Bukalapak Gaet Startup Justika Buat Fitur Konsultasi Hukum
Perusahaan e-commerce Bukalapak menggandeng startup Justika untuk menyediakan layanan konsultasi hukum hingga pendampingan. Segmen pasar di bidang ini dinilai masih terbuka lebar.
Studi yang dilakukan oleh The Hague Institute for Innovation of Law (HiiL) menunjukkan, 71% masyarakat Indonesia yang mengalami masalah hukum memilih untuk tidak melakukan apa-apa.
Ketersediaan layanan hukum di Indonesia juga dinilai timpang. Sebab, perbandingan antara jumlah masyarakat dengan pengacara yaitu 1:4.325.
Oleh karena itu, Bukalapak meluncurkan layanan konsultasi hukum dengan salah satu fiturnya yakni TanyaHukum. “Diharapkan dapat membantu masyarakat mengatasi kendala yang dialami ketika membutuhkan bantuan hukum,” kata Director of Payment, Fintech, and Virtual Products Bukalapak Victor Lesmana dikutip dari siaran pers, kemarin (22/9).
TanyaHukum menghubungkan layanan Justika dengan 90 juta pengguna Bukalapak. Di dalamnya terdapat tiga layanan inti yakni konsultasi, pembuatan dokumen, dan pendampingan hukum.
Pengguna bisa berkonsultasi dengan puluhan advokat, baik melalui telepon, fitur percakapan (chat) maupun tatap muka.
Justika merupakan marketplace jasa hukum, anak usaha Hukumonline. Perusahaan rintisan ini menyediakan layanan konsultasi telepon otomatis.
"Kami baru menyentuh sebagian kecil masyarakat," kata CEO Justika Melvin. Namun Justika memiliki basis data ratusan advokat. Selain itu, menerima ratusan aduan kasus.
Justika mendapatkan pendanaan Pra Seri A pada awal tahun lalu. Firma hukum Assegaf Hamzah & Partners (AHP) berpartisipasi dalam investasi itu.
Induk Justika, Hukumonline juga menyelesaikan pendanaan seri A lanjutan dari investor asal Amerika Serikat (AS) Emerging Media Opportunity Fund (EMOF) pada awal tahun ini. Tambahan modal ini akan digunakan untuk mengembangkan lebih banyak produk.
Berdasarkan data Asosiasi ASEAN Legaltech pada 2019, ada 88 perusahaan teknologi hukum (legaltech) terdaftar di Asia Tenggara. Sebanyak 25 di antaranya berbasis di Singapura dan 21 di Indonesia.
Selain Justika, perusahaan rintisan legaltech di Tanah Air yakni Lexar.id, LegalGo, Pop Legal, Lawble, Eclis.id, dan lainnya. Lexar.id menyasar Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM). Sedangkan LegalGo memiliki lebih dari 20 layanan dan menjaring 2 ribu lebih klien, serta memperluas layanan ke bidang finansial dan perpajakan.
Di satu sisi, Bukalapak memang berfokus menyediakan berbagai layanan di platform. Presiden Bukalapak Teddy Oetomo sempat menyampaikan, perusahaan tak lagi mengandalkan strategi promosi atau 'bakar uang' untuk mendorong transaksi.
Startup ini berfokus pada pertumbuhan bisnis yang berkelanjutan. “Kami cari solusi dan inovasi yang diperlukan masyarakat," kata Teddy, beberapa waktu lalu (11/9). "Kami mengurangi bakar uang masif, dan pangsa pasar relatif stabil.”
CEO Bukalapak Rachmat Kaimuddin menambahkan, perusahaan tak lagi ‘ngoyo’ mengejar tingkat kunjungan dalam dua tahun terakhir. “Kami tidak bisa selalu berfokus pada pertumbuhan saja, sementara solusinya tak menghasilkan nilai tambah yang berkelanjutan," ujarnya.
Apalagi Bukalapak berencana mencatatkan saham perdana (Initial Public Offering/IPO) di bursa efek. "Wajar jika startup ingin IPO. Ini sejalan dengan cita-cita kami untuk tumbuh berkelanjutan," katanya.
Ia optimistis perusahaan bisa mendapatkan akses pasar potensial dengan IPO.