Layanan Jouska Disetop, Ini 5 Aplikasi Perencana Keuangan Alternatif

Fahmi Ahmad Burhan
30 Juli 2020, 17:43
Layanan Jouska Disetop, Ini 5 Aplikasi Perencana Keuangan Alternatif
ANTARA FOTO/Rivan Awal Lingga/foc.
Ilustrasi, petugas menunjukkan angka pada kalkulator di tempat penukaran uang Dolarindo, Melawai, Jakarta, Rabu (22/7/2020).

Satgas Waspada Investasi (SWI) menghentikan operasional PT Jouska Finansial Indonesia, karena melakukan kegiatan usaha sebagai penasihat investasi dan agen perantara perdagangan efek tanpa izin. Namun, ada lima aplikasi perencana keuangan lain yang bisa dimanfaatkan.

Pertama, Mobills yang dapat memantau pengeluaran (expense tracker), menentukan bujet, dan mencatat semua transaksi pengguna. Fitur yang ada di dalamnya yakni manajemen kartu kredit, grafik dan laporan yang disesuaikan, manajemen sasaran keuangan, dan notifikasi pembayaran tagihan melalui email.

Beberapa layanan tersebut bersifat gratis. Pengguna wajib berlangganan, jika ingin menggunakan seluruh fitur yang tersedia.

Kedua, aplikasi besutan Bank Tabungan Pensiunan Nasional (BTPN), Jenius. Platform ini menawarkan fitur untuk mengatur penggunaan kartu debit atau kredit. Pengguna juga bisa mengirim uang, membuat kartu debit virtual, dan membuka tabungan deposito.

Saat ini, pengguna Jenius mencapai 2 juta lebih di Indonesia. Awal pekan ini, Jenius meluncurkan layanan pembayaran dengan standardisasi kode Quick Response (QR Code) alias QRIS. Hal ini untuk memfasilitasi konsumen dalam bertransaksi secara digital di tengah pandemi corona.

Ketiga, Halofina yang memiliki fitur Lifeplan. Pengguna bisa menentukan target menabung seperti untuk pernikahan, membeli rumah, kendaraan, pensiun, ibadah, dan lainnya.

Setelah menentukan total biaya dan target waktu, Halofina akan menghitung dan langsung memberikan rekomendasi investasi yang sesuai dengan profil risiko pengguna. 

Keempat, Cermati yang menyediakan informasi terkait produk keuangan. Dengan begitu, konsumen bisa mengambil keputusan dalam berinvestasi berdasarkan informasi itu. 

Pengguna juga dapat mengakses layanan lain seperti pinjaman, kartu kredit, asuransi, simpanan dan uang elektronik (e-money). Namun beberapa layanan menerapkan biaya komisi dari pemasaran produk. 

Cermati juga mempunyai fitur pembanding dan simulasi produk keuangan. Setiap bulan, ada sekitar lima hingga enam juta pengunjung ke platform ini.

Tahun ini,  jumlah pengunjung Cermati ditargetkan meningkat 50% menjadi 8 juta per bulan.

Terakhir, aplikasi CekAja.com yang menyediakan artikel finansial. Perusahaan menggumpulkan dan mengolah data yang bisa dimanfaatkan konsumen untuk mengambil keputusan terkait investasi.

CekAja.com melayani lebih dari 25 juta pengguna sejak pertama kali didirikan pada 2015.

Meski begitu, Ketua Satgas Waspada Investasi Tongam L Tobing mengimbau masyarakat memperhatikan legalitas perusahaan. Selain itu, mencermati besaran imbal hasil yang ditawarkan.

Jika imbal hasil yang ditawaran terlalu tinggi atau di atas rata-rata industri, masyarakat diminta waspada. “Apakah masuk akal? Sesuai dengan kewajaran penawaran imbal hasil yang ditawarkan perbankan," kata Tongam kepada Katadata.co.id, pekan lalu (27/7).

Imbauan itu merujuk pada kasus Jouska. Klien mengeluhkan kerugian puluhan juta setelah dana mereka dikelola oleh perusahaan.

Jouska menginvestasikan dana klien pada instrumen legal, yakni saham. Namun, Jouska tak memiliki izin sebagai penasihat investasi dan agen perantara perdagangan efek.

Berdasarkan hasil rapat koordinasi Satgas Waspada Investasi pekan lalu, Jouska melakukan kegiatan seperti manajer investasi, penasihat investasi, perusahaan sekuritas, Agen Penjual Efek Reksadana (APERD), dan lainnya tanpa izin usaha. Oleh karena itu, operasionalnya disetop.

Jouska diminta untuk mengajukan izin sebagai penasihat investasi dan agen perantara perdagangan efek, jika ingin melakukan kegiatan ini. Selain itu, seharusnya Jouska masuk regulatory sandbox Otoritas Jasa Keuangan (OJK), jika ingin menyediakan beragam layanan keuangan.

Dengan begitu, layanan keuangan berbasis digital masuk kategori Inovasi Keuangan Digital (IKD). Maka, perusahaan harus melalui regulatory sandbox untuk menguji keamanan penyelanggaraan layanan teknologi finansialnya (fintech).

Sejauh ini, Jouska bahkan belum mengajukan pendaftaran sebagai anggota Asosiasi Fintech Indonesia (Aftech). Padahal, Jouska menyediakan layanan keuangan berbasis digital, yang seharusnya masuk kategori fintech.

Ketua Harian Aftech Mercy Simorangkir pun mengimbau masyarakat untuk selalu teliti dan cermat sebelum menggunakan layanan fintech. "Gunakan layanan yang memiliki status tercatat, terdaftar maupun berizin di OJK dan Bank Indonesia (BI)," katanya.

Reporter: Fahmi Ahmad Burhan

Cek juga data ini

Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...