Strategi Bukalapak Bertahan saat Banyak Startup Warung Tutup dan PHK
“Kami telah berusaha melakukan berbagai inisiatif untuk menghadapi tantangan ini dengan mengurangi biaya operasi, meningkatkan efektivitas penjualan, mengubah kebijakan perjalanan, dan menghemat biaya penggunaan server,” demikian dikutip dari siaran pers Ula.
Sementara itu, startup Lummo dikabarkan tutup aplikasi Bukukas pada akhir bulan lalu (26/5). Perusahaan rintisan ini juga disebut-sebut sedang mengkaji merger dengan Mobile Premier League atau MPL.
Startup Lummo sebelumnya bernama Bukukas. Perusahaan rintisan ini berubah nama pada Januari 2022.
Beredar kabar di media sosial bahwa startup Lummo mengirimkan pesan kepada pengguna bahwa layanan Bukukas akan ditutup.
“Aplikasi Bukukas tidak lagi dapat digunakan setelah 26 Mei,” demikian dikutip dari tangkapan layar (screenshot) yang beredar di Twitter.
Berdasarkan pantauan Katadata.co.id, aplikasi Bukukas pun sudah tidak tersedia di Google Play Store. Katadata.co.id mengonfirmasi hal itu dan kabar mengkaji merger dengan MPL kepada Lummo. Namun belum ada tanggapan.
Investor ungkap alasan jatuhnya bisnis warung
Ketua Asosiasi Modal Ventura untuk Startup Indonesia (Amvesindo) Eddi Danusaputro mengatakan sektor ini masih menantang.
Dia memaparkan terdapat beberapa alasan startup warung digital mengalami kerugian, di antaranya:
- Product market fit atau kesesuaian produk dengan pasar yang belum ditemukan
- Biaya untuk akuisisi konsumen yang tinggi dan rendahnya minat konsumen untuk membayar layanan sejenis
- Margin tipis dan perlu volume besar
- Ada startup yang fokus cross selling terutama lending, sedangkan belum tentu itu yang dibutuhkan
Eddi menjelaskan naiknya biaya modal dan inflasi menyebabkan biaya modal meningkat drastis dan menyebabkan startup sektor ini kesulitan mendapatkan modal tambahan. “Karena model bisnis yg masih belum memberikan kinerja positif,” katanya kepada Katadata.co.id, bulan lalu (17/5).
Ia mengatakan ada beberapa startup sudah melakukan pemutusan hubungan kerja atau PHK dan pemotongan biaya. Hal tersebut dilakukan dengan harapan menjadi lebih atraktif di mata investor.
“Namun ternyata modal dari investor justru lari ke perusahaan yang lebih kuat fundamental finansialnya,” ujarnya.