Minat Besar Bisnis Indonesia Adopsi Artificial Intelligence
Sadarkah Anda bahwa laman e-commerce besar seperti Tokopedia, Bukalapak, Lazada atau Shopee akan menampilkan deretan produk yang berlainan jika dibuka melalui dua akun yang berbeda?
Artificial intelligence adalah teknologi yang membuat perbedaan itu terjadi. Mesin dengan kecerdasan buatan akan merekam setiap item yang Anda lihat di lapak-lapak e-commerce dan menerjemahkannya sebagai preferensi Anda. Semakin sering Anda menggunakan platform e-commerce untuk berbelanja, semakin pintar pula mesin ini menebak jenis barang yang Anda minati.
Lazada telah mengadopsi teknologi ini pada aplikasinya sejak Januari 2018 lalu. Dengan demikian, aplikasi Lazada akan menampilkan produk dan promo yang berbeda untuk setiap pengguna.
Misalnya, aplikasi Lazada pada ponsel fashionista akan lebih banyak menampilkan item fesyen terkini. Sementara pada aplikasi milik geek akan menampilkan lebih banyak gadget canggih.
Dengan teknologi ini, Lazada kian optimistis jumlah transaksi dan pengunjung pada platform-nya akan terus meningkat. "Sekarang sudah enam digit jumlah ordernya, dengan pertumbuhan dua digit secara bulanan,” kata Chief Marketing Officer (CMO) Lazada Indonesia Achmad Alkatiri, beberapa waktu lalu.
(Baca juga: Tokopedia dan Bukalapak Dominasi Pasar E-Commerce Indonesia)
Begitu pula Tokopedia yang merupakan marketplace dengan jumlah pengunjung terbesar di Indonesia saat ini telah mengadopsi teknologi kecerdasan buatan. "Saya kira, konsumen Indonesia akan menikmati semua jenis terobosan pada tahun,” ujar VP Engineering Tokopedia Aswin Tanu Utomo dikutip dari Tech In Asia pada akhir pekan (19/10) lalu.
Sementara pada perusahaan transportasi online seperti Grab dan Go-Jek, artificial intelligence akan mencatat fitur yang paling sering Anda gunakan, termasuk lokasi yang paling sering Anda kunjungi. Dengan begitu, fitur tersebut akan muncul di halaman muka aplikasi, Anda juga tak perlu mengetikkan alamat yang sama berkali-kali setiap hendak bepergian.
artificial intelligence dan big data juga akan membantu melacak jumlah pengguna dan pengemudi yang tersedia pada waktu dan lokasi tertentu. Mesin ini kemudian akan menentukan tarif yang berbeda, sesuai dengan jumlah permintaan dan penawaran kendaraan.
Grab telah mengadopsi artificial intelligence dan big data sejak tiga tahun lalu. Head of data science Grab Kong-wei Lye mengklaim, kedua teknologi ini meningkatkan pendapatan mitra 10% hingga 30%.
Grab bahkan membangun laboratorium kecerdasan buatan senilai US$ 4,4 juta atau setara Rp 63 miliar di Singapura. Grab menggaet National University of Singapore (NUS) untuk mengembangkan laboratorium tersebut.
(Baca juga: Dari E-Commerce hingga Perbankan, Chatbot Gantikan Operator)
Grab bakal memanfaatkan data lebih dari 2 juta mitra pengemudi di Asia Tenggara sebagai bahan penelitian. "Kami memiliki misi mengatasi tantangan kompleks di Asia Tenggara, seperti kemacetan," kata CEO dan Co- founder Grab Anthony Tan dikutip dari nus.edu.sg, Rabu (18/7) lalu.
Hasil penelitian ini akan dimanfaatkan untuk menentukan layanan transportasi yang cocok di masing-masing negara di Asia Tenggara. Ia berharap, kemacetan dan tantangan lainnya bisa diatasi melalui layanan Grab seperti grabshuttle, grabshare, ataupun grabhitch.
Pengembang platform bisnis digital asal Jerman, Software AG juga baru saja membuka kantor perwakilannya di Indonesia. Perusahaan teknologi menyediakan layanan AI, big data dan lainnya kepada para kliennya seperti Bank Tabungan Pensiunan Nasional (BTPN), Bank Mandiri, hingga perusahaan telekomunikasi seperti PT Telekomunikasi Indonesia Tbk (Telkom).
Mengutip dari Swa, Vice President, Software AG Asia Anneliese Schulz mengatakan, Indonesia merupakan pasar penting bagi perusahaannya selama lebih dari satu dekade terakhir.
(Baca juga: Google Pungut Rp 600 Ribu untuk Setiap Penjualan HP Android)
“Pembukaan kantor kami di Jakarta menandai komitmen kami untuk membantu perusahaan Indonesia mempercepat transformasi digital mereka dan memberikan akses penuh terhadap produk dan pakar industri kami," ujarnya.
Terkait pemanfaatan artificial intelligence, perusahaan teknologi Appier bersama dengan Forrester melakukan penelitian terhadap 260 perusahaan di delapan negara pada 2017. Dalam studi bertajuk 'Artificial Intelligence Is Critical To Accelerate Digital Transformation In Asia Pacific' tersebut, 65% responden Indonesia mengadopsi kecerdasan buatan.
Alhasil, Indonesia menempati peringkat pertama dalam hal adopsi kecerdasan buatan dalam bisnis. Sementara Tiongkok di posisi kedua dengan 63% responden yang mengadopsi artificial intelligence, dan India di posisi ketiga dengan raihan 62%.
Dari pemaparan responden, umumnya artificial intelligence diaplikasikan dengan tujuan untuk efisiensi pada kegiatan operasional dan meningkatkan pengalaman pelanggan. Proses bisnis diharapkan menjadi lebih sederhana dan risiko bisnis berkurang. artificial intelligence juga akan meningkatkan keterlibatan pelanggan, termasuk mengambil wawasan pengguna sebagai bekal inovasi produk.