Sisi Gelap E-Commerce: Modus Pengembalian Barang dan Ulasan Palsu

Kamila Meilina
31 Desember 2024, 16:22
modus pengembalian barang di e-commerce
ANTARA FOTO/Yulius Satria Wijaya/nym.
Warga menggunakan ponsel untuk berbelanja secara daring di salah satu situs belanja di Bogor, Jawa Barat, Selasa (14/5/2024).
Button AI SummarizeMembuat ringkasan dengan AI

Peneliti dari Royal Melbourne Institute of Technology atau RMIT Dr. Joshua Dwight mengungkapkan sejumlah sisi gelap layanan e-commerce di Asia Tenggara. Salah satu modusnya yakni pengembalian barang dan dana, meski produk sudah diterima.

Dr. Dwight menyebutkan lebih dari separuh populasi di Vietnam berbelanja online. Sektor e-commerce diperkirakan tumbuh 18% tahun ini atau US$ 22 miliar.

Data We Are Social juga menunjukkan hampir 60% pengguna internet di Indonesia berbelanja online per Januari 2024. Rinciannya sebagai berikut:

Dr. Dwight menyoroti pertumbuhan pesat transaksi e-commerce yang diiringi evolusi ancaman digital. “E-commerce sangat menjadi target pelaku kejahatan siber, karena mudah diakses,” katanya dikutip dari situs RMIT, Selasa (31/12). 

Ia mencatat pelaku kejahatan siber melakukan berbagai modus untuk mengeksploitasi platform e-commerce, seperti:

  1. Situs Palsu: Mereka menciptakan situs web palsu yang menyerupai platform e-commerce asli. Situs ini mengumpulkan data pengguna untuk digunakan dalam penipuan di masa depan, bahkan saat transaksi pembelian berjalan dengan sah.
  2. Serangan Langsung: Penyerang meluncurkan serangan denial-of-service untuk melumpuhkan situs web atau menggunakan injeksi kode berbahaya untuk melanggar keamanan platform.
  3. Malvertising: Iklan yang tampaknya sah digunakan untuk mengarahkan pengguna ke situs penipuan. Sayangnya, banyak platform tidak memverifikasi keabsahan pengiklan mereka, hanya fokus pada penjualan iklan.
  4. Klaim Pengembalian Dana Palsu: Oknum berpura-pura menjadi konsumen dan mengklaim tidak menerima produk untuk mendapatkan pengembalian dana, meskipun barang telah diterima.
  5. Manipulasi Ulasan: Toko online meminta teman atau pihak ketiga untuk menulis ulasan positif palsu. Praktik ini, meskipun tidak selalu ilegal, dapat menyesatkan konsumen dan merugikan reputasi platform.

Dr. Dwight menyebutkan kejahatan yang menyasar sektor e-commerce itu sistematis. Mereka membuka lowongan kerja untuk merekrut pekerja secara ilegal.

Pelamar kerja yang tertipu diperdagangkan ke Myanmar dan Kamboja untuk melakukan kejahatan siber, termasuk penipuan berkedok e-commerce.

Menurut dia, advokasi atau pendekatan edukasi perlu dilakukan seperti:

  • Pedagang: Meningkatkan verifikasi identitas pengguna dan sistem keamanan
  • Pengguna: Menjaga kewaspadaan dengan tidak membagikan informasi pribadi yang tidak perlu dan selalu memverifikasi tautan
  • Regulator: Meningkatkan kerja sama regional dan menciptakan protokol respons kejahatan dunia maya yang terstandarisasi

Reporter: Kamila Meilina

Cek juga data ini

Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...