IPO Bukalapak Tak Menjamin Perusahaan Ungguli Shopee dan Tokopedia
Rencana e-commerce Bukalapak untuk menjual saham perdananya ke publik atau IPO di Bursa Efek Indonesia (BEI), diprediksi mampu menambah sengit persaingan di industri e-commerce Tanah Air. Meskipun potensi dana yang bakal diraup cukup besar, namun itu belum cukup menggeser pesaing beratnya seperti Shopee dan Tokopedia.
Dalam prospektus ringkasnya pagi ini (9/7), perusahaan menawarkan saham kepada masyarakat dengan harga IPO antara Rp 750 sampai Rp 850 per saham. Alhasil, perusahaan berpotensi meraup dana maksimal hingga Rp 21,9 triliun dan bakal menjadi IPO terbesar sepanjang sejarah Indonesia.
"Untuk menggeser Shopee dan Tokopedia saya rasa masih jauh. Perlu pendanaan yang lebih besar dan jangka waktu yang lebih lama," kata peneliti Center of Innovation and Digital Economy Indef Nailul Huda kepada Katadata.co.id, Jumat (9/7).
Huda menilai, kehadiran Bukalapak di pasar saham bisa memangkas jarak perusahaan dengan Shopee maupun Tokopedia yang saat ini memiliki jumlah kunjungan platform lebih tinggi. "Persaingan akan sangat ketat, tapi bagus bagi konsumen," ujarnya.
Menurut data iPrice, rata-rata kunjungan bulanan di Bukalapak memang masih di bawah Shopee dan Tokopedia. Pada kuartal keempat tahun lalu, Bukalapak mendapatkan jumlah rata-rata kunjungan bulanan 38,58 juta.
Shopee unggul sebagai platform dengan jumlah pengunjung situs terbesar di Indonesia yakni 129,3 juta. Disusul Tokopedia pada urutan kedua dengan rata-rata kunjungan per bulannya 114,67 juta.
Selain itu, IPO Bukalapak juga akan berpengaruh pada strategi pemain e-commerce dalam menggaet pangsa pasar. Ia mengatakan, strategi ke depan akan mengarah pada prospek turunan e-commerce lainnya.
"Ini bisa dilakukan dengan menyasar bisnis digitalisasi warung atau online to offline (O2O)," kata Nailul. Meski begitu, menurutnya, masih banyak juga pemain e-commerce yang menerapkan strategi promo atau 'bakar uang'.
"Sebab, konsumen sangat price oriented, pasti strategi yang digunakan masih ke promo," kata Nailul.
Sebelumnya, Direktur Investasi BRI Ventures William Gozali menilai, prospek layanan O2O akan semakin berkembang. “Efek pandemi Corona, startup yang mendorong rantai pasokan (suplai chain), prospeknya masih sangat bagus,” katanya tahun lalu.
Berdasarkan riset perusahaan sekuritas CLSA, biaya akuisisi konsumen alias customer acquisition costs (CACs) melalui mitra warung sekitar 10-20% yakni US$ 2 per pelanggan atau kurang dari Rp 30.000 dibandingkan cara umum. Selain itu, layanan O2O berkontribusi 10% terhadap total pengguna baru di e-commerce.
Adapun riset Euromonitor International 2018 menunjukkan, mayoritas masyarakat Indonesia, India, dan Filipina lebih suka berbelanja di toko kelontong.
Apalagi Bukalapak manyatakan bakal fokus mengembangkan lini bisnis O2O mereka yakni Mitra Bukalapak setelah IPO. "Kami siapkan strategi untuk fokus buka jaringan offline Mitra Bukalapak, terus digitalisasi warung dan berikan infrastruktur tambahan buat mereka," kata CEO Bukalapak Rachmat Kaimuddin dalam konferensi pers virtual, hari ini (9/7).
Hingga April 2021, Bukalapak berhasil menggaet 8 juta mitra untuk bergabung ke dalam layanan Mitra Bukalapak. Rahmat menyampaikan bahwa saat ini perusahaannya sudah menguasai 40% pasar digitalisasi warung.
Sedangkan, Tokopedia juga telah mengembangkan layanan O2O mereka dengan menggaet jutaan mitra warung pada tahun lalu. Jutaan warung itu telah melayani 50 juta lebih pelanggan sejak layanan O2O diluncurkan pada 2018 lalu. Mitra Tokopedia ini hadir di lebih dari 500 kabupaten/kota.
Perusahaan e-commerce lainnya, Blibli.com juga merambah layanan O2O lewat Click & Collect. Namun mitra yang digaet yakni peretail menengah ke atas seperti Alfamart. Pengguna bisa memesan produk lewat platform dan mengambil barangnya langsung di toko mitra.
Unicorn Tanah Air itu berencana menjual 25,76 miliar saham ke publik atau setara 25% dari total saham, dengan target perolehan dana hingga Rp 21,9 triliun. Dalam prospektusnya, Bukalapak berencana menggunakan 66% dana IPO untuk keperluan modal kerja.
Sementara itu, 15% dana akan digunakan untuk modal kerja entitas anak usaha yakni PT Buka Mitra Indonesia, dan sekitar 15% untuk PT Buka Usaha Indonesia. Sedangkan sisanya akan dibagi rata pada PT Buka Investasi Bersama, PT Buka Pengadaan Indonesia, Bukalapak Pte. Ltd, dan PT Five Jack.
Masa penawaran awal digelar sejak 9 Juli sampai 19 Juli 2021. Lalu, masa penawaran umum perdana saham dijadwalkan pada 28 Juli sampai 30 Juli 2021. Jika berjalan mulus maka pencatatan saham perdana Bukalapak di BEI direncanakan pada 6 Agustus mendatang.