BSN Terbitkan Empat SNI Terkait CCS
Badan Standardisasi Nasional (BSN) menerbitkan empat Standar Nasional Indonesia (SNI) terkait penangkapan dan penyimpanan karbon atau carbon capture storage (CCS). Teknologi CCS bisa diterapkan oleh industri yang menghasilkan banyak emisi.
"SNI CCS itu diadopsi dari ISO, intinya bagaimana agar kita mengurangi semaksimal mungkin efek rumah kaca, utamanya karbon dioksida," kata Kepala BSN Kukuh S Achmad di Jakarta, Kamis (12/1) seperti dikutip dari Antara.
Menurut dia, langkah penetapan empat SNI tersebut merupakan bagian dari komitmen BSN untuk menciptakan iklim usaha yang berkelanjutan dan tidak terus menggunakan energi fosil. Meskipun saat ini masih banyak kontroversi CCS yang diduga sebagai upaya untuk menipu agar perusahaan terlihat seperti menerapkan kebijakan berkelanjutan atau greenwashing.
"Ini tidak mudah seperti membalikkan telapak tangan, mengingat peta jalan nol emisi karbon kita sampai 2025 saja masih 23 persen, itu pun belum bisa sepenuhnya kita capai. Untuk itu, kita harus mendukung upaya apapun untuk mengurangi emisi gas rumah kaca," katanya.
Adapun empat SNI CCS yang ditetapkan oleh BSN di tahun 2023 yakni sebagai berikut:
- SNI ISO 27914:2017 Penangkapan, transportasi, dan penyimpanan geologis karbon dioksida-penyimpanan geologis,
- SNI ISO/TR 27915:2017 Penangkapan, transportasi, dan penyimpanan geologis karbon dioksida-kuantifikasi dan verifikasi,
- SNI ISO/TR 27918:2018 Manajemen risiko daur hidup proyek penangkapan dan penyimpanan karbon dioksida terintegrasi,
- SNI ISO/TR 27923:2022 Penangkapan, transportasi, dan penyimpanan geologis karbon dioksida-Operasi injeksi, infrastruktur, dan monitoring.
Sebelumnya, Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Kemenko Marves) menegaskan strategi Indonesia untuk menjadi hub penangkapan dan penyimpanan karbon (carbon capture storage atau CCS).
Deputi Bidang Kedaulatan Maritim dan Energi Kemenko Marves, Jodi Mahardi, menyebut Indonesia berdiri di garis depan era industri hijau dengan potensi kapasitas penyimpanan CO2 yang mencapai 400 hingga 600 gigaton di depleted reservoir dan saline aquifer.
Potensi itu memungkinkan penyimpanan emisi CO2 nasional selama 322 hingga 482 tahun, dengan perkiraan puncak emisi 1,2 gigaton CO2-ekuivalen pada tahun 2030.
"Dalam upaya mencapai net zero emission pada 2060, Indonesia berambisi mengembangkan teknologi CCS dan membentuk hub CCS. Inisiatif ini tidak hanya akan menampung CO2 domestik tetapi juga menggali kerja sama internasional," kata Jodi.
Adapun target nol emisi karbon merupakan upaya Indonesia untuk turut mendukung target pembangunan berkelanjutan atau SDGs internasional agar suhu bumi tidak naik di atas 1,5 derajat Celcius.