Pemerintah Batasi Penyimpanan Karbon Luar Negeri Maksimal 30%

Rena Laila Wuri
21 Februari 2024, 16:02
Petugas memeriksa keran pipa sumur saat proses injeksi CO2 di sumur JTB-161 Mundu, Jatibarang, Indramayu, Jawa Barat, Rabu (26/10/2022). Pertamina melakukan injeksi perdana CO2 ke sumur minyak sebagai langkah awal penerapan teknologi Carbon Capture, Utili
ANTARA FOTO/Dedhez Anggara./hp.
Petugas memeriksa keran pipa sumur saat proses injeksi CO2 di sumur JTB-161 Mundu, Jatibarang, Indramayu, Jawa Barat, Rabu (26/10/2022). Pertamina melakukan injeksi perdana CO2 ke sumur minyak sebagai langkah awal penerapan teknologi Carbon Capture, Utilization & Storage (CCUS) untuk meningkatkan produksi minyak dalam negeri.
Button AI SummarizeBuat ringkasan dengan AI

Pemerintah mewajibkan kontraktor dan pemegang Izin Operasi Penyimpanan yang menyelenggarakan bisnis carbon capture storage (CCS) cross border hanya mengalokasikan 30% dari total kapasitas dapat digunakan untuk karbon yang berasal dari luar negeri. Sementara untuk penyimpanan domestik dialokasikan sebesar 70%.

Aturan ini tertuang dalam Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 14 Tahun 2024 tentang Penyelenggaraan Kegiatan Penangkapan dan Penyimpanan Karbon. 

DirekturJenderal Minyak dan Gas (Migas) Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Tutuka Ariadji, mengatakan presentase tersebut bisa disesuaikan kebutuhan kedepannya sesuai dengan mekanisme Satuan Tugas (Satgas) yang dibentuk Kementerian Koordinator bidang Kemaritiman dan Investasi (Kemenko Marves).

“Apabila nanti dibutuhkan lebih besar maka melalui mekanisme pembahasan di Satgas,” kata Tutuka saat Penutupan Bulan K3 Nasional di Kantor Lemigas, Jakarta, Selasa (20/2).

Adapun Satgas akan menetapkan penyesuaian alokasi kapasitas penyimpanan karbon setelah mendapatkan persetujuan presiden.

Tutuka menegaskan, ada persyaratan yang harus dipenuhi perusahaan luar negeri yang akan menyimpan emisi karbonnya di Indonesia. Penyimpanan karbon yang berasal dari luar negeri, hanya dapat dilakukan oleh penghasil Karbon yang melakukan investasi atau terafiliasi dengan investasi di Indonesia. 

Kemudian pengangkutan penyelenggaraan CCS lintas negara (cross border) dilakukan perjanjian kerja sama bilateral antarnegara. Perjanjian kerja sama itu juga dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai perjanjian internasional.

“Misalnya dengan Singapura, Jepang harus ada MoU antar negara. Baru turunanya nanti B2B, yang penting MoU antar negara harus ada dulu,” ucapnya.

Tutuka mengatakan, kerjasama bilateral ini untuk menjaga agar tidak penyimpanan emisi karbon tidak masuk dalam perhitungan yang sama dengan pencapaian target NDC.

Sebelumnya, Deputi Bidang Koordinasi Kedaulatan Maritim dan Energi Kemenko Kemaritiman dan Investasi (Marves), Jodi Mahardi, mengatakan Perpres ini membuka peluang penyimpanan karbon antarnegara atau cross border CCS.

Jodi memastikan nantinya alokasi untuk CCS domestik akan lebih besar untuk menampung ketersediaan domestik. Namun, potensi cross border diperlukan untuk bisa mencapai target Indonesia sebagai regional hub CCS.

“Kenapa kita membuka untuk cross border adalah untuk mencapai aspirasi kita menjadi regional hub untuk jadi CCS," kata Jodi, Selasa (23/1).

Jodi mengatakan, pengembangan CCS membutuhkan investasi besar. Peluang cross border CCS diharapkan akan membantu investasi masuk sehingga mengurangi biaya pengembangan dan pemanfaatan teknologi tersebut.

Reporter: Rena Laila Wuri

Cek juga data ini

Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...