Susun Aturan Diskon E-Commerce, Kemendag Investigasi Predatory Pricing

Fahmi Ahmad Burhan
10 Maret 2021, 17:58
Susun Aturan Diskon E-Commerce, Kemendag Investigasi Predatory Pricing
ANTARA FOTO/APRILLIO AKBAR
Warga memilih barang-barang belanjaan yang dijual secara daring di Jakarta, Kamis (18/7/2019).

Kementerian Perdagangan (Kemendag) tengah menyusun aturan terkait diskon di e-commerce. Untuk itu, kementerian melakukan investigasi terlebih dulu guna memastikan ada tidaknya praktik predatory pricing yang membunuh Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM).

Menurut Organization for Economic Co-Operation and Development (OECD), predatory pricing merupakan strategi perusahaan menetapkan harga sangat rendah atau di bawah rerata pasar, dalam jangka waktu tertentu.

Sebelumnya, Menteri Perdagangan Muhammad Lutfi menyampaikan adanya penjual hijab dari luar negeri seharga Rp 1.900 per potong di e-commerce Tanah Air. Harga ini jauh di bawah ongkos produksi yang dianggap menciptakan nilai tambah bagi perekonomian.

Oleh karena itu, Kemendag berencana membuat aturan terkait diskon di e-commerce guna mengantisipasi praktik yang dapat membunuh UMKM lokal. “Ini masih tahap penyusunan,” kata Kasubdit Informasi Usaha Direktorat Bina Usaha dan Pelaku Distribusi Kemendag Ivan Fitrianto saat konferensi pers virtual, Rabu (10/3).

Sebelum itu, Kemendag perlu melakukan investigasi. "Kami harus melihat konsepnya bagaimana? Apakah strategi bisnis semata atau termasuk mematikan UMKM," ujar dia.

Kemendag juga berkoordinasi dengan Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) untuk memastikan ada tidaknya praktik predatory pricing dan kaitannya dengan persaingan usaha di e-commerce.

Peneliti Center of Innovation and Digital Economy Indef Nailul Huda mendukung langkah tersebut. “Memang harus dibuktikan terlebih dulu, baru mendefinisikan,” ujarnya kepada Katadata.co.id, Selasa (9/3).

Walaupun menurutnya proses investigasi tersebut akan kompleks. Itu karena, “predatory pricing terjadi ketika harga di bawah rata-rata biaya produksi. Harus hati-hati dalam menetapkan bukti," ujarnya.

Sebelumnya, Presiden Joko Widodo (Jokowi) menyatakan kekecewaannya terhadap praktik predatory pricing oleh penjual asing di e-commerce. Ia mendorong masyarakat mencintai produk lokal.

Hal itu mendorong Kemendag untuk membuat aturan yang mengantisipasi praktik predatory pricing. Selain itu, sebelumnya warganet menyoroti produk impor di e-commerce.

Tagar #ShopeeBunuhUMKM, #SellerAsingBunuhUMKM, dan Mr Hu pun masuk topik populer (trending topic) di Twitter pada Februari. Mr Hu ramai dibicarakan di media sosial, karena beberapa konsumen mengunggah gambar produk yang mereka beli di e-commerce.

Pada paket tertulis nama pengirim Mr Hu, yang alamatnya di Shangxue Industrial Park, Guangdong, Tiongkok. Warganet menilai, banyaknya produk impor dapat membunuh bisnis UMKM lokal.

Pada 2019, Asosiasi E-Commerce Indonesia (idEA) membantah bahwa produk impor menguasai platform marketplace di Tanah Air. Mereka mencatat, barang per paket yang penjualnya berasal dari luar negeri hanya 0,42%.

Berdasarkan laporan JP Morgan berjudul ‘E-Commerce Payments Trend: Indonesia’ pada 2019 pun menunjukkan, hanya 7% konsumen yang membeli produk impor di e-commerce. Namun, penjualan lintas-batas berkontribusi 20%.

Sedangkan mantan Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Wishnutama Kusubandio sempat mengeluhkan sulitnya mendorong konsumen untuk memakai produk busana lokal.

“Kuliner, upayanya tidak terlalu berat. Kalau kriya dan fashion, warga Indonesia terkadang masih suka produk luar negeri,” katanya dalam seminar virtual bertajuk ‘Festival Usaha Milik Kaum Milenial’, Oktober tahun lalu (26/10/2020).

Reporter: Fahmi Ahmad Burhan

Cek juga data ini

Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...