Cek Data: Benarkah Kenaikan Harga Beras Menguntungkan Petani?

Reza Pahlevi
20 Maret 2024, 12:37
Buruh tani mengangkut padi saat panen raya di area persawahan desa Mangunharjo, Ngawi, Jawa Timur, Jumat (8/3/2024). Dinas Ketahanan Pangan dan Pertanian setempat menyebutkan pada panen raya bulan Maret 2024 petani di Ngawi mendapatkan keuntungan yang mak
ANTARA FOTO/Ari Bowo Sucipto/nym.
Buruh tani mengangkut padi saat panen raya di area persawahan desa Mangunharjo, Ngawi, Jawa Timur, Jumat (8/3/2024).
Button AI Summarize

Kenaikan harga beras dan bahan pangan lain yang terjadi dalam beberapa waktu terakhir dinilai memberikan keuntungan bagi petani. Pemerintah meminta masyarakat memahami kenaikan harga menjelang hari raya Idul Fitri tersebut. Kenaikan dianggap sebagai tunjangan hari raya (THR) bagi petani dan peternak. 

Kontroversi

Presiden Joko “Jokowi” Widodo mengaku dilematis dengan perkembangan harga harga beras. Petani meminta harga tinggi agar keuntungan lebih, sementara konsumen membutuhkan harga yang terjangkau.

“Kita ini sulit, kalau harga beras turun, saya dimarahi petani. Tetapi kalau beras naik, saya dimarahi ibu-ibu,” ujar Jokowi dikutip dari laman presidenri.go.id pada Jumat, 15 Maret 2024. 

Sebelumnya, Menteri Pertanian Amran Sulaiman mengatakan hal serupa. Dia menganggap kenaikan harga pangan, termasuk beras, daging, telur, dan cabai, sebagai THR untuk petani.

“Sekarang stoknya cukup, produksi ayam cukup, telur kita cukup, tapi kalau naik dikit tolong dipahami bahwa peternak kita, petani cabai kita tidak punya THR. Kami memohon kepada masyarakat kalau naik dikit itulah sedekahnya buat petani kita,” kata Amran pada Rabu, 13 Maret 2024.

Lantas pertanyaannya, apakah kenaikan harga beras atau pangan menguntungkan petani?

Faktanya

Kenaikan harga beras yang terjadi sejak awal tahun ini memang diikuti dengan naiknya harga gabah kering panen (GKP) yang diterima petani. Pada Februari 2024, harga GKP di tingkat petani mencapai Rp 7.261 per kg. 

Ini merupakan harga tertinggi sejak 2008. Harga ini juga meningkat 4,86% dari bulan sebelumnya dan 27,14% dari periode yang sama tahun lalu.

Indeks kedua harga tersebut juga menunjukkan, kenaikan harga gabah di petani lebih tinggi daripada harga beras grosir. Namun, indeks kenaikan harga gabah tidak selamanya terjadi. 

Pada Ramadan 2021 -2023, perubahan harga beras grosir selalu lebih tinggi dibandingkan dengan harga gabah di tingkat petani. Bahkan perubahan harga beras grosir selalu di atas harga gabah yang diterima petani sepanjang 2021. 

Pada 2022, kenaikan harga gabah yang lebih tinggi baru terasa pada paruh kedua tahun tersebut. Hal serupa terjadi pada 2023.

Petani Gurem dan Miskin Terimbas Kenaikan Harga Beras

Kenaikan harga beras tidak serta merta membuat petani lebih sejahtera. Ini karena mayoritas petani di Indonesia berstatus gurem. Badan Pusat Statistik (BPS) mendefinisikan petani gurem sebagai petani dengan kepemilikan lahan kurang dari 0,5 hektare (ha).

Survei Pertanian 2023 mencatat ada 16,89 juta rumah tangga usaha pertanian (RTUP) gurem tersebar di Indonesia. Ini mencakup 60,84% dari total RTUP yang ada di Indonesia.

Jumlah petani gurem ini bertambah 18,54% dari sedekade lalu. Pada 2013, BPS mencatat ada 14,25 juta petani gurem yang mencakup 55,33% dari total RTUP di Indonesia. Ini berarti bukan hanya jumlah petani gurem yang bertambah, melainkan juga proporsinya terhadap total petani di Indonesia.

Halaman:
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...