Keluarganya Dihina, Presiden Turki Akan Atur Ketat Twitter-Facebook
Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan berencana mengatur ketat platform media sosial seperti YouTube, Facebook, dan Twitter. Alasannya, ia mencatat ada peningkatan tindakan pengguna yang dinilai ‘tidak bermoral’.
Salah satu contohnya, keluarga Erdogan dihina di platform online. Menantu Erdogan yang juga menjabat menteri keuangan Turki, Berat Albayrak mengatakan bahwa istrinya dihina warganet setelah melahirkan anak keempat.
Kepolisian Turki pun menangkap 11 warganet yang memiliki 19 akun, karena berbagi konten yang memuat penghinaan terhadap keluarga Albayrak. (Baca: Hari Ini Jokowi Akan Bertemu Erdogan dan Pengusaha Turki)
Erdogan mendorong organisasi politiknya, Partai Keadilan dan Pembangunan, untuk membuat peraturan baru yang mengontrol penggunaan media sosial. “Apakah Anda mengerti mengapa kami menentang platform media sosial seperti YouTube, Twitter, dan Netflix? Platform itu tidak sesuai dengan negara ini,” kata dia dikutip dari Reuters, Rabu malam (1/7).
Untuk mengantisipasi tindakan-tindakan ‘tidak bermoral’ yang meningkat dalam beberapa tahun, ia ingin memperketat aturan terkait media sosial. “Kami ingin mematikan dan mengontrol, dengan membawa (usulan) ini ke parlemen sesegera mungkin,” katanya.
Pada bulan lalu, pemerintah Turki juga mengecam keras Twitter karena menangguhkan lebih dari 7.000 akun yang mendukung Erdogan. Ankara menilai, perusahaan teknologi asal Amerika Serikat (AS) ini mencoreng pemerintah dan berusaha mendesain ulang politik Turki.
(Baca: Telepon Erdogan, Jokowi Ingin Bantu Selesaikan Krisis Arab-Qatar)
Berkaca dari kejadian itu, Erdogan mengatakan bahwa perusahaan media sosial akan dipaksa untuk menunjuk perwakilan di Turki. "Kami bertekad untuk melakukan apa pun yang diperlukan. Juga akan menerapkan larangan akses, legal, dan sanksi fiskal setelah menyelesaikan peraturan," kata dia.
Direktur Komunikasi Kepresidenan Turki Fahrettin Altun menambahkan, perusahaan akan diminta untuk membuka kantor di Turki. "Upaya yang sia-sia jika (perusahaan) mencoba untuk menghadirkan pendekatan bahwa tindakan presiden disebut represif dan melarang," kata Altun.
(Baca: YouTube Blokir Enam Akun yang Identik dengan Kebencian Ras)