BCA hingga BRI Siap Rambah Bank Digital, OJK Kaji Regulasi Khusus
Bank-bank besar seperti Bank Central Asia (BCA) hingga perusahaan digital dan teknologi Grab mulai merambah bank digital. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) pun sudah mengkaji regulasi terkait model bisnis ini.
Deputi Komisioner Institute dan Keuangan Digital OJK Sukarela Batunanggar mengatakan, ada beberapa regulasi terkait layanan bank berbasis digital. Salah satunya, Peraturan OJK (POJK) Nomor 12 Tahun 2018.
Aturan itu juga yang menjadi dasar bagi BCA hingga Bank Jago untuk menyediakan layanan keuangan berbasis digital. Namun, peraturan ini berbeda dengan di Singapura dan Hong Kong yang layanannya 100% digital atau tanpa kantor cabang.
OJK pun membuka peluang untuk menerbitkan regulasi baru yang spesifik mengatur bank digital. "Saat ini, regulasi itu masih dalam bentuk kajian. Kalau diperlukan, bakal disusun regulasinya," ujar Batunanggar kepada Katadata.co.id, Senin (27/7).
Kendati begitu, ia menekankan bahwa OJK tidak akan sepenuhnya meniru aturan Singapura dan Hong Kong terkait bank digital. “Itu tidak tepat. Kebijakan dan regulasi yang dibuat mengakomodasi perkembangan industri dan kebutuhan konsumen atau masyarakat," ujarnya.
Selain itu, OJK berfokus mendorong kolaborasi bank dengan perusahaan teknologi finansial (fintech) saat ini. Hal itu dilakukan untuk mendorong transformasi digital yang saling menguntungkan antara kedua belah pihak.
Meski belum ada regulasi yang mengatur secara spesifik terkait bank digital, beberapa perusahaan mulai merambah layanan ini. BCA misalnya, berencana mengubah nama Bank Royal Indonesia menjadi Bank Digital BCA pada semester II.
Bank milik Grup Djarum itu mengakuisisi Bank Royal pada November 2019.
Lalu, Bank Artos yang berubah nama menjadi Bank Jago akan berfokus menyediakan layanan berbasis digital.
BRI juga membuka peluang untuk mengonversi anak usahanya menjadi bank digital. Bank berpelat merah itu memiliki dua anak usaha yang juga bergerak di bisnis perbankan, yaitu BRI Agroniaga Tbk (AGRO) dan Bank BRI Syariah.
"Kalau BRI Syariah tidak mungkin dikonversi. Tapi BRI Agroniaga sangat mungkin," kata Direktur Utama BRI Sunarso, beberapa waktu lalu (23/7). Apalagi, BRI Agro meluncurkan aplikasi bernama Pinjaman Tenang (Pinang) tahun lalu.
Selain itu, perusahaan teknologi asing seperti WeChat Pay dan Alipay ingin merambah pasar keuangan Indonesia. Wechat Pay resmi beroperasi di Indonesia menggunakan jaringan PT Bank CIMB Niaga Tbk mulai bulan ini. Sedangkan pesaingnya, Alipay saat ini masih menunggu restu dari BI.
Lalu, Facebook menyuntikkan dana kepada Gojek. Bergabungnya raksasa teknologi Amerika Serikat (AS) itu di Gojek disebut-sebut sebagai jalan masuknya WhatsApp Pay ke Indonesia.
Namun, WhatsApp dan Facebook enggan berkomentar terkait kabar itu. "Kami belum ada pembaruan informasi terkait pembayaran (di Indonesia)," kata Direktur Komunikasi APAC WhatsApp Sravanthi Dev pada awal Juni lalu (4/6).
Meski begitu, ia menegaskan bahwa perusahaan tertarik untuk menyediakan layanan pembayaran ke Indonesia. "Kami sedang dalam percakapan dengan mitra. Tetapi tidak ada yang bisa kami bagikan saat ini," ujar dia.
Fintech pembiayaan seperti Akulaku juga ingin merambah layanan bank digital. "Kami dapat mencapai terobosan dalam hal perbankan berbasis mobile dan penerbitan kartu, karena layanan ini dapat dengan mudah diotomatisasi," kata CEO Akulaku William Li dikutip dari Kr-Asia.