Pengolahan Biodiesel dari Kelapa Sawit Masih Hasilkan Emisi Karbon
Penggunaan minyak sawit sebagai biofuel atau bahan bakar nabati (BBN) jenis biodiesel saat ini masih jauh dari netral terhadap iklim. Direktur Eksekutif Traction Energy Asia Tommy Pratama mengatakan pengolahan kelapa sawit masih menghasilkan emisi yang besar.
Tommy mengatakan dalam pembuatan BBN dari minyak sawit mentah, dua emisi terbesarnya berasal dari pembukaan lahan dan oksidasi lahan gambut. Selain itu, ada emisi N20 dari penggunaan pupuk dan emisi metana dari limbah cair pabrik kelapa sawit.
“Dalam produksi setiap 1 ton minyak sawit mentah, rentang emisi yang dihasilkan antara 0,5 ton CO2e sampai 16,04 ton CO2e,” kata Tommy dalam diskusi media “Meneropong Bioenergi di Tangan Calon Presiden dan Wakil Presiden 2024-2029" secara daring, Rabu (10/1).
Tommy menuturkan untuk membuat 1 liter biodiesel, misalnya, dibutuhkan 0,832 kilogram (kg) minyak sawit mentah. “Total emisi dari pengolahan minyak sawit mentah melepaskan emisi 0,21 kilogram karbondioksida ekuivalen (CO2e) per 1 liter biodiesel,” ujarnya.
Tommy mengatakan emisi dari bioenergi tidak boleh hanya dihitung dari penggunaannya sebagai bahan bakar, akan tetapi harus dari seluruh prosesnya mulai dari pembukaan lahan sampai ke tangan konsumen. Namun, ia mengatakan dalam konteks transisi energi, pengembangan bioenergi masih tetap perlu dilakukan.
Akan tetapi, harus ditetapkan tenggat waktu kapan berhenti penggunaan bioenergi sambil mengembangkan sumber energi terbarukan lain seperti surya, panas bumi, angin, arus laut, dan lain-lain. "Bionergi adalah strategi transisi Amerika Serikat (AS) dan Eropa. Jangan sampai kita mengekor mereka padahal kita punya potensi energi bersih lainnya," ujarnya.
Sementara itu, Pemerintah mengklaim biodiesel dapat mengurangi emisi CO2. Direktorat Jenderal Energi Baru, Terbarukan, dan Konservasi Energi (EBTKE) Kementerian ESDM mengatakan campuran biodiesel ke dalam minyak solar sebesar 30% (B30) berhasil menurunkan emisi gas rumah kaca hingga 27,8 juta CO2e dengan alokasi kuota biodiesel sebanyak 11 juta Kiloliter (KL). Nilai ekonomi yang dihasilkan mencapai lebih dari US$10 miliar.
"Sedangkan pada 2023, kuota biodiesel ditetapkan sebesar 13,15 juta kL dan diharapkan nilai manfaat dari program ini dapat mencapai lebih dari US$ 11,2 miliar," demikian pernyataan Kementerian ESDM.
Setelah sukses dengan B30, pemerintah mengembangkan biodiesel berbasis minyak sawit ke dalam minyak solar sebesar 35% (B35). Proyek ini diklaim bisa menjadi contoh bagi negara lain dalam pengembangan biodiesel. Adapun, implementasi dari program B35 sudah mulai dilakukan sejak 1 Agustus 2023.