tugas pengurusan bersama dengan perseroan selama proses PKPU berlangsung.

"Adanya putusan PKPU ini tidak berdampak secara langsung pada operasional. Perseroan akan tetap beroperasi sebagaimana biasanya, dengan tetap berkoordinasi dengan tim pengurus yang ditunjuk pengadilan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan," kata Yeliandriani dalam keterbukaan informasi di Bursa Efek Indonesia, Kamis (4/4).

Selama periode PKPU, Indofarma akan melakukan restrukturisasi utang-utang kepada para kreditur secara menyeluruh. Rencana ini akan dituangkan dalam Proposal Perdamaian yang akan disampaikan dalam rapat-rapat kreditur di Pengadilan Niaga PN Jakarta Pusat.

Kinerja yang terus menurun dan utang-utang yang menumpuk membuat perusahaan tak mampu membayar gaji karyawan. "Perseroan belum memiliki kecukupan dana operasional untuk memenuhi kewajiban pembayaran upah karyawan," ujar Yeliandriani dalam keterangannya kepada Bursa Efek Indonesia, Rabu (17/4). 

Laporan keuangan perusahaan menunjukkan arus kas dari aktivitas operasi per 30 September 2023 minus Rp 188,67 miliar. Indofarma kini berusaha bertahan dengan pendanaan yang berasal dari pinjaman jangka pendek dan pinjaman dari pemegang saham, Biofarma, yang jumlahnya masih jauh dari cukup.


Dugaan Fraud dan Salah Kelola

Yang paling mengejutkan dari masalah di Indofarma adalah ketika Laksono Trisnantoro mengajukan pengunduran diri sebagai Komisaris Utama perusahaan dan mengungkapkan dugaan fraud. Laksono mengungkapkan hasil audit BPK pada 2023 menemukan indikasi praktik fraud di Indofarma.

Halaman:
Reporter: Nur Hana Putri Nabila, Patricia Yashinta Desy Abigail, Syahrizal Sidik
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami
Advertisement