Shopee Ekspor 1,5 Juta Produk UMKM ke 6 Negara, Ada Lima Tantangannya
Shopee mengungkapkan telah mengekspor 1,5 juta produk Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) lokal ke enam negara. Perusahaan e-commerce mengatakan tidak mudah melakukan ekspor. Ada lima tantangan yang harus dihadapi UMKM dalam mengekspor produknya.
Tantangan pertama, yakni logistik dan operasional. "Sebab, semakin besar UMKM semakin banyak persediaan yang dikelola. Itu jadi semakin sulit," ujar Direktur Shopee Indonesia, Handhika Jahja dalam webinar Katadata bertajuk #BanggaBuatanIndonesia Tuan Rumah di Negeri Sendiri, Selasa (25/5).
Selama ini, barang yang diekspor tidak bisa secara langsung masuk dan dipasarkan di suatu negara. Makanya, Shopee membuat sistem pergudangan atau warehousing, agar bisa masuk ke negara tersebut.
Tantangan kedua terkait pembayaran. Mata uang tiap-tiap negara berbeda. Untuk mengatasi tantangan itu, Shopee kemudian membuat sistem escrow. Dokumen sah yang memuat perjanjian mengenai aset.
Escrow umumnya berupa uang yang dititipkan sementara kepada pihak ketiga. Shopee membuat rekening bersama yang dikelola pihak ketiga atau agen escrow.
Tantangan ketiga, perbedaan bahasa yang digunakan setiap negara. Untuk mengatasi tantangan itu, perusahaan membuat fitur penerjemah atau translation di platformnya.
Tantangan keempat, terkait pendanaan. Menurut Handhika, untuk mempercepat proses naik kelas, UMKM membutuhkan pendanaan yang cukup besar. "Makanya, kami bekerja sama dengan instansi lain untuk mnyediakan fasilitas pinjaman," ujarnya.
Tantangan kelima, yaitu pemasaran. Bagaimana caranya agar produk UMKM lokal bisa dikenal dan menjangkau pembeli di negara lain.
Salah satu cara yang dilakukan Shopee terkait pemasaran ini adalah merangkul UMKM besar atau korporasi agar bisa memasukan UMKM lokal ke dalam rantai pasoknya. Dengan begitu, produk UMKM lokal itu bisa dikenalkan di pasar luar negeri.
Hingga saat ini Shopee telah mengekspor 1,5 juta produk dari 180 ribu UMKM Tanah Air.
Shopee sudah menjangkau enam negara tujuan ekspor, yakni Thailand, Vietnam, Malaysia, Singapura, Filipina, dan yang terbaru pasar Brasil. Jutaan produk itu diekspor lewat kanal Kreasi Kreasi Nusantara dari Lokal untuk Global.
Head of Public Policy and Government Relations Shopee Radityo Triatmojo mengatakan sejak pandemi Covid-19 tahun lalu, permintaan ekspor untuk produk UMKM lokal cukup tinggi. Radityo mengatakan Shopee pun gencar menggaet UMKM lokal dan memperluas pasar tujuan ekspor luar negeri.
Pertumbuhan jumlah UMKM yang mengekspor produknya lewat Shopee cukup pesat. Shopee memulai program ekspor pada 2019 dengan melibatkan 10 UMKM binaan platformnya. Hanya ada ribuan produk pada pilot project program itu.
Per Agustus 2020, tercatat sudah 20 ribu UMKM yang telah mengekspor produknya melalui Shopee. Kini, produk UMKM yang diekspor melalui Shopee sudah mencapai 1,5 juta produk.
Radityo mengatakan Shopee tapi juga memberikan pendampingan kepada UMKM binaannya dengan menggandeng berbagai kementerian dan lembaga. "Kami memberikan pembekalan seperti cara pengemasan produk dan cara pengiriman," katanya.
E-commerce asal Singapura ini menyeleksi mitra yang akan mengikuti program Kreasi Nusantara. Kriterianya, mitra tersebut harus memproduksi barang sendiri atau bukan reseller. Shopee juga akan mengkaji kualitas produk dan kesiapan mitra memproduksi barang. Selain itu, riwayat transaksi mitra penjual harus baik.
Shopee juga meluncurkan program yang bertajuk "500.000 Eksportir Baru" yang dimulai pada awal Maret 2021 dan ditargetkan selesai 2030. Dalam menjalankan program tersebut, perusahaan berkolaborasi dengan berbagai pihak, seperti Sekolah Ekspor dari Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia dan Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah (Kemenkop UKM), serta Bank Indonesia (BI).
Porsi UMKM dan Produk Impor di E-Commerce
Shoppe mengklaim saat ini 98,1% dari empat juta penjual aktif di platform Shopee merupakan UMKM. Hanya 0,1% yang merupakan pedagang lintas negara. Produk penjual lokal pun masih mendominasi di Shopee yakni 97%. Secara rinci, penjualan produk UMKM di dalam ekosistem 71,4 %, lintas negara 3%, dan sisanya pedagang besar lokal.
Sementara peneliti Center of Innovation and Digital Economy Indef Nailul Huda mengatakan produk impor mendominasi penjualan di platform e-commerce (termasuk shopee). “Perkiraan saya, produk lokal hanya 4-5% saja pangsa pasarnya di platform," kata dia kepada Katadata.co.id, Februari lalu.
Prediksinya mengacu pada banyaknya pengecer atau reseller yang menjual barang impor. Mereka terhitung sebagai pedagang lokal, meski produk yang dijual sebenarnya dari impor.
Pada 2019, Kemenperin juga pernah menyatakan 90% produk yang dijual di e-commerce merupakan impor.
Meski begitu, Asosiasi E-Commerce Indonesia (idEA) membantah dan menyebutkan impor barang per paket yang penjualnya berasal dari luar negeri hanya 0,42%.
Laporan JP Morgan berjudul ‘E-Commerce Payments Trend: Indonesia’ pada 2019 pun menunjukkan hanya 7% konsumen yang membeli produk impor di e-commerce. Sementara penjualan lintas batas negara berkontribusi 20%.
Barang impor yang dibeli melalui di e-commerce paling banyak dari Tiongkok, kemudian Singapura dan Jepang. Sayangnya, JP Morgan tidak memerinci nilainya.