Polri dan BSSN Selidiki Penyebab Pusat Data Nasional Down, Hacker?
Kepolisian dan Badan Siber dan Sandi Nasional atau BSSN mendalami penyebab Pusat Data Nasional Sementara 2 gangguan sejak 20 Juni. Apakah karena hacker atau peretas?
“Kami sedang mengumpulkan informasi dan mendalami itu lewat kerja sama dengan BSSN terkait apakah ada kendala teknis atau hal lain,” kata Kapolri Jenderal Pol. Listyo Sigit Prabowo ketika ditemui di Gedung Tribrata, Jakarta Selatan, Senin (24/6).
Akan tetapi, ia tidak memerinci apakah penyebab Pusat Data Nasional Sementara 2 gangguan karena hacker.
Kapolri mengatakan pada Sabtu (22/6), instansinya kerja sama dengan BSSN terkait asesmen pada sistem keamanan Pusat Data Nasional Sementara 2. Apabila ditemukan permasalahan hukum, maka akan diproses oleh kepolisian.
“Ini sudah biasa kami lakukan oleh teman-teman yang membidangi siber,” kata dia.
Gangguan pada Pusat Data Nasional Sementara 2 berdampak pada beberapa layanan publik, salah satunya keimigrasian.
Kominfo atau Kementerian Komunikasi dan Informatika menggaet lembaga dan instansi, seperti Polri, BSSN, Telkom, dan Polri dalam memulihkan Pusat Data Nasional Sementara 2.
Sementara itu, Chairman Lembaga Riset Keamanan Siber CISSReC Pratama Persadha mengungkapkan beberapa potensi penyebab Pusat Data Nasional down atau mengalami gangguan, di antaranya:
- Gangguan suplai listrik
- Kerusakan server
- Gangguan koneksi internet
- Serangan siber seperti DDoS atau Ransomware
“Jika memang gangguan terjadi karena serangan siber, maka risiko yang mengancam semakin besar karena tidak hanya mengganggu layanan namun juga bisa mengakibatkan kebocoran data pribadi,” kata Pratama dalam keterangan pers, Jumat (21/6).
Ia mencatat, pernah terjadi serangan siber kepada layanan imigrasi yang mengakibatkan kebocoran 34 juta data paspor.
“Yang lebih berbahaya lagi jika peretas bisa sampai mengakses server di Pusat Data Nasional yang tentu saja kebocoran data yang terjadi tidak hanya akan menimpa Ditjen Imigrasi namun juga institusi lainnya yang menggunakan Pusat Data Nasional untuk menyimpan data warga masyarakat,” ujar dia.
Jika melihat dari pola gangguan yang terjadi, Pratama menilai ada kemungkinan masalah yang terjadi pada Pusat Data Nasional disebabkan karena serangan siber dengan metode ransomware, seperti hal nya yang menimpa Bank Syariah Indonesia atau BSI.
Apabila memang masalah yang dihadapi oleh Pusat Data Nasional merupakan masalah teknis, menurut dia tidak akan memakan waktu selama itu. Masalah suplai listrik bisa segera diatasi dengan menggunakan catuan listrik dari gardu lainya atau menggunakan genset untuk catuan sementara.
Demikian juga jika yang bermasalah adalah koneksi internet seperti putusnya kabel fiber optik yang masuk ke Pusat Data Nasional, masih bisa ditanggulangi dengan cepat menggunakan koneksi radio Point-to-Point yang memiliki bandwidth besar dan tidak membutuhkan waktu lama untuk melakukan instalasi.
Begitu pula jika terkena serangan siber dengan metode DDoS, seharusnya waktu penanggulangan yang dibutuhkan juga tidak akan selama ini. Sebab, bisa dengan mudah diselesaikan dengan memanfaatkan perangkat Anti-DDoS dan bekerja sama dengan penyedia layanan internet alias Internet Service Provider (ISP) untuk menambah kapasitas bandwidth dan membantu mengatasi DDoS.
“Dengan melihat kejadian ini, menggunakan Pusat Data Nasional bisa membahayakan negara, jika tidak dilengkapi dengan pengamanan yang kuat, sehingga masing-masing instansi pemerintah yang hosting di Pusat Data Nasional harus membuat Business Continuity Plan (BCP) yang kuat sehingga tidak bergantung 100 ℅ kepada infrastruktur PDN,” kata Pratama.
Menurut dia, Pusat Data Nasional harus menjelaskan penyebab gangguan dan dan risikonya secara gamblang.