AFPI Peringatkan Risiko Moral Hazard pada Asuransi P2P Lending

Kamila Meilina
23 Januari 2025, 07:35
Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI) menanggapi langkah Otoritas Jasa Keuangan (OJK) yang tengah merancang produk asuransi khusus untuk fintech peer-to-peer (P2P) lending.
Muhammad Zaenuddin|Katadata
Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI) menanggapi langkah Otoritas Jasa Keuangan (OJK) yang tengah merancang produk asuransi khusus untuk fintech peer-to-peer (P2P) lending.

Ringkasan

  • Seekor Harimau Sumatra betina ditemukan mati terjerat di Nagari Sungai Pua, Sumatera Barat, dengan bekas luka pada kaki kiri.
  • Harimau tersebut dievakuasi ke Rumah Sakit Hewan Padang untuk nekropsi guna memastikan penyebab kematian selain akibat jeratan.
  • BKSDA Sumbar mengimbau warga agar berhati-hati dan tidak beraktivitas di kebun pada malam hari, serta mengandangkan ternak mereka untuk menghindari konflik dengan harimau.
! Ringkasan ini dihasilkan dengan menggunakan AI
Button AI SummarizeMembuat ringkasan dengan AI

Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI) menanggapi langkah Otoritas Jasa Keuangan (OJK) yang tengah merancang produk asuransi khusus untuk fintech peer-to-peer (P2P) lending. 

Ketua Umum AFPI, Entjik S. Djafar, menegaskan bahwa asuransi dalam fintech lending sebaiknya diposisikan sebagai opsi, bukan sebagai kewajiban yang harus dipenuhi oleh penyelenggara.

“Saya mau tegaskan, bahwa asuransi ini adalah opsi, bukan mandatori,” kata Entjik dalam acara Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI) Media Gathering, di Padalarang, Kabupaten Bandung Barat, Jawa Barat, Rabu (22/1). 

Salah satu kekhawatiran utama AFPI terkait penerapan asuransi wajib adalah potensi terjadinya moral hazard. 

Menurut Entjik, jika semua pinjaman diasuransikan, ada kemungkinan peminjam tidak merasa perlu melunasi kewajibannya karena sudah dilindungi oleh asuransi. Hal ini dapat berujung pada peningkatan gagal bayar secara massal yang pada akhirnya bisa membuat perusahaan asuransi bangkrut.

“Bayangkan kalau orang tahu pinjamannya sudah diasuransikan. Mereka merasa tidak perlu membayar. Bisa hancur republik ini. Bankrut semua perusahaan asuransi,” tegasnya.

AFPI juga menyoroti tantangan dalam menentukan premi asuransi yang wajar untuk industri P2P lending. Entjik mengungkapkan bahwa premi asuransi yang ditawarkan saat ini mencapai 30%, angka yang dinilai terlalu tinggi dibandingkan manfaat ekonomi bunga yang diperoleh lender, yang hanya berkisar 16%.

“Siapa yang mau bayar premi sebesar itu? Masa lender harus nombok?” katanya.

Entjik juga menyebut bahwa pihaknya telah melakukan riset ke beberapa negara, termasuk Inggris, yang dikenal sebagai negara dengan budaya asuransi yang kuat. 

Namun, berdasarkan wawancara dengan sejumlah perusahaan fintech di Inggris, mereka tidak menerapkan asuransi secara menyeluruh.

“Di London, mereka insurance-minded. Tapi begitu kita tanya, mereka bilang tidak semua fintech diasuransikan. Karena kalau risikonya tinggi, mereka (perusahaan asuransi) akan mundur,” tambahnya.

Kendati demikian, AFPI tetap membuka diskusi dengan OJK untuk mencari solusi terbaik yang menguntungkan semua pihak. Beberapa opsi yang sedang dipertimbangkan adalah pembentukan konsorsium atau pengembangan produk asuransi yang lebih sesuai dengan karakteristik industri P2P lending.

Baca artikel ini lewat aplikasi mobile.

Dapatkan pengalaman membaca lebih nyaman dan nikmati fitur menarik lainnya lewat aplikasi mobile Katadata.

mobile apps preview
Reporter: Kamila Meilina

Cek juga data ini

Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...