Startup Busana Indonesia Shopious Gulung Tikar

Maria Yuniar Ardhiati
26 April 2016, 09:59
eCommerce
Donang Wahyu|KATADATA
Seorang pria berbelanja barang elektronik di salah satu situs on line, Kamis (17/12).

Kedua, adanya kesulitan menjaga kualitas. Menurut Aditya, para penjual produk di Instagram yang memakai jasa Shopious kadang kurang profesional. Jika mereka terlalu lama memberikan respons, calon pembeli pun kehilangan minat belanja. Para pengunjung kemudian mengirim sederetan pertanyaan kepada Shopious mengenai produk yang mereka inginkan, dan tim Shopious tidak bisa menjawabnya.

Yang dialami Aditya ini sebenarnya merupakan persoalan mendasar para pedagang Indonesia yang menjual produk melalui Instagram. Kebanyakan dari mereka hanya reseller, bukan pemilik langsung produk. “Ragam produk dan foto antarpenjual kebanyakan sama saja. Yang berbeda hanya harganya,” tulis Aditya. Ketika seorang pembeli ingin bertanya mengenai produk tertentu kepada si penjual, maka si penjual terkadang harus berkomunikasi terlebih dahulu kepada pemilik produk, yang tentu saja memakan waktu.

Setelah menjalankan bisnis ini selama dua tahun, ia menyimpulkan bahwa pasar masih belum siap. Perlu 10 hingga 15 tahun lagi hingga pasar terbentuk dengan baik. Aditya mengatakan telah melakukan sejumlah kesalahan bersama dengan rekan-rekannya. Kesalahan-kesalahan itu termasuk dalam memilih produk, melakukan eksekusi, dan menjalankan manajemen. Ia pun menjelaskan, jika Shopious dilanjutkan, ada banyak biaya yang melonjak untuk meningkatkan trafik. Selain itu, dibutuhkan waktu yang sangat panjang untuk bisa meraup keuntungan.

Sebenarnya Aditya bukanlah pendatang baru di dunia teknologi. Ia pernah bekerja untuk pengembang jasa teknologi di Amerika Serikat. Salah satunya adalah aplikasi pembaca berita bernama Pulse, yang kemudian diakuisisi LinkedIn. Shopious merupakan perusahaan pertama Aditya. Ia pun mengatakan tidak akan mencoba membuat perusahaan sejenis lagi. Ia ingin fokus pada pemasaran digital, dengan target utama pasar Amerika Serikat.

Selain itu, dia meyakinkan bahwa tutupnya Shopious tidak akan mengguncang para karyawannya. Tim Shopious hanya terdiri dari delapan orang dan sudah menemukan pekerjaan baru. Sisa dana di bank pun sudah dikembalikan kepada investor. 

Shopious tidak memanfaatkan pendanaan ventura karena alasan ideologis. Ia menuturkan, ada sejumlah perusahaan modal ventura yang merayu pada enam hingga delapan bulan sebelum Shopious akhirnya ditutup. Namun dia tidak tertarik. “Jika kami menggunakan skema modal ventura, maka akan sama saja dengan startup lainnya yang ada sekarang,” kata Aditya. (Baca: Dongkrak Startup Mikro, Modal Ventura UKM Cukup Rp 1 Miliar)

Shopious bukanlah satu-satunya perusahaan startup yang berjuang untuk membangun platform penjualan. Satu lainnya yaitu Kleora, yang pada Oktober silam berubah menjadi Prelo, suatu marketplace untuk barang seken bermerek. Oiffel, startup lainnya yang menjalankan model bisnis serupa Shopious, bahkan tidak lagi memperbarui laman Facebook-nya sejak November 2015.

Halaman:
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...