Investasi ke Startup Indonesia Anjlok 67%, Bagaimana Tren Pendanaan 2025?
Investasi ke startup Indonesia anjlok 67% dari US$ 1,43 miliar selama Januari – November 2023 menjadi US$ 479 juta untuk periode yang sama tahun ini, menurut data Tracxn. Bagaimana tren pendanaan tahun depan?
Selain dari sisi nilai, volume putaran pendanaan turun dari 129 menjadi hanya 78 selama Januari – November tahun ini. Lima contoh startup yang meraih investasi yakni:
- Mimin: US$ 1,5 juta pada 18 November
- Cards: nilai tidak disebutkan, pada 7 November, investor yakni Katha VC
- Dash: nilai tidak disebutkan, pada 7 November, investor yakni The Radical Fund
- Chickin: US$ 20 juta, pada 30 Oktober, investor yaitu Granite Asia
- Finfra: US$ 2,5 juta pada 29 Oktober, investor yaitu Cento Ventures
Jumlah akuisisi startup juga turun dari 49 tahun lalu menjadi 26.
Meski begitu, Indonesia dan Vietnam masih menempati dua urutan teratas sebagai penyumbang terbesar pendanaan ke startup se-Asia Tenggara. Investasi ke perusahaan rintisan di kawasan turun 59% secara tahunan atau year on year (yoy) menjadi US$ 2,84 miliar melalui 420 putaran. Angkanya menurun 80% jika dibandingkan 2022 US$ 14,2 miliar.
Data Center of Economic and Law Studies atau CELIOS menunjukkan investasi ke startup Indonesia terus menurun. Rinciannya sebagai berikut:
- 2021: Rp 144 triliun
- 2022: Rp 68 triliun
- 2023: Rp 25,31 triliun
Ekonom CELIOS Nailul Huda mengungkapkan penurunan investasi ke startup disebabkan oleh beberapa faktor. “Salah satunya tech winter,” kata Nailul dalam diskusi Indonesia Digital Economy Outlook 2025, di Hotel Mercure Jakarta Sabang, Jakarta Pusat, Kamis (19/12). Tech winter yakni istilah yang merujuk pada tren penurunan investasi ke perusahaan rintisan secara global.
Tren Investasi Startup 2025
Nailul memperkirakan pendanaan ke startup masih seret tahun depan. Faktor pendorongnya sebagai berikut:
- Kebijakan ekonomi global
Kebijakan kenaikan suku bunga acuan oleh Federal Reserve atau The Fed misalnya, akan meningkatkan biaya pendanaan alias cost of fund, sehingga investor global menjadi lebih selektif.
- Regulasi di Indonesia
- Kegagalan bisnis startup yang turut memengaruhi persepsi investor terhadap ekosistem digital Indonesia
“Kasus-kasus startup yang gagal mencapai profitabilitas setelah mendapatkan pendanaan besar membuat investor semakin berhati-hati. Era ‘bakar uang’ sudah tidak relevan lagi. Sekarang startup dituntut untuk berada di jalur profitabilitas,” katanya.
“Modal ventura juga mengubah paradigma dari berfokus menggenjot valuasi startup, menjadi mengutamakan keuntungan dalam waktu singkat,” Nailul menambahkan.
Sementara itu, Senior Investment Associate AC Ventures Larry Susanto menyampaikan perusahaan optimistis terhadap prospek pendanaan startup pada 2025. “Kami percaya, minat investasi di kawasan ini akan meningkat pada tahun depan,” ujar dia kepada Katadata.co.id.
Hal ini antara lain dipengaruhi oleh sejumlah faktor seperti:
- Lingkungan suku bunga yang lebih menguntungkan dan tekanan inflasi yang mulai mereda
- Meskipun volume transaksi menurun selama setahun terakhir, AC Ventures melihat peningkatan ukuran transaksi, yang menunjukkan tekanan valuasi semakin berkurang
- Beberapa modal ventura di Asia Tenggara mengumumkan penutupan dana baru
- Masih banyak startup dengan inovasi menarik yang tidak hanya menangani masalah mendesak, tetapi juga telah mencapai profitabilitas atau berada dalam jalur yang jelas menuju profitabilitas
Ia juga mengungkapkan sektor startup yang masih diincar oleh investor, di antaranya:
- Konsumen
- Business to Business atau B2B berupa Software as a Services atau SaaS
- Climate tech
Modal ventura yang berdiri pada 2019 itu mengelola dana lebih dari US$ 500 juta Asset Under Management atau AUM. AC Ventures telah berinvestasi di 120 perusahaan dengan 14 di antaranya berhasil exit seperti merger, akuisisi, atau pencatatan saham perdana alias IPO.