Siasat Pengembang Properti Migrasi Pemasaran ke Digital selama Pandemi

Image title
Oleh Ekarina
3 Oktober 2020, 11:15
Properti, Pemasaran, Simarmas Land, BSD, pandemi corona, pandemi, Covid-19, Bisnis, Rumah
ANTARA FOTO/Muhammad Iqbal
Foto udara proyek pembangunan sebuah komplek perumahan di kawasan BSD City Tangerang, Banten, Selasa (31/12/2019).

Hasil survei cepat yang dilakukan MarkPlus, Inc. menunjukkan pencarian informasi properti melalui platform digital kian diminati selama pandemi. Survei dilakukan terhadap 68 responden di seluruh Indonesia dengan profil responden didominasi oleh masyarakat non-Jabodetabek 54,4% dengan profil 25% belum memiliki hunian.

Senior Associate MarkPlus, Inc. Irfan Setiawan mengatakan, bila sebelumnya masyarakat lebih memilih mengunjungi marketing gallery atau melihat langsung contoh rumah yang dijua,l saat ini media digital menjadi pilihan utama.

Sebanyak 51,5% responden mengaku  mencari informasi properti melalu website para developer, 45,6% situs agregator properti, dan 41,2% menggunakan media sosial.

“Yang menarik adalah media sosial, dimana mereka menggunakannya untuk melihat bagaimana design interior dan interior properti,” katanya.

Dalam berinteraksi, 55,9% responden berharap adanya konsultasi secara virtual melalui video conference, 52,9% virtual tour untuk melihat interior dan eksterior, dan 51,5 % menggunakan teknologi augmented atau virtual reality (AR/VR).

"Ketiga aspek tersebut bisa menjadi peluang emas bagi pengembang properti untuk berinovasi dalam menciptakan pengalaman baru bagi masyarakat secara digital," kata dia. 

Pasar Properti

Di tengah upaya perusahaan mendorong penjualan, Real Estate Indonesia (REI) memaparkan industri properti terdampak cukup parah selama pandemi. Properti mal atau pusat belanja misalnya, yang turun hingga 85% selama pandemi karena perubahan pola konsumen yang datang ke mal untuk keperluan tertentu saja.

Kemudian untuk perhotelan, yang mana tingkat okupansinya turun 90%, bahkan di Bali mencapai 100% karena tak ada hunian. Demikian pula dengan penjualan  rumah komersial turun 50% hingga 80%. 

"Hanya rumah bersubsidi yang masih bertahan dan diminati oleh konsumen, terutama yang berlokasi di daerah," Ketua Umum REI Paulus Totok dalam kesempatan yang sama. 

Selain itu, segmen ini menurutnya bertahan karena ada anggaran Stimulus subsidi Selisih Bunga (SSB) dan Subsidi Bantuan Uang Muka (SBUM) yang sudah dikucurkan pemerintah senilai Rp1,5 triliun.

Totok menyampaikan beberapa usulan kepada pemerintah untuk menyelamatkan usaha properti di tengah pandemi. Dari segi pajak, REI berharap, pemerintah menurunkan pajak penghasilan (PPh) final sewa dan PPh jual beli masing-masing menjadi 5% dan 1% untuk jangka waktu 12-18 bulan.

REI juga mengusulkan agar PPn dibebaskan termasuk untuk rumah menengah, bukan hanya rumah bersubsidi.  Di sisi lain, Paulus menyampaikan agar terkait PBB dan kelonggaran waktu pembayaran diatur oleh pemerintah selama pandemi.

“Pajak 17,5% yang dibayarkan ke negara kalau dihitung bunga KPR 10 tahun menjadi 100%. Sehingga kalau membeli satu rumah sama saja membeli dua rumah, hal ini memberatkan kita semua,” kata Paulus.

Sebelumnya pemerintah telah memberikan bantuan pandemi berupa relaksasi subsidi bunga KPR selama tiga bulan untuk rumah di bawah tipe 70. Namun, Paulus menilai hal  tersebut kurang efektif. 

“Kalau penurunan subsidi hanya 6%, efeknya tidak besar karena relaksasi hanya tiga bulan. Bagi masyarakat yang dirumahkan, hal yang dibutuhkan adalah kemampuan untuk membayar KPR karena mereka tak bisa mengangsur sekarang," ujarnya.

Penyumbang Bahan/ Reporter: Agatha Lintang

Halaman:
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...