Pertumbuhan Ekonomi Melesat 5,44%, Startup RI Makin Diminati Investor?
Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, pertumbuhan ekonomi Indonesia pada kuartal II 5,44% secara tahunan (year on year/yoy). Data makro ini bisa mendorong minat investasi ke startup Tanah Air?
Co-Founder sekaligus Managing Partner di Ideosource dan Gayo Capital Edward Ismawan Chamdani mengatakan, animo investasi ke startup tidak terlalu dipengaruhi oleh kondisi makro ekonomi. Khususnya pendanaan ke perusahaan rintisan tahap awal sampai seri A.
“Para investor, terutama modal ventura, lebih melihat peluang dari sisi model bisnis, kebutuhan konsumen atau demand,” kata Edward kepada Katadata.co.id, Jumat (5/8).
“Seberapa besar ceruk pasar yang ada dan digarap (oleh startup tersebut), serta timing (dalam berinvestasi),” tambah dia.
Meski begitu, peluang dan waktu bagi investor menanamkan modal ke startup, tidak selalu bergantung pada kondisi makro ekonomi. Pertimbangan investor sebagai berikut:
- Tren pola tertentu di suatu sektor
- Perubahan atau peluang yang belum tergarap
- Kemajuan teknologi
- Perubahan kebiasaan pasar
“Yang akhirnya memungkinkan disrupsi terjadi, dan banyak (faktor) lainnya yang tidak langsung berhubungan dengan kondisi ekonomi,” kata Edward.
“Sedangkan timing menjadi kunci suatu startup dan dukungan modal ventura untuk menjadi yang terdepan di sektor tersebut. Apabila menunggu kondisi makro berbalik bisa saja sudah telat gelombangnya,” ujarnya.
Namun Ketua Asosiasi Modal Ventura Untuk Startup Indonesia (Amvesindo) Eddi Danusaputro menilai, pertumbuhan ekonomi Indonesia yang melesat dapat mendorong minat investasi ke startup.
“Minat investor asing akan terkena dampak, jika melihat ekonomi Indonesia bertahan,” kata Eddi kepada Katadata.co.id, Jumat (5/8).
Pertumbuhan Ekonomi Indonesia di Tengah Ancaman Resesi
Ekonomi Indonesia masih tumbuh 5,44% di tengah ancaman resesi di sejumlah negara. Kepala BPS Margo Yuwono menjelaskan, Produk Domestik Bruto (PDB) atas dasar harga berlaku pada kuartal kedua mencapai Rp 4.919,9 triliun. Sedangkan PDB atas dasar harga konstan Rp 2.923,7 triliun.
Alhasil, pertumbuhan ekonomi Indonesia kuartal II dibandingkan dengan kuartal I (quarter to quarter/qtq) 3,72%. Sedangkan dibandingkan kuartal II 2021 atau yoy, tumbuh 5,44%.
Menurutnya, perekonomian Indonesia cukup baik ketika negara lain menghadapi ancaman resesi dan tingginya inflasi. Inflasi di Uni Eropa 9,6%, Inggris 8,2%, Amerika Serikat 9,1%, dan Korea Selatan 6,1%.
Sedangkan inflasi Indonesia pada Juli 4,94% dan Cina 2,5%. "Hasil survei Bloomberg juga menyampaikan kondisi dunia sedang tidak baik, karena ada 15 negara yang disurvei terkena dampak resesi,” ujar Margo dalam konferensi pers, Jumat (5/8).
“Indonesia berada di posisi kedua paling bawah dengan probabilitas 3%," tambah dia.
Menurutnya, Indonesia mendapatkan berkah atau windfall dari kenaikan harga komoditas di pasar global. Beberapa negara mitra dagang Nusantara memang mengalami perlambatan, bahkan kontraksi ekonomi terjadi di Amerika Serikat dan Cina.
Kondisi domestik juga membaik seiring mobilitas masyarakat yang kembali meningkat di tengah penurunan kasus Covid-19. Daya beli masyarakat juga terjaga seiring akselerasi konsumsi dan aktivitas produksi.
"Beberapa indikator terkait dengan pelonggaran mobilitas berdampak pada peningkatan jumlah penumpang untuk seluruh moda transportasi," ujarnya.