799 Orang Meninggal Akibat Demam Berdarah yang Dipicu Perubahan Iklim

Tia Dwitiani Komalasari
21 Juni 2024, 09:08
Seorang petugas melakukan pengasapan (fogging) di perumahan Ikip, Duren Sawit, Jakarta Timur, Jumat (3/4/2025). Pengasapan tersebut untuk memberantas nyamuk aedes aegypti dalam upaya mencegah wabah demam berdarah dengue (DBD) di lingkungan tersebut.
ANTARA FOTO/ Fakhri Hermansyah/foc.
Seorang petugas melakukan pengasapan (fogging) di perumahan Ikip, Duren Sawit, Jakarta Timur, Jumat (3/4/2025). Pengasapan tersebut untuk memberantas nyamuk aedes aegypti dalam upaya mencegah wabah demam berdarah dengue (DBD) di lingkungan tersebut.
Button AI Summarize

Kementerian Kesehatan (Kemenkes) mengatakan sebanyak 799 orang meninggal akibat Demam Berdarah Dengue (DBD) sejak awal Januari hingga minggu ke-23 tahun 2024. Sementara total kasus DBD mencapai sekitar 131.501 kasus.

Kepala Biro Komunikasi dan Pelayanan Publik Kemenkes Siti Nadia Tarmizi mengatakan jumlah kasus tersebut disebabkan oleh pola iklim yang tak menentu yaitu curah hujan serta panas yang masih berlangsung.

Nadia menjelaskan 10 tempat dengan kematian akibat DBD terbanyak adalah Kabupaten Bandung (32), Kabupaten Klaten (29), Kabupaten Subang (22), dan Kabupaten Jepara (21). Kemudian Kabupaten Kendal (20), Kota Bekasi (19), Kabupaten Grobogan (18), Kabupaten Bogor (17), Kota Bandung (15), serta Kabupaten Probolinggo (14).

Adapun untuk 10 kabupaten/kota dengan kasus terbanyak yaitu Kota Bandung (4.446), Kabupaten Tangerang (3.105), Kota Depok (2.690), Jakarta Barat (2.536), Jakarta Timur (2.329), dan Kabupaten Malang (2.255).  Kemudian ⁠Kota Bogor (2.254), Kabupaten Bandung Barat (2.229), Kabupaten Banyuwangi (2.196), dan Kabupaten Gianyar (2.004).

Dalam kesempatan itu dia menyebutkan  total kasus DBD di Indonesia selama 2023 adalah 114.720 dengan 894 kematian.
Sebagai upaya menekan angka kasus dan kematian akibat DBD, Nadia mengingatkan publik untuk melakukan Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN).

Jumlah Kasus DBD Global Naik 8 Kali Lipat

Penyakit yang ditularkan oleh nyamuk makin menyebar ke seluruh dunia karena perubahan iklim. Pemanasan global menjadi salah satu faktor yang mendorong peningkatan kasus malaria dan demam berdarah (DBD) selama 80 tahun terakhir.

Menurut laporan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO ) jumlah kasus demam berdarah secara global telah meningkat delapan kali lipat dalam dua dekade terakhir. Pada 2000, kasus demam berdarah mencapai 500.000 kasus, lalu meningkat menjadi lebih dari 5 juta pada 2019.

Ketua Kelompok Ketahanan Kesehatan Global Barcelona Supercomputing Center di Spanyal, Rachel Lowe, mengatakan nyamuk lebih menyukai kondisi yang lebih hangat dan lembab untuk mereka berkembang. Sebelumnya, dia telah memperingatkan bahwa wabah penyakit yang ditularkan oleh nyamuk akan menyebar ke seluruh bagian Eropa utara, Asia, Amerika Utara, Australia dan wilayah lain di dunia dalam beberapa dekade mendatang.

"Pemanasan global karena perubahan iklim membawa nyamuk menyebarkan malaria dan DBD di lebih banyak wilayah. Wabah yang terjadi di daerah di mana orang cenderung naif secara imunologis dan sistem kesehatan, masyarakatnya tidak siap," kata Lowe dikutip Reuters, Jumat (26/4).

Kemarau Memperluas Penyebaran Penyakit Lowe mengatakan, musim panas yang lebih panjang akan memperbesar peluang penyebaran penyakit yang ditularkan oleh nyamuk. Dengan demikian, penularan yang masif akan berpotensi menjadi wabah dan semakin kompleks untuk ditangani.

Sebelum berkembang di Eropa, demam berdarah dulunya lebih banyak ditemukan di daerah tropis dan subtropis. Pasalnya, larva dan telur nyampuk tidak bisa bertahan di suhu dingin. Namun, musim panas yang lebih lama dan salju yang lebih jarang membuat penyakit yang ditularkan oleh nyamuk yang paling cepat menyebar di dunia, terutama di Eropa.

Nyamuk harimau Asia (Aedes albopictus)  pembawa demam berdarah telah menyerang 13 negara di Eropa sejak 2000, Penyakit ini terlihat di Italia, Prancis, Spanyol, Malta, Monako, San Marino, Gibraltar, Liechtenstein, Swiss, Jerman, Austria, Yunani, dan Portugal pada 2023.

Lowe mengatakan perubahan iklim akan meningkatkan penyebaran ini saat kekeringan dan banjir melanda dunia. “Kekeringan dan banjir yang terkait dengan perubahan iklim dapat menyebabkan penularan virus yang lebih besar, dengan air yang disimpan menyediakan tempat berkembang biak nyamuk tambahan,” katanya.

Ia memperkirakan jika emisi karbon dan pertumbuhan populasi terus berlanjut, maka 4,7 miliar orang akan terkena dampak demam berdarah dan malaria pada akhir abad ini.


Cek juga data ini

Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...