Mengapa Gaji Pekerja Startup di Indonesia Bisa Sampai Rp1 Miliar?
Survei Asosiasi E- commerce Indonesia (idEA) pada 2018 menunjukkan, startup di Tanah Air mengeluarkan biaya Rp 210 juta hingga Rp 1,1 miliar untuk merekrut talenta di tataran pimpinan atau chief level. Kenapa gaji pegawai startup mahal?
Berdasarkan riset McKinsey dan Bank Dunia, Indonesia membutuhkan sekitar sembilan juta talenta digital sepanjang 2015 hingga 2030. Ini artinya, ada kebutuhan 600 ribu tenaga ahli di bidang siber per tahun.
Namun hanya 20% dari total 4.000 kampus di Indonesia yang memiliki program studi Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK).
Riset AWS dan AlphaBeta menunjukkan, hanya 19% dari seluruh angkatan kerja di Indonesia yang mempunyai keahlian di bidang digital. Padahal, negara ini membutuhkan 110 juta talenta digital baru untuk mendukung ekonomi pada 2025.
Berdasarkan data Linkedin, jumlah talenta digital di Tanah Air hanya 0,2% dari total angkatan kerja pada 2019. Indonesia pun menempati urutan kesembilan dari total 11 negara yang disurvei.
Rinciannya sebagai berikut:
Tingginya kebutuhan yang tidak diimbangi dengan ketersediaan talenta digital tersebut membuat gaji pegawai startup tinggi.
“Kisaran gaji beragam, tergantung level. Bisa Rp 5 juta untuk level staf sampai dengan lebih dari Rp 50 juta untuk level head atau chief,” kata mantan pegawai startup teknologi finansial pembiayaan (fintech lending) UangTeman, kepada Katadata.co.id, Kamis (9/6).
UangTeman tidak melakukan PHK. Namun, startup ini disebut-sebut kesulitan membayarkan gaji pegawai sejak dua tahun lalu atau saat pandemi corona, sehingga beberapa di antaranya memutuskan keluar.
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) pun mencabut izin fintech lending UangTeman. Startup ini kini tengah mengajukan gugatan lewat Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta.
Sedangkan ringkasan gaji pegawai startup di Indonesia, Singapura, dan Vietnam dapat dilihat pada Infografik di bawah ini:
Founder sekaligus CEO Binar Academy Alamanda Shantika mengatakan, permintaan talenta digital masih akan tetap signifikan meskipun banyak startup melakukan PHK. Sebab, ketersediaan talenta digital di Indonesia minim.
Namun, menurutnya penawaran gaji talenta digital di startup akan semakin rasional. Ini karena perusahaan rintisan mendapatkan pembelajaran dari keterbatasan anggaran dan lebih sadar dalam menawarkan gaji kepada pekerja.
"Bukan tidak mungkin akan ada pengaturan terhadap penawaran gaji para new hiring atau existing employee," kata Alamanda kepada Katadata.co.id, Selasa (7/6).
Selain itu, pendanaan terhadap startup semakin ketat. Ini membuat manajemen perusahaan rintisan kian berhati-hati dalam melakukan rekrutmen.
"Jadi, rekrutmen benar-benar harus sesuai kebutuhan dan kesediaan anggaran," katanya.
Meski begitu, talenta digital yang terkena PHK menurutnya masih punya banyak kesempatan dalam melanjutkan karier. Para talenta digital bisa tetap bekerja di industri teknologi atau pivot ke sektor lain.
"Sebab saat ini ada banyak sekali institusi yang melakukan transformasi digital, mulai dari lembaga pemerintah, bank, perusahaan konvensional, bahkan media massa tengah berubah," ujar dia pada 2019.
Tech Manager Robert Walters Indonesia Antonio Mazza pada 2019 mengatakan, daya tawar talenta digital yang tinggi ini terjadi karena dua faktor, yakni:
- Ketersediaan Sumber Daya Manusia (SDM) di bidang digital belum memenuhi kebutuhan industri
- Pegawai yang keluar-masuk (turn over) di perusahaan digital mencapai 31% dalam dua tahun.
Kedua hal itu membuat persaingan untuk mendapatkan talenta digital semakin ketat. "Semua cari talenta digital seperti itu, tapi ketersediaannya sedikit," kata dia.