Menteri Kominfo Ungkap Progres Pengembangan 5G di Indonesia

Fahmi Ahmad Burhan
10 Desember 2020, 11:41
Menteri Kominfo Ungkap Progres Pengembangan 5G di Indonesia
ANTARA FOTO/REUTERS/Steve Marcus
Jordan Itakin berjalan melewati tampilan teknologi nirkabel broadband 5G di stan Intel saat CES 2018 di Las Vegas, Nevada, Amerika Serikat, Selasa (9/1/2018).

Beberapa negara sudah menerapkan jaringan internet generasi kelima alias 5G. Jepang dan Tiongkok bahkan bersiap mengadopsi 6G. Di Indonesia, Menteri Komunikasi dan Informatika (Kominfo) Johnny Plate mengatakan, pemerintah sudah menguji coba teknologi ini.

“Uji coba itu terkait pmembelajaran jarak jauh melalui interaksi holografik, operasi jarak jauh, internet of things (IoT) untuk kota pintar (smart city) dan kendaraan otonom saat Asian Games 2018,” ujar Johnny dalam acara International Virtual Conference: Indonesia 5G Roadmap and Digital Transformation’, Kamis (10/12).

Tahun ini, kementerian memfokuskan uji coba terkait kemungkinan koeksistensi antara jaringan 5G dan Fixed Satellite Service (FSS) untuk digunakan di pita 3,5 GHz. Ini salah satu langkah untuk mempercepat alokasi spektrum 5G.

Langkah itu dinilai penting untuk memenuhi kebutuhan spektrum frekuensi 2.047 MHz dalam pemanfaatan jaringan seluler broadband, baik 4G maupun 5G di semua lapisan pada 2024. “Sangat penting untuk menanam dan menumbuhkan kembali spektrum 5G ini,” ujar dia.

Sedangkan kandidat broadband yang akan digunakan untuk 5G tertera pada Tabel di bawah ini:

LapisanSpektrum frekuensi
Rendah700/800/900 MHz
Tengah1,8 / 2,1 / 2,3 / 2,6 / 3,3 / 3,5 GHz
Atas26/28 GHz

Sumber: Kominfo

Selain spektrum, pemerintah berencana memanfaatkan microwave link secara optimal. “Ini karena frekuensi e-band yang sangat tinggi (70-80 GHz) dan v-band (60 GHz) dapat melayani backhaul berkapasitas tinggi untuk layanan broadband,” ujarnya.

Microwave link menjadi opsi kedua setelah kabel serat optik atau fiber. Ini karena fiberisasi membutuhkan biaya besar.

Johnny menyadari bahwa penerapan jaringan 5G akan memakan belanja modal yang besar, khususnya untuk penyediaan small-cell densification 5G dan ekosistem digital yang canggih. Oleh karena itu, pemerintah mengatur perihal berbagi infrastruktur telekomunikasi pada Undang-undang atau UU Omnibus Law Cipta Kerja. “Ini akan menciptakan efisiensi akhir yang digabungkan dengan pangsa pasif. Berbagi ini berlaku untuk infrastruktur dan jaringan aktif,” katanya.

Selain itu, ia menilai bahwa ibu kota negara yang baru menjadi kandidat terbaik dan potensial untuk menerapkan 5G pertama di Tanah Air.  "Beberapa kawasan industri dan area publik dengan lalu lintas tinggi juga dimungkinkan mengadopsi 5G,” ujar Johnny.

Ia menyampaikan, jaringan 5G akan menjadi game changer atau pengubah permainan dengan dampak yang luas pada konektivitas di Nusantara. Teknologi ini juga dinilai menjadi tulang punggung transformasi digital dan pendorong utama pertumbuhan ekonomi.

“Kami harus bekerja keras untuk melaksanakan tugas besar dalam mengadopsi teknologi baru. Ini untuk meningkatkan produktivitas melalui jaringan 5G dalam waktu dekat,” ujar dia.

Di satu sisi, pemerintah juga berfokus memperluas cakupan 4G. Saat ini, ada 12.548 desa yang belum terakses internet 4G. Rinciannya, 9.113 desa masuk wilayah tertinggal, terdepan dan terluar (3T), sementara 3.435 lainnya di luar daerah itu.

Sebelumnya, Direktur Jenderal Sumber Daya dan Perangkat Pos dan Informatika Kementerian Kominfo Ismail menyatakan, belum dapat menjamin 5G tersedia dalam tiga tahun. “Itu tergantung kesiapan banyak hal seperti ekosistem, penggunaan (usecase) dan monetisasi, frekuensi, dan lainnya,” katanya kepada Katadata.co.id, September lalu (29/9).

Ia menyebutkan, ada empat tantangan yang harus diatasi dalam pengembangan 5G di Indonesia. Pertama, fiberisasi kabel atau upaya memodernisasi jaringan dengan cara menghubungkan BTS melalui jalur fiber.

Untuk itu, perangkat BTS harus diperbarui. Selain itu, peranti pengirim sinyal gelombang mikro (microwave) pada kabel diubah menjadi fiber optik.

Tanpa fiberisasi, kecepatan internet dengan penerapan 5G tidak akan maksimal. “Akan terjadi perlambatan atau bottlenecking di jaringan masing-masing operator, sehingga masyarakat tidak memperoleh manfaat 5G secara maksimal,” katanya.

Ia tidak ingin mengulang kesalahan yang sama dari penerapan 2G hingga 4G. Oleh karena, infrastruktur termasuk jaringan fiber ingin dipersiapkan terlebih dulu sebelum menerapkan 5G. “Fiberisasi ini isu krusial,” kata dia.

Kedua, harmonisasi regulasi dengan pemerintah daerah (pemda). Utamanya, untuk memberikan kemudahan dan fleksibilitas lebih kepada operator telekomunikasi dalam mengakses tiang, saluran, dan gedung saat membangun jaringan 5G.

Ketiga, frekuensi. Terakhir, mengkaji ekosistem yang tepat untuk menggunakan 5G, salah satunya di kawasan industri.

Reporter: Fahmi Ahmad Burhan

Cek juga data ini

Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...