Facebook Didenda Rp 70 Triliun Terkait Kebocoran Data Pengguna
Komisi Perdagangan Federal (Federal Trade Commission/FTC) Amerika Serikat (AS) menjatuhkan sanksi denda US$ 5 miliar atau sekitar Rp 70 triliun kepada Facebook. Sanksi itu diberikan terkait kebocoran data pengguna Facebook oleh Cambridge Analytica pada akhir tahun lalu.
Sanksi tersebut diberikan berdasarkan pemungutan suara (voting). Tiga regulator asal Partai Republik setuju dengan vonis tersebut. Namun, dua regulator dari Partai Demokrat tidak menyetujui hukuman itu.
Hukuman berupa denda tersebut masih harus disetujui oleh Departemen Kehakiman AS sebelum difinalkan. “Jika disetujui, sanksi itu akan menjadi penalti terbesar yang pernah diberikan oleh FTC terkait pelanggaran peraturan privasi,” demikian dikutip dari Bussiness Times, Minggu (15/7) waktu AS.
(Baca: Skandal Kebocoran Data Facebook Bangkrutkan Cambridge Analytica)
Facebook sudah mengantisipapsi denda US$ 3 miliar hingga US$ 5 miliar terkait kasus kebocoran data pengguna. Perusahaan teknologi asal Amerika Serikat (AS) itu pun sudah mempersiapkan diri untuk memenuhi kewajiban itu.
Selain denda, kemungkinan Facebook akan diminta mengubah kebijakan terkait data penggunanya. Hal ini bertujuan agar Facebook bisa melindungi data pribadi pengguna, terutama dari pihak ketiga seperti Cambridge Analytica. Namun, FTC belum merinci skema pembatasan pengolahan data pengguna oleh Facebook.
Menurut para ahli, pembatasan yang akan dikenakan kepada Facebook kemungkinan tidak akan separah itu, tetapi platform media sosial tersebut harus menerapkan perubahan itu pada operasinya untuk mencegah denda lebih lanjut di masa depan.
Pusat Demokrasi dan Teknologi (Center for Democracy and Technology) AS mengatakan, sanksi tersebut semestinya mendorong Facebook untuk meningkatkan perlindungan terhadap data pengguna. Para ahli juga memperkirakan Facebook bakal memperketat keamanan data.
(Baca: Facebook Akui Bagi Data Pengguna ke 52 Perusahaan Teknologi)
Penyelidikan kebocoran data pengguna Facebook dilakukan pada tahun lalu. Facebook mencatat, setidaknya ada 87 juta data yang kemungkinan disalahgunakan oleh Cambridge Analytica di seluruh dunia. Dari jumlah itu, 70,63 juta pengguna (81,6%) yang datanya disalahgunakan berasal dari AS.
Sekitar 1,096 juta atau 1,3% dari total data pengguna Facebook yang bocor berdomisili di Indonesia. Sedangkan data pengguna Filipina yang bocor mencapai 1,175 juta atau 1,4% dari total. Selain itu, ada data pengguna Inggris, Mexico, Kanada, India, Brazil, Vietnam, dan Australia yang datanya turut disalahgunakan.
Insiden tersebut melibatkan Presiden AS Donald Trump. Karena, firma politik asal Inggris tersebut diduga menyalahgunakan data pengguna Facebook untuk membantu kampanye Donald Trump pada 2016.
(Baca: Facebook Rilis Beragam Fitur Baru dan Fokus pada Privasi Tahun ini)