UNEP Peringatkan Produksi Sampah Berbahaya Makin Melonjak

Hari Widowati
29 Februari 2024, 11:55
Laporan Program Lingkungan Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNEP) menyebut produksi sampah menyebabkan kerugian ratusan miliar dolar akibat hilangnya keanekaragaman hayati, perubahan iklim dan polusi yang mematikan.
ANTARA FOTO/Basri Marzuki
Laporan Program Lingkungan Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNEP) menyebut produksi sampah menyebabkan kerugian ratusan miliar dolar akibat hilangnya keanekaragaman hayati, perubahan iklim dan polusi yang mematikan.
Button AI Summarize

Sampah yang dihasilkan oleh masyarakat akan melonjak pada tahun 2050. Laporan Program Lingkungan Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNEP) menyebut produksi sampah itu menyebabkan kerugian ratusan miliar dolar akibat hilangnya keanekaragaman hayati, perubahan iklim dan polusi yang mematikan.

Laporan tersebut mengatakan bahwa jika tidak ada tindakan segera yang diambil, timbulan sampah global akan melonjak, sebagian besar didorong oleh ekonomi yang tumbuh dengan cepat, termasuk di Asia dan sub-Sahara Afrika. Di kedua wilayah tersebut, banyak negara mulai kesulitan mengelola tingkat produksi sampah saat ini.

UNEP memproyeksikan kerugian ekonomi akibat lonjakan produksi sampah mencapai US$640 miliar atau Rp 9,98 kuadriliun per tahun pada pertengahan abad ini. Angka tersebut mewakili peningkatan lebih dari 75% dibandingkan dengan tahun 2020, ketika dunia menghasilkan sekitar 2,1 miliar ton sampah kota, yang tidak termasuk sampah industri.

Dari total kerugian tersebut, sebesar US$443 miliar atau sekitar Rp 6,9 kuadriliun akan menjadi eksternalitas. Laporan UNEP menunjukkan hal ini mencakup hilangnya keanekaragaman hayati, gas pengubah iklim yang dihasilkan oleh penguraian sampah organik dan polusi yang berkontribusi terhadap 400.000 hingga 1 juta kematian per tahun.

Laporan yang dirilis dalam Sidang Lingkungan Hidup PBB di Kenya minggu ini, memperingatkan bahwa umat manusia telah "bergerak mundur" selama satu dekade terakhir. "Manusia menghasilkan lebih banyak limbah, lebih banyak polusi, dan lebih banyak emisi gas rumah kaca (GRK)," demikian kutipan laporan UNEP seperti dilaporkan oleh Reuters, Kamis (29/2).

Langkah-langkah pencegahan limbah dan pengelolaan limbah yang lebih baik dapat mengurangi biaya tersebut, tetapi ada hambatan yang signifikan untuk berubah, seperti mekanisme penegakan hukum yang lemah. Sebuah perjanjian untuk mengatasi polusi plastik, yang tidak terurai secara alami dan dapat menyebabkan dampak kesehatan yang serius, sedang dinegosiasikan. Putaran keempat pembicaraan ini dijadwalkan berlangsung April mendatang.

Direktur Eksekutif UNEP Inger Andersen mengatakan ia berharap perjanjian tersebut dapat diselesaikan pada akhir tahun ini. Meskipun, ada perbedaan antara para pencinta lingkungan dan produsen bahan bakar fosil mengenai seberapa besar kesepakatan tersebut harus berfokus pada pembatasan produksi plastik dibandingkan dengan mendorong daur ulang dan penggunaan kembali.

"Ada ketertarikan, terutama di antara negara-negara yang memproduksi polimer mentah, tetapi seperti yang terus saya katakan kepada mereka, ini bukanlah perjanjian anti-plastik," kata Andersen kepada Reuters, seraya menambahkan bahwa masih akan ada kebutuhan akan plastik pada kendaraan dan peralatan medis.

"Saya berharap tidak akan ada delegasi yang berkomitmen untuk menghalangi, tetapi kita dapat menemukan jalan ke depan yang benar-benar mempertimbangkan fakta bahwa kita tenggelam dalam plastik."

Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...