Krisis Iklim Pangkas Pendapatan Negara di Dunia, Siapa Paling Parah?

Rena Laila Wuri
18 April 2024, 11:00
Aktivis dari komunitas Fossil Free dan Climate Ranger melakukan unjuk rasa di Jakarta, Selasa (5/7/2022). Aksi tersebut sebagai bentuk untuk menyuarakan kepada salah satu perusahaan milik pemerintah untuk menghentikan pendanaan ke batu bara karena krisis
ANTARA FOTO/Aprillio Akbar/foc.
Aktivis dari komunitas Fossil Free dan Climate Ranger melakukan unjuk rasa di Jakarta, Selasa (5/7/2022). Aksi tersebut sebagai bentuk untuk menyuarakan kepada salah satu perusahaan milik pemerintah untuk menghentikan pendanaan ke batu bara karena krisis iklim berdampak multidimensi mulai dari lingkungan, ekonomi, sosial, sampai kesehatan.
Button AI Summarize

Penelitian memprediksi bahwa pendapatan negara di dunia rata-rata akan turun hampir seperlima dalam 26 tahun ke depan sebagai akibat dari krisis iklim. Hal ini didorong oleh biaya kerusakan akibat perubahan iklim yang naik hingga enam kali lipat lebih tinggi dibandingkan dana yang dibutuhkan untuk membatasi pemanasan global.

Menurut penelitian yang diterbitkan dalam jurnal Nature, kenaikan suhu, curah hujan yang lebih berat dan cuaca ekstrem yang lebih sering menyebabkan bencana dan kerusakan infrastruktur yang dapat merugikan ekonomi negara. Negara di dunia rata-rata mengalami kerugian hingga US$ 38 triliun atau setara Rp 614 ribu triliun (Kurs Rp 16.175 ) setiap tahunnya.

Dalam laporan penelitian tersebut mengatakan kerugian pendapatan rata-rata permanen di seluruh dunia akan menjadi 19% pada tahun 2049. Di Amerika Serikat dan Eropa pengurangannya akan menjadi sekitar 11%, sementara di Afrika dan Asia selatan akan menjadi 22%. Sejumlah negara mengalami kekurangan pendapatan jauh lebih tinggi dari ini.

"Ini menghancurkan," kata Leonie Wenz, seorang peneliti di Institut Potsdam untuk Penelitian Dampak Iklim dikutip dari The Guardian, Kamis (18/4).

Pendapatan Qatar Bisa Turun 31%

Studi ini juga melihat paruh kedua abad ini, di mana tindakan manusia masih memperparah perubahan iklim. Para peneliti memproyeksikan kerugian pendapatan rata-rata lebih dari 60% pada tahun 2100. 

Tetapi jika emisi turun ke nol bersih pada pertengahan abad, penurunan pendapatan akan stabil pada pertengahan abad sekitar 20%. Pukulan ekonomi yang diprediksi ini dua kali lebih tinggi dari analisis sebelumnya.

Sebagian besar penelitian sebelumnya hanya mempertimbangkan kerusakan yang terkait dengan kenaikan suhu di tingkat nasional. Sementara penelitian terbaru mempertimbangkan curah hujan dan dampak cuaca ekstrem menggunakan data 40 tahun dari 1.600 wilayah subnasional. 

Faktor ini penting dimasukkan karena cuaca adalah fenomena lokal daripada nasional. Studi ini juga mempertimbangkan bagaimana dampak perubahan iklim cenderung bertahan selama berbulan-bulan dan bertahun-tahun, daripada hanya menjadi pukulan jangka pendek.

Proyeksi sebelumnya optimis bahwa sebagian besar ekonomi belahan bumi utara akan terus tumbuh. Sebaliknya, hasil penelitian baru mengatakan negara-negara seperti Jerman  turun 11% Prancis turun 13%,  AS turun 11% dan Inggris turun 7%.

Halaman:
Reporter: Rena Laila Wuri
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...