Berawal dari Kegelisahan, JALA Tech Beri Cuan Gede Bagi Penambak Udang

Intan Nirmala Sari
8 Maret 2022, 17:35
JALA Tech, Budidaya Tambak Udang
JALA Tech

Bahkan, di awal-awal investasi, pemilik lahan baru tambak udang berpotensi balik modal hanya dalam waktu setahun. Namun, Liris mengungkapkan untuk saat ini butuh waktu 2-3 tahun untuk bisa balik modal. Salah satu penyebabnya, karena tingginya biaya sewa container yang tinggi.

“Tapi tetap saja, cuannya besar, hanya saja risikonya besar,” ujarnya.

Liris menyebutkan 70 % hasil tambak udang Jala Tech di ekspor ke Amerika Serikat, Jepang, Cina dan Eropa. Porsi tersebut cukup besar, mengingat Indonesia masuk ke dalam daftar lima besar eksportir udang di dunia.

Sementara itu, mengutip data Badan Pusat Statistik (BPS), Liris mengatakan produksi udang Indonesia sebelum 2018 mencapai 500 ribu ton per tahun. Namun, capaian tersebut saat ini melambat dikisaran 300 ribu ton udang per tahun, lantaran risiko yang meningkat.

"Terbaru, harga sewa kontainer mahal, jadi berpengaruh ke harga udang. Tapi selama pandemi banyak penambak survive dan sukses, jadi ini masuk ke dalam industri yang bertahan," ujar Liris.

Ke depan, JALA Tech menargetkan pertumbuhan user 18 ribu, meningkat dari level awal 2022 di kisaran 12 ribu user. Selain itu, startup budidaya tambak ini juga menargetkan kenaikan kontribusi panen udang berkisar 6 ribu hingga 7 ribu ton. 

"Kalau tahun lalu, kita bantu panenin udang 1.100 ton udang. Kami juga akan ada bisnis baru akuisi tambak, akuisisi operasional tambak, targetnya (kontribusi panen) 2 ribu ton," katanya.

Tahun lalu, JALA Tech berhasil membukukan pendapatan sebanyak US$ 4,8 juta atau setara RP 69,12 miliar. Untuk tahun ini Liris menyatakan target pertumbuhan pendapatan bisa enam kali pertumbuhan atau sekitar US$ 28,8 juta. 

Untuk bisa mencapai target tahun ini, Liris mengaku ada berbagai tantangan yang perlu dihadapi, seperti tantangan edukasi pasar dengan teknologi baru JALA Tech. Di samping itu, masyarakat Indonesia juga banyak yang beranggapan bahwa udang mengandung banyak kolestrol, padahal semua makanan memiliki kolestrol. 

"Tapi kolestrol seafood, seperti udang termasuk kolestrol baik, tergantung mengolahnya," katanya. 

Di samping itu, sebagai enterpreneur alias wirausaha Tanah Air, Liris mengaku jaringan atau networking-nya di pasar domestik cenderung masih lemah. Namun sebaliknya, dia justru memiliki jaringan cukup luas di luar Indonesia. "Padahal network di dalam (negeri) penting, dan ini perlu saya kembangkan," ujarnya.

Halaman:
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...