CORE: Pertumbuhan Kebun Sawit RI Lebih Luas Dibandingkan Sawah

Rena Laila Wuri
28 Maret 2024, 20:06
Foto udara pekerja menggunakan alat berat untuk menumbangkan pohon kelapa sawit di Mesuji Raya, Ogan Komering Ilir, Sumatera Selatan, Sabtu (29/4/2023). Data Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS), realisasi program peremajaan sawit rakyat
ANTARA FOTO/Budi Candra Setya/foc.
Foto udara pekerja menggunakan alat berat untuk menumbangkan pohon kelapa sawit di Mesuji Raya, Ogan Komering Ilir, Sumatera Selatan, Sabtu (29/4/2023). Data Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS), realisasi program peremajaan sawit rakyat (PSR) sejak tahun 2016 hingga 30 Juni 2022 baru mencapai 256.744 hektar dari target pemerintah seluas 540.000 hektar hingga tahun 2024.
Button AI SummarizeMembuat ringkasan dengan AI

Center of Reform on Economic (Core) Indonesia menyebut ekspansi lahan sawit di Indonesia melebihi luas lahan sawah. Pada 2022, prosentase lahan pertanian untuk sawah hanya 21 persen, sedangkan untuk sawit 37 persen.

Menurut data yang diolah oleh Map Biomas, luas sawah di Indonesia pada 2000 tercatat 9,2 juta hektare. Luas sawah di Indonesia hanya meningkat sekitar 700.000 hektare menjadi 9,9 juta hektare pada 2022.

Sedangkan, perkebunan sawit mengalami lonjakan yang luas biasa. Pada 2000, luas perkebunan sawit hanya sekitar 7,3 juta hektare.

Pada 2022 atau 22 tahun kemudian, luas perkebunan sawit melonjak menjadi 17,8 juta hektare atau mengalami ekspansi sebesar 243 persen.

Peneliti CORE Indonesia, Eliza Mardian, mengatakan data tersebut menunjukkan perkebunan kelapa sawit tumbuh ekspansif.

“Artinya pemerintah memang sangat ekspansif dalam hal sawit dibandingkan sawah," kata Eliza, saat Diskusi Publik Refleksi Kritis Hasil Pemilu 2024: Bagaimana Arah Transisi Energi Indonesia 5 Tahun Mendatang? Di Jakarta, Rabu (27/3).

Pertumbuhan Lahan Sawit Akan Lebih Ekspansif

Perluasan lahan sawit diprediksi bakan meningkat seiring dengan rencana pemerintah terpilih usai Pemilu 2024 yang ingin menggenjot bioenergi. Ini karena bahan baku bioenergi seperti sawit untuk biodiesel, dan singkong atau tebu untuk bioavtur membutuhkan lahan yang besar.

Apabila kebutuhan bahan baku bioenergi meningkat, maka diperlukan pembukaan lahan yang berpotensi memperluas deforestasi. Di sisi lain, produktivitas kebun sawit Indonesia justru cenderung menurun.

Jika biodiesel digenjot, supply untuk minyak goreng menjadi berkurang. Hal ini akan berdampak kelangkaan minyak goreng seperti 2022 lalu, di mana CPO banyak digunakan untuk biodiesel.

Sementara itu, program peremajaan sawit yang diluncurkan sejak 2016 pada awalnya ditargetkan untuk mengganti sekitar 2,5 juta hektare pohon kelapa sawit yang sudah tua pada 2025.

Namun yang disetujui hingga akhir 2023 hanya 326.308 hektare dan lahan yang sudah ditanami kembali mencapai 205.524 hektare atau 8 persen dari yang ditargetkan.

Juru Kampanye Hutan Greenpeace Indonesia, Iqbal Damanik, mengatakan, perluasan lahan sawit berarti mengancam penambahan deforestasi. Jika biodiesel B50 diimplementasikan, luas kebun sawit untuk memenuhi permintaan minyak sawit mentah dapat mencapai 23 juta hektare pada 2042.

"Sekarang kita punya 16 juta hektare perkebunan sawit. Jadi membutuhkan tambahan lahan sekitar 7 juta hektare pada 2042," kata Iqbal.

Padahal saat ini hanya tersisa 3,4 juta hektar hutan alam tersisa di dalam konsesi sawit. Dimana hutan tersisa berada di Kalimatan dan Papua.

Ambisi untuk terus menaikkan tingkat campuran biodiesel akan meningkatkan kebutuhan ekspansi lahan kebun sawit secara signifikan. Dengan arah pengaturan perlindungan hutan yang ada, hutan alam tersebut mungkin akan lenyap dalam dua dekade mendatang.

Reporter: Rena Laila Wuri

Cek juga data ini

Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...