Poin Penting PP E-Commerce, dari Pajak hingga Aduan Konsumen

Pingit Aria
5 Desember 2019, 15:27
Warga memilih barang-barang belanjaan yang dijual secara daring di Jakarta, Kamis (18/7/2019). Pemerintah tengah mengupayakan pendekatan untuk memungut pajak dari kegiatan ekonomi digital yang dipastikan dengan pengenaan tarif pajak penghasilan dari setia
ANTARA FOTO/APRILLIO AKBAR
Warga memilih barang-barang belanjaan yang dijual secara daring di Jakarta, Kamis (18/7/2019). Pemerintah tengah mengupayakan pendekatan untuk memungut pajak dari kegiatan ekonomi digital yang dipastikan dengan pengenaan tarif pajak penghasilan dari setiap transaksi ekonomi digital akan tetap sama dengan kegiatan jual beli konvensional.

Pemerintah menerbitkan Peraturan Pemerintah (PP) nomor 80 tahun 2019 tentang e-commerce, yang ditandatangani Presiden Joko Widodo (Jokowi) pada 20 November lalu. Ada beberapa hal yang diatur dalam regulasi baru itu.

Salah satu poin penting dalam PP tersebut mengenai definisi pelaku usaha luar negeri yang berjualan daring alias pelapak e-commerce asing. Pelaku usaha luar negeri pada perdagangan melalui sistem elektronik meliputi pedagang luar negeri, penyelenggara, dan penyelenggara sarana perantara luar negeri. 

Pada pasal 7, tertulis bahwa pelaku usaha luar negeri yang secara aktif berjualan secara elektronik kepada konsumen di wilayah Indonesia, serta memenuhi kriteria tertentu, dianggap telah memenuhi kehadiran secara fisik (physical presence) dan melakukan kegiatan usaha di wilayah Indonesia. 

Kriteria tersebut mengacu pada kehadiran ekonomi secara signifikan alias  significant economic presence, antara lain jumlah transaksi, nilai transaksi, jumlah paket pengiriman, dan/atau jumlah trafik atau pengakses. 

Dengan demikian, pelaku usaha PMSE luar negeri yang memenuhi kriteria significant economic presence tersebut wajib menunjuk perwakilan yang berkedudukan di Indonesia yang dapat bertindak sebagai dan atas nama pelaku usaha luar negeri tersebut. 

(Baca: Sri Mulyani Bakal Kejar Pajak Pedagang Online hingga ke Media Sosial)

“Ketentuan mengenai penunjukan perwakilan itu dilakukan sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang ada,” demikian dikutip dalam pasal 7 ayat 4. 

Sedangkan, ketentuan lebih lanjut mengenai kriteria tertentu  significant economic presence tersebut bakal diatur lebih rinci melalui peraturan menteri. Menteri yang dirujuk dalam PP ini ialah Menteri Perdagangan. 

Selanjutnya pada pasal 8 dinyatakan bahwa terhadap kegiatan usaha PMSE, berlaku ketentuan dan mekanisme perpajakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. 

Adapun sebelumnya dalam Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan (PPh) diatur mengenai Bentuk Usaha Tetap (BUT) sebagai bentuk usaha yang dipergunakan oleh orang pribadi maupun badan asing yang tidak didirikan dan berkedudukan di Indonesia, untuk menjalankan usaha atau melakukan kegiatannya di Tanah Air. BUT menjadi salah satu subjek pajak penghasilan.

Dalam regulasi itu, BUT berupa kehadiran fisik yang dapat meliputi cabang perusahaan, kantor perwakilan, gedung kantor, pabrik, bengkel, gudang, ruang promosi dan penjualan, pertambangan atau wilayah kerja pertambangan, hingga keberadaan orang atau badan selaku agen atau pegawai dari perusahaan asing tersebut. 

(Baca: Platform Transaksi Digital Wajib Terdaftar & Data Center di Indonesia)

Hal tersebut sebelumnya juga telah dinyatakan Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati. Di mana, pemerintah akan segera mengubah definisi BUT menjadi berdasarkan  significant economic presence sebagai landasan pemajakan untuk kegiatan usaha elektronik.

Sri Mulyani juga pernah menegaskan bahwa ketentuan pajak yang berlaku untuk penjual melalui sistem elektronik tersebut sama dengan aturan pajak yang telah berlaku di Indonesia. “Tujuannya persamaan level playing field atas pelaku usaha dan transaksi perdagangan konvensional dan elektronik, jadi tarif pajaknya pun tetap sama dengan yang sudah ada,” katanya.

Di luar ketentuan soal pajak, PP E-Commerce juga mengatur soal kewajiban bagi pedagang online untuk memiliki izin usaha.

Pada pasal 15 disebutkan bahwa pelaku usaha wajib memiliki izin usaha dalam melakukan kegiatan perdagangan online. Pengajuan izin usaha itu dapat melalui Perizinan Berusaha Terintegrasi Secara Elektronik atau Online Single Submission (OSS).

Kemudian, regulasi ini juga memberi payung hukum bagi konsumen untuk mengadukan perdagangan melalui sistem elektronik ke Menteri Perdagangan jika merasa dirugikan.

(Baca: Blibli Dukung PP E-Commerce, Shopee: Kaji Aturan Kontra UKM Naik Kelas)

Hal itu tertuang dalam Pasal 18.  “Dalam hal PMSE merugikan konsumen, konsumen dapat melaporkan kerugian yang diderita kepada Menteri," demikian bunyi Pasal 18 Ayat 1, dikutip Rabu (4/12).

PP Nomor 80 Tahun 2019 tentang PMSE itu memuat 19 Bab dan 82 pasal. Aturan tersebut berlaku sejak diundangkan pada 25 November 2019.

Pada pasal 18 disebutkan, PMSE yang dilaporkan konsumen harus menyelesaikan pelaporan. Jika tidak, mereka akan masuk dalam daftar prioritas pengawasan pemerintah.

Kementerian Perdagangan akan menggelar sosialisasi Peraturan Pemerintah (PP) tentang Nomor 80 Tahun 2019 tentang perdagangan melalui sistem elektronik alias PP E-commerce tanggal 9 Desember 2019 mendatang.

Reporter: Cindy Mutia Annur, Desy Setyowati

Cek juga data ini

Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...