Bos Lippo Group Perkirakan Nilai Perusahaan Teknologi Capai Rp 1.000 T
Direktur Eksekutif Lippo Group, John Riady memprediksi nilai perusahaan teknologi di Indonesia sudah berkisar ribuan triliun. Angka tersebut meningkat signifikan, dibandingkan capaian 2014 yang masih di level Rp 1 triliun.
“Pada 2014, value dari seluruh perusahaan teknologi di Indonesia hanya berkisar Rp 1 triliun. Saat ini dengan semakin majunya perusahaan tersebut, nilainya bisa mencapai Rp 1.000 triliun,” kata John dalam World Economic Forum Annual Meeting (WEFAM) 2022 di Davos, Swiss, melansir keterangan resmi, Minggu (29/5).
Indonesia sejauh ini memainkan peran strategis dalam pertumbuhan ekonomi digital di regional Asean. Pernyataan itu sejalan dengan fakta yang dicatat dalam riset Google dan Bain yang memaparkan bahwa pertumbuhan ekonomi digital di Indonesia mengalami lonjakan tajam sejak 2019.
Bahkan dalam suatu riset, disebutkan pada 2030 ekonomi digital di Indonesia akan mencapai nilai US$ 330 miliar atau setara Rp 4,785 triliun (kurs Rp 14.500). Terjadi peningkatan lima kali lipat dari 2021 yang sebesar US$ 70 miliar.
John menilai, prediksi tersebut bukan hal yang mengagetkan. Menurutnya, diukur dari sudut valuasi perusahaan teknologi digital saja, terjadi peningkatan 1.000 kali lipat dalam delapan tahun terakhir.
Selain itu, Bos Lippo Group tersebut juga memandang perkembangan teknologi saat ini masih berada di titik awal. Dia membandingkan teknologi market value Indonesia dengan negara maju lainnya seperti Cina dan Amerika, masih sangat kecil.
“Contohnya yang tercatat di Indonesia mungkin teknologi total 3 %, barangkali sekarang 4 %-5 %. Di Cina, MSCI Index teknologi itu ada 26 %,” ujar John .
Menurutnya, salah satu faktor terbesar yang membuat penetrasi teknologi semakin masif, yakni perubahan perilaku konsumen dan pola hidup masyarakat. “Dan Indonesia itu dihuni sekitar 280 juta populasi, ini yang menjadi peluang besar,” katanya.
Di samping itu, pembahasan yang mempertemukan para pebisnis, figur publik, dan pejabat pemerintahan tersebut, menyimpulkan bahwa Covid-19 justru membantu negara-negara Asean mengakselerasi teknologi digital.
Terjadi peningkatan pengguna internet lebih dari 10 % dalam setahun belakangan. Hal tersebut dianggap sebagai kekuatan penting yang bakal menopang kehidupan masyarakat ke depan, terutama di bidang ekonomi.
Salah satu yang disorot adalah potensi perkembangan pasar internet yang akan terus tumbuh secara signifikan di Asean. “Dalam dekade ini, ekonomi berbasis digital atau internet akan berkontribusi hampir US$ 1 triliun terhadap PDB Asean,” kata Menteri Perekonomian RI, Airlangga Hartarto dalam kesempatan yang sama.
John juga sepakat bahwa teknologi digital telah memainkan peran penting dalam pembangunan ekonomi. Apalagi, Indonesia merupakan negara terbesar di Asean, sehingga harus bisa melihat perkembangan digitalisasi di tingkat regional tersebut.
Kawasan Asia Tenggara juga diprediksi bisa menembus peringkat keempat perekonomian terbesar dunia pada 2030. Untuk itu, pertumbuhan PDB signifikan di kawasan Asean, diperkirakan akan berkesinambungan.
Selama dekade berikutnya, setiap 1 dari 6 rumah tangga yang memasuki kelas konsumsi dunia akan berasal dari Asean,” ujar John.
Di samping itu, Asean juga memiliki potensi pasar sangat besar dan sumber daya yang cukup. Pada 2030, populasi usia kerja Asean akan meningkat sebesar 40 juta, pada saat populasi Cina diperkirakan berkurang 30 juta.
“Dan perbedaan ini akan terus mendalam selama 30 tahun ke depan,” kata John.
Seluruh perkembangan yang terjadi di kawasan ini melibatkan kemajuan digitalisasi perekonomian. Asean saat ini menjadi rumah bagi 400 juta pengguna internet, dengan ekonomi digital bernilai lebih dari US$ 100 miliar.
John menilai, tidak berlebihan jika menilai Asean bakal menjadi kekuatan ekonomi dan teknologi berikutnya di dunia. “Tantangannya adalah, bagaimana memastikan pertumbuhan ini berkelanjutan dan bahwa transformasi digital memberikan manfaat yang inklusif dan nyata bagi semua orang di Asean,” kata John.