KLHK Kebut Rehabilitasi 800 Ribu Hektare Lahan Bekas Tambang

Ringkasan
- Pemerintah, melalui Kementerian ESDM, telah menyelesaikan Revisi Peraturan Pemerintah Kebijakan Energi Nasional (RPP KEN) dan sedang meminta persetujuan DPR untuk pengesahannya, didorong oleh percepatan kemajuan teknologi dan diversifikasi Energi Baru Terbarukan (EBT) yang meningkatkan potensinya dalam bauran energi primer nasional.
- Revisi RPP KEN bertujuan untuk memperkuat kontribusi sektor energi dalam pengurangan emisi gas rumah kaca serta mencapai tujuan net zero emission pada tahun 2060, dengan mengarah pada kebijakan energi yang berkeadilan, berkelanjutan, terpadu, efisien, produktif, dan berwawasan lingkungan.
- Rencana ini mencakup optimasi penggunaan EBT untuk mendukung dekarbonisasi dengan target mencapai 23% EBT dalam bauran energi primer pada 2025, 31% pada 2050, dan 70% sampai 72% pada 2060, sebagai langkah mencapai puncak emisi pada 2035 dan net zero emission pada 2060.

Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) mengupayakan adanya percepatan rehabilitasi area bekas tambang yang ditinggalkan atau tidak dilakukan reklamasi dan pemulihan oleh penambang.
Menteri LHK, Siti Nurbaya Bakar, mengatakan lahan bekas tambang yang akan didorong untuk percepatan rehabilitasi diperkirakan mencapai 800 ribu hektare di seluruh Indonesia.
"Secara keseluruhan di Indonesia ada 800 ribu hektare areal tambang yang harus dipulihkan," ujar Siti dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Komisi IV DPR RI, Rabu (12/6).
Siti mengatakan, dari 800 ribu hektare tersebut, sekitar 300 ribu hektare di antaranya merupakan lahan bekas tambang terlantar. Adapun areal dengan lahan bekas tambang terlantar paling banyak berada di Provinsi Bangka Belitung, Kalimantan Timur, Kalimantan Barat dan Sulawesi Tenggara.
"Terkait hal ini kami sedang mengupayakan, karena ini bekerja bersama-sama Kementerian ESDM juga, maka kami sudah memulai sejak 2017 perintisannya, tetapi diskusinya tidak mudah. Kami sedang meminta lagi kepada Kemenkumham untuk segera dilakukan harmonisasi tentang hal ini," ujarnya.
Lanjutnya, mengenai areal bekas tambang sebetulnya terdapat dana jaminan reklamasi yang harus disediakan pemegang izin usaha pertambangan yang diatur dalam PP Nomor 78 Tahun 2010 tentang Reklamasi dan Pasca Tambang serta Permen ESDM Nomor 18 Tahun 2008 tentang Reklamasi dan Penutupan Tambang.
Sementara itu, permasalahan rehabilitasi daerah aliran sungai (DAS) menjadi tanggung jawab Kementerian LHK.
Bukan hanya itu, ia menyebut bahwa terdapat kesulitan melacak beberapa pemilik tambang yang izinnya dikeluarkan oleh pemerintah daerah, berdasarkan aturan yang berlaku sebelumnya
"Karena pada jaman dulu kan izinnya masih dari Pemda, itu rata-rata sulit dilacak. Tapi kalau yang lewat kontrak karya dan lain-lain di ESDM, itu kelihatannya jamreknya untuk reklamasinya," ucapnya