Sekjen PBB: Bumi dalam Kondisi Darurat, Emisi hingga Suhu Cetak Rekor
Organisasi Meteorologi Dunia (WMO) mengeluarkan laporan tahunan “Keadaan Iklim Global” yang menunjukkan bahwa tahun 2023 adalah tahun terpanas yang pernah tercatat. Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), Antonio Guterres, mengatakan laporan itu menunjukkan bumi berada di ambang kehancuran
“Ini mengkonfirmasi 2023 sebagai tahun terpanas dalam catatan dan mengatakan periode antara 2014 dan 2023 juga mencerminkan periode 10 tahun terpanas dalam catatan,” kata laporan WMO dikutip CNBC, Rabu (20/3).
Laporan tersebut muncul tak lama setelah Layanan Perubahan Iklim Copernicus Uni Eropa mengatakan dunia melampaui 1,5 derajat Celcius sepanjang tahun untuk pertama kalinya.
"Bumi mengeluarkan panggilan darurat," kata Guterres.
Dalam laporan tersebut, WMO menguraikan bagaimana peristiwa cuaca ekstrem pada 2023 mendatangkan malapetaka bagi jutaan orang di seluruh dunia dan menimbulkan kerugian ekonomi miliaran dolar.
WMO mencatat rekor dipecahkan, dan dalam beberapa kasus, dihancurkan, untuk indikator seperti tingkat gas rumah kaca, panas dan pengasaman laut, kenaikan permukaan laut, tutupan es Laut Antartika, dan mundurnya gletser.
Sekretaris Jenderal WMO, Celeste Saulo, mengatakan suhu rata-rata global pada 2023 mencapai 1,45 derajat Celcius di atas tingkat pra-industri. Ini sedikit di bawah ambang pemanasan utama 1,5 derajat Celcius.
Diketahui, tingkat 1,5 derajat Celcius diakui sebagai indikator kapan dampak iklim menjadi semakin berbahaya bagi manusia dan planet ini, sebagaimana diuraikan dalam Paris Agreement.
Ia mengatakan, cuaca ekstrem didorong oleh krisis iklim. Dimana, pendorong utamanya adalah pembakaran bahan bakar fosil.
"Belum pernah kita begitu dekat - meskipun secara sementara saat ini - dengan batas bawah 1.5°C dari Perjanjian Paris tentang perubahan iklim," kata Saulo.
Saulo mengatakan, komunitas WMO telah membunyikan Peringatan Merah kepada dunia. Ia menekankan bahwa perubahan iklim lebih dari sekadar kenaikan suhu.
“Apa yang kita saksikan pada tahun 2023, terutama dengan pemanasan laut yang belum pernah terjadi sebelumnya, penyusutan gletser, dan hilangnya es laut Antartika, menimbulkan kekhawatiran khusus,” ucapnya.
Meskipun demikian, para ilmuwan telah berulang kali memperkuat kebutuhan mendesak untuk memangkas emisi gas rumah kaca untuk menghindari krisis iklim yang terburuk.
“Laporan Keadaan Iklim Global terbaru menunjukkan sebuah planet di ambang. Polusi bahan bakar fosil mengirim kekacauan iklim dari grafik. Sirene menggelegar di semua indikator utama," ujar Saulo.
Ia mengatakan dunia telah menghangat sekitar 1,1 derajat Celcius setelah lebih dari satu abad membakar bahan bakar fosil, bersama dengan energi dan penggunaan lahan yang tidak setara dan tidak berkelanjutan.