Kemenhub: 90 Persen Taksi Online Belum Punya Izin
Kementerian Perhubungan mencatat 90,4 persen angkutan berbasis aplikasi online yang beroperasi di Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi (Jabodetabek) tidak memiliki izin. Pemerintah memberikan waktu selama enam bulan agar angkutan berbasis aplikasi ini mengurus izinnya.
Direktur Jenderal Perhubungan Darat Kemenhub Pudji Hartanto merinci dari total 15.832 armada yang beroperasi, hanya 1.532 kendaraan atau 9,6 persen yang memiliki izin. Sedangkan 14.290 atau 90,4 persen dapat dikatakan tidak memiliki izin. Secara rinci junlah kendaraan berizin terdiri dari 347 kendaraan Grab Car, 237 kendaraan Go-Jek, serta 948 kendaraan Uber.
"Makanya kami minta mereka urus izin (terlebih dahulu), baru beroperasi lagi. Karena (yang sudah berizin) terlihat masih rendah," kata Pudji dalam diskusi dengan awak media di kantornya, Jakarta, Kamis (10/11).
Izin yang dimaksud Pudji adalah seperti yang diatur dalam Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 32 Tahun 2016. Ada beberapa persyaratan dalam aturan tersebut, agar taksi online bisa beroperasi, seperti adanya pool, Surat Izin Mengemudi (SIM) A Umum, serta uji KIR.
(Baca: Pengangguran Turun 530 Ribu Berkat Ojek Online dan Ibu Rumah Tangga)
Jenis izin yang berada di bawah Direktorat Jenderal (Ditjen) Perhubungan Darat adalah uji KIR. Hingga saat ini Ditjen Perhubungan Darat telah menerima pengajuan 11.182 berkas dari kendaraan sewa berbasis online. Dati total pengajuan tersebut sebanyak 9.584 berkas telah mendapat rekomendasi Uji KIR. Adapun yang telah dinyatakan lolos uji sebanyak 6.125 kendaraan.
"Tapi tetap saja yang sudah beres hingga seluruh izin penyelenggaraan angkutan, baru 1.532," katanya.
Sebenarnya Permenhub 32/2016 mulai berlaku pada 1 Oktober lalu. Namun, karena dirasa sosialisasinya masih kurang, maka Kementerian Perhubungan memperpanjang pemberlakuan aturan ini hingga enam bulan, sejak Oktober. (Baca: Pemerintah Tunda Penegakkan Hukum Taksi Online)
Pudji mengatakan dalam masa perpanjangan pihaknya mendapatkan beberapa masukan dan keluhan dari beberapa pemilik kendaraan dan koperasi mengenai aturan ini. Salah satunya terkait batas minimal kepemilikan armada yang bisa dijadikan taksi online.
Meski begitu, permasalahan ini sudah ada solusinya. Bagi orang yang memiliki kendaraan kurang dari lima unit bisa bergabung dengan koperasi. Syarat untuk memiliki pool untuk parker juga telah ada solusinya. "Begitu pula adanya bengkel rekanan kendaraan dengan mudah telah mereka temukan," ujarnya.
Masih ada permasalahan yang belum bisa terjawab, makanya Kementerian Perhubungan pun mempertimbangkan merevisi Permenhub 32/2016. Salah satu hal yang dipertimbangkan masuk dalam revisi payung hukumnya adalah kemungkinan tidak adanya kewajiban ketok Chasis dalam uji KIR.
"Jadi kami ganti saja dengan stiker," ujarnya. Meski begitu, Kementerian Perhubungan masih menunggu masukan dari berbagai pihak, termasuk kementerian dan lembaga lain, sebelum memutuskan untuk merevisi aturan ini.
Pudji mengaku ada juga beberapa hal yang masih dalam pembahasan, seperti pelat nomor atau Tanda Nomor Kendaraan Bermotor (TNKB) khusus. Hal ini bukan merupakan ranah Kementerian Perhubungan dan perlu dikoordinasikan lagi dengan Kepala Korps Lalu Lintas (Kakorlantas) Polri.
(Baca: Kementerian Koperasi: Taksi Online Bisa Berplat Hitam)
Sebelumnya, Seketaris Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil Menengah Agus Muharram menyatakan armada transportasi berbasis aplikasi online yang sudah tergabung dalam koperasi tidak perlu melakukan balik nama. Surat Tanda Nomor Kendaraan (STNK) tetap atas nama pribadi, tidak harus perusahaan.