TV Analog Jakarta Batal Disetop Hari Ini, Kominfo Hadapi 4 Tantangan
TV analog di Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi (Jabodetabek) lagi-lagi ditunda. Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) menghadapi setidaknya empat kendala dalam menggelar migrasi dari TV analog ke TV digital.
Kominfo sebelumnya menerapkan tiga tahapan migrasi dari TV analog ke TV digital, yakni 31 April, 25 Agustus, dan 2 November. Tiga tahapan ini sudah mundur dari rencana awal tahun lalu.
Jabodetabek seharusnya masuk tahap II yakni 25 Agustus. Namun, Kominfo memutuskan bahwa migrasi dari TV analog ke TV digital bukan berdasarkan waktu, melainkan kesiapan wilayah.
Alhasil, Jabodetabek dijadwalkan migrasi dari TV analog ke TV digital hari ini (5/10). Namun lagi-lagi, rencana ini ditunda. Kali ini, karena permintaan Asosiasi Televisi Swasta Indonesia (ATVSI).
Meski begitu, Direktur Jenderal Sumber Daya dan Perangkat Pos dan Informatika Kementerian Kominfo Ismail menyampaikan bahwa instansinya mengupayakan migrasi dari TV analog ke TV digital digelar seluruhnya sesuai target yakni 2 November. Tenggat waktu ini diatur dalam UU Cipta Kerja.
“Tentu kami akan menjawab tantangan semaksimal mungkin supaya (migrasi dari TV analog ke TV digital) bisa sesuai target 2 November,” kata Ismail saat konferensi pers di kantor Kominfo, yang dikutip dari tayangan virtual, Rabu (5/10).
Tantangan Migrasi ke TV Digital
Setidaknya Kominfo menghadapi empat tantangan dalam menggelar migrasi dari TV analog ke TV digital. Keempatnya yakni:
1. Anggaran set top box gratis bagi warga miskin
Pemerintah menyediakan set top box gratis bagi warga kurang mampu. Perangkat ini dibutuhkan agar TV analog bisa mendapatkan siaran digital.
Penyediaan set top box gratis untuk warga miskin berasal dari dua sumber yakni:
- Pemerintah menyiapkan satu juta alat sesuai keputusan yang ada di dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2022. Sebanyak 81.206 disediakan untuk delapan kabupaten/kota pada tahap pertama dan 918.794 di 66 kabupaten/kota fase kedua.
- Komitmen penyelenggara multipleksing atau stasiun televisi total 4.177.760 set top box. Rinciannya yaitu:
- Grup STM 896.162 di 138 kabupaten/kota untuk tahap pertama. Tahap kedua 317.588 di 32 kabupaten/kota.
- MNC 844.015 di 139 kabupaten/kota tahap pertama. Tahap kedua 299.106 di 32 kabupaten/kota.
- Trans Media 455.196 di 134 kabupaten/kota tahap pertama. Tahap kedua 161.315 di 24 kabupaten/kota.
- Media Group 520.072 di 146 kabupaten/kota tahap pertama. Tahap kedua 184.306 di 26 kabupaten/kota.
- RTV 369.168 di 99 kabupaten/kota tahap pertama. Tahap kedua 130.832 di 22 kabupaten/kota.
Sedangkan Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS) dari Kementerian Sosial menunjukkan, jumlah maksimal penerima bantuan set top box gratis mencapai 6.737.971 rumah tangga miskin. Artinya, kurang 822.240 perangkat.
"Kekurangannya sedang kami carikan jalan keluar," kata Menteri Kominfo Johnny G Plate di Depok, Jawa Barat, dikutip dari Antara, pada Maret (16/3).
2. Data penerima set top box gratis
Stasiun televisi pernah mengungkapkan sejumlah tantangan dalam mendistribusikan set top box gratis kepada warga kurang mampu, saat rapat dengar pendapat dengan Komisi I DPR. Direktur Transmedia Latif Harnoko menyampaikan, perusahaan mendapatkan tugas menyediakan 600 ribu set top box.
Sebanyak 11.971 perangkat sudah disalurkan per Juni dari total rencana 100 ribu.
Transmedia menghadapi sejumlah kendala dalam mendistribusikan set top box TV digital kepada masyarakat, di antaranya:
- Data alamat penerima tidak lengkap
- Kendala teknis perangkat seperti tidak ada remote, tidak ada koneksi AV/RCA, dan kondisi antena tak layak
- Penerima belum mendapatkan siaran TV digital
- Penerima pindah domisili atau meninggal dunia
“Biaya sangat tinggi baik untuk pembelian, distribusi, dan instalasi (set top box) sampai ke rumah tangga penerima,” ujar Latif saat RDPU Panja Digitalisasi Penyiaran dengan Komisi I DPR di Jakarta, pada Juni (23/6). “Kami bekerja sama dengan SMK untuk menekan biaya.”
SCM, termasuk SCTV dan Indosiar, telah menyalurkan 34.337 set top box per 19 Juni. Perusahaan juga menghadapi sejumlah kendala dalam mendistribusikan perangkat ini, di antaranya:
- TV tidak berfungsi normal
- Perlu mengganti kabel atau antena
- Proses instalasi yang memakan waktu
Data rumah tangga miskin tidak sesuai atau tak memenuhi kriteria, seperti tidak terjangkau siaran terestrial, kondisi rumah tidak masuk kriteria miskin, atau tak memiliki televisi
Johnny menyampaikan, pendistribusian set top box gratis harus berbasis data valid. “Kami harus memastikan datanya juga valid, sehingga tepat sasaran,” katanya dalam diskusi publik bertajuk ‘Dukung Era Baru TV Digital, Jabodetabek Siap ASO’, pada Agustus (19/8).
Kemudian, tidak semua keluarga miskin memiliki perangkat yang siap untuk beralih ke TV digital. “Kemampuan dan sisi teknis untuk menerima siaran TV digital pada saat analog dimatikan (belum siap),” ujar dia.
3. Masyarakat belum siap beralih ke TV digital
Sekretaris Jenderal ATVSI Gilang Iskandar menyampaikan, berdasarkan data Nielsen per 27 September, baru 26% atau sekitar 7,2 juta dari 21 juta populasi pemirsa televisi di Jabodetabek yang siap beralih. Ini mencakup populasi pemirsa televisi yang free to air (FTA) atau gratis.
Sedangkan berdasarkan digital review, sekitar 40% yang siap beralih ke siaran TV digital.
Oleh karena itu, ATVSI mengirimkan surat kepada Menteri Johnny G Plate agar penyetopan TV analog di Jabodetabek hari ini dibatalkan. Asosiasi mengusulkan agar migrasi ke TV digital di Jakarta dan sekitarnya digelar pada 2 November.
“Paling tidak selama sebulan ini bisa kami manfaatkan untuk sosialisasi secara masif,” kata Gilang saat konferensi pers di kantor Kominfo, Rabu (5/10).
Sosialisasi yang dimaksud seperti cara beralih ke TV digital, pentingnya penggunaan set top box, dan lainnya.
4. Mahkamah Agung batalkan pasal soal sewa
MA membatalkan pasal sewa slot multipleksing yakni Pasal 81 ayat 1 Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 46/2021 tentang Pos, Telekomunikasi dan Penyiaran.
Pasal tersebut berbunyi ‘Lembaga Penyiaran Publik (LPP), Lembaga Penyiaran Swasta (LPS), dan/atau Lembaga Penyiaran Komunitas (LPK) menyediakan layanan program siaran dengan menyewa slot multipleksing kepada penyelenggara multipleksing’.
Mahkamah Agung menilai, pasal tersebut bertentangan dengan Pasal 60A Undang-undang (UU) Penyiaran jo. Pasal 72 angka 8 UU Cipta Kerja. Oleh karena itu, LPP, LPS dan LPK tidak wajib menyewa slot multipleksing kepada penyelenggara multipleksing untuk menyediakan layanan program siaran.
Ada sembilan penyelenggara multipleksing, termasuk PT Media Nusantara Citra Tbk (MNC), PT Surya Citra Media atau SCTV, dan PT Transmedia Corpora.
Multipleksing merupakan sistem penyiaran dengan dua transmisi program atau lebih pada satu saluran melalui sistem terestrial. Dalam pengoperasiannya, multipleksing menggunakan spektrum frekuensi radio yang merupakan sumber daya alam terbatas.
Di saat pasal kewajiban sewa slot dibatalkan, penyelenggara multipleksing mendapatkan tugas untuk menyediakan set top box gratis bagi warga miskin.