Bappenas Sebut Perubahan Iklim Tekan Produktvitas Pangan RI, Beras Sempat Langka

Ringkasan
- Kementerian PPN/Bappenas menyatakan bahwa perubahan iklim berdampak signifikan terhadap ketahanan pangan nasional Indonesia, dengan beberapa sektor pertanian mengalami penurunan produktivitas akibat kondisi ekstrem seperti banjir dan kekeringan, meskipun ada sektor yang menerima dampak positif.
- Perubahan musim tanam akibat perubahan iklim atau cuaca ekstrim menyebabkan kelangkaan dan kenaikan harga bahan pangan, terutama beras, dimana pergeseran musim tanam dari Oktober menjadi Desember menyebabkan panen bergeser ke Maret atau April.
- Pertanian diidentifikasi sebagai sektor yang berkontribusi terhadap emisi gas rumah kaca, yang disebabkan oleh praktik-praktik tidak ramah lingkungan seperti pengelolaan tanah yang buruk dan pembukaan lahan tanpa aturan, serta food loss and waste dari sektor ini menghasilkan dampak negatif signifikan terhadap lingkungan.

Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN/Bappenas) menilai perubahan iklim yang terjadi di Indonesia sangat berdampak terhadap ketahanan pangan nasional. Produktivitas sejumlah tanaman pangan turun.
Koordinator Bidang Pangan Bappenas, Ifan Martino, mengatakan dampak perubahan iklim yang terjadi di dunia dan Indonesia pada sektor ketahanan pangan terbagi menjadi dua sisi yaitu positif dan negatif. Dampak positif perubahan iklim terhadap ketahanan pangan terjadi di beberapa sektor pertanian yang membutuhkan panas atau hujan lebih intens.
"Tapi kebanyakan daerah Indonesia itu mengalami penurunan produktivitas, entah karena banjir yang bisa terjadi, entah karena kekeringan," ujar Ifan dalam Festival Jejak Pangan Lestari, di Jakarta, Jumat (25/10).
Ia mencontohkan dampak perubahan iklim atau cuaca ekstrim terhadap ketahanan pangan di Indonesia terjadi pada awal 2024. Pada saat itu, petani Indonesia mengalami pergeseran musim tanam yang seharusnya terjadi pada Oktober 2023 menjadi Desember.
Akibatnya, pada Januari Indonesia mengalami kelangkaan bahan pangan terutama beras dan membuat harganya melambung tinggi.
"Di tahun kemarin itu semuanya bergeser, harga naik, produksi kita, panen kita nggak ada di sana, panennya bergeser ke lebih ke Maret, April waktu itu. Itu salah satu dampak nyata yang berkenaan tanam," ujarnya.
Pertanian Jadi Penyumbang Emisi
Ifan mengatakan, pertanian menjadi salah satu sektor yang menyumbangkan emisi gas rumah kaca untuk dunia.
Menurutnya, pertanian dapat menjadi penyumbang emisi gas rumah kaca bila dalam praktinya dilaksanakan dengan tidak mempertimbangkan lingkungan, tidak mengelola tanah dengan baik, hingga pembukaan lahan yang tidak mengikuti aturan.
"Itu bisa berdampak juga ke penambahan emisi gas rumah kaca di global," ucapnya.
Selain itu, dari sektor food loss and waste atau makanan yang hilang dan terbuang salah satu penyumbangnya adalah sektor pertanian. Dimana, berdasarkan kajian kajian Bappenas food loss and waste kalau dikonversi ke dampak lingkungan itu sekitar 1.700 metric ton CO2 equivalent terbuang di tempat sampah terakhir.
"Itu tentu makin memperparah emisi gas rumah kaca kita dan itu memperparah perubahan iklim," ujar Ifan.