AS dan Jepang Beri Jaminan, ADB Naikkan Pembiayaan Iklim Rp 11 Triliun

Hari Widowati
11 November 2024, 16:50
ADB, Asian Development Bank
Arief Kamaludin | Katadata
Bank Pembangunan Asia (ADB) akan meningkatkan pinjaman yang terkait dengan iklim sebesar US$7,2 miliar (Rp 11,32 triliun).
Button AI SummarizeBuat ringkasan dengan AI

Bank Pembangunan Asia (ADB) akan meningkatkan pinjaman yang terkait dengan iklim sebesar US$7,2 miliar (Rp 11,32 triliun) setelah Amerika Serikat dan Jepang setuju untuk menanggung risiko beberapa pinjaman yang sudah ada. Pejabat ADB mengatakan penjaminan dari AS dan Jepang ini menandai penjaminan pemerintah yang pertama dalam pendanaan iklim.

Strategi baru ini, yang disampaikan secara eksklusif kepada Reuters, menawarkan contoh potensial bagi bank-bank pembangunan lainnya. Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Iklim Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) COP29 di Baku, Azerbaijan, yang dimulai minggu ini berfokus pada peningkatan jumlah pendanaan yang tersedia bagi negara-negara berkembang.

ADB telah menetapkan target pinjaman pendanaan iklim kumulatif jangka panjang sebesar US$100 miliar (Rp 1.571 triliun) antara tahun 2019 dan 2030. Pada 2023, ADB telah menyalurkan pinjaman iklim US$9,8 miliar (Rp 154,05 triliun).

Kemenangan Donald Trump dalam pemilu AS minggu lalu membayangi perundingan di Baku. Pasalnya, Trump telah bersumpah untuk menarik AS dari Perjanjian Paris mengenai iklim. Hal ini menambah tekanan terhadap Eropa dan Cina untuk membantu mendapatkan hasil yang kuat, demikian ungkap para negosiator minggu lalu.

Berdasarkan rencana ADB, AS akan menjamin hingga US$1 miliar (Rp 15,7 triliun) pinjaman yang sudah ada dari lembaga pembangunan terkemuka di Asia ini. Sementara itu, Jepang akan memberikan jaminan senilai US$600 juta (Rp 9,4 triliun). Dengan jaminan ini, ADB bisa meminjamkan lebih banyak lagi dana untuk proyek-proyek yang berhubungan dengan iklim.

“Struktur ini merupakan cara yang fantastis untuk memperluas kapasitas pinjaman bank pembangunan multilateral (MDB) tanpa harus melalui situasi yang sulit secara politis seperti peningkatan modal secara umum,” ujar Jacob Sorensen, Direktur Dana Mitra di ADB, kepada Reuters, Senin (11/11).

Seorang juru bicara ADB menolak berkomentar mengenai apakah kesepakatan-kesepakatan yang diselesaikan minggu lalu itu akan terpengaruh oleh pemerintahan Trump yang akan datang.

Menurut ADB, ruang pinjaman ekstra yang dihasilkan oleh jaminan ini akan digunakan selama lima tahun ke depan. Adapun jangka waktu penjaminan dari AS dan Jepang adalah 25 tahun.

Proyek Avtur Hijau Pakistan

Sorensen mengatakan salah satu penerima manfaat pertama dari dorongan ADB yang baru ini adalah sebuah proyek di Pakistan untuk menghasilkan bahan bakar penerbangan yang berkelanjutan (SAF) dari minyak goreng. Sekitar 50% dari total investasi sebesar US$90 juta (Rp 1,4 triliun) akan berasal dari skema ADB dengan kesepakatan yang diharapkan akan ditandatangani pada 20 November mendatang.

Selama tiga tahun terakhir, ADB mengembangkan kesepakatan penjaminan dengan sekelompok pemerintah Barat dan berharap negara-negara lain akan segera mengikutinya.

ADB juga telah berbagi pengalamannya dengan Bank Dunia, Bank Pembangunan Inter-Amerika, dan Bank Investasi Eropa sebagai bagian dari upaya kolaboratif yang lebih luas untuk meningkatkan pinjaman terkait iklim.

“Kami telah berkonsultasi secara ekstensif dengan beberapa bank pembangunan multilateral (MDB) lainnya,” kata Sorensen.

Meskipun kesepakatan ini menandai penggunaan pertama dari jaminan pemerintah untuk pendanaan iklim, sebelumnya jaminan ini telah digunakan untuk mendanai bidang-bidang lain seperti pendidikan.

Lembaga-lembaga pemberi pinjaman publik juga telah mulai menjamin investasi pihak ketiga untuk proyek-proyek iklim. Awal tahun ini, Bank Dunia meluncurkan sebuah platform untuk menampung semua jaminan pinjaman dan investasi dari berbagai cabang organisasi tersebut untuk memperluas penggunaannya.

Axel von Trotsenburg, Direktur Pelaksana Senior Bank Dunia, mengatakan program ini berjalan dengan sangat baik setelah menjamin lebih dari US$10 miliar (Rp 157,19 triliun) pada 2023 dengan tujuan untuk menggandakan angka tahunan tersebut pada tahun 2030.

Seiring dengan perubahan iklim yang meningkatkan ancaman cuaca ekstrem dan bencana di seluruh dunia, negara-negara berkembang diperkirakan akan membutuhkan lebih dari US$2 triliun per tahun pada 2030 untuk beralih ke energi bersih. Mereka juga harus mempersiapkan diri menghadapi kondisi planet yang lebih hangat.

Negara-negara kaya berharap kesepakatan pembiayaan di COP29 tidak hanya mengandalkan donasi dari mereka untuk pendanaan iklim. Mereka juga mengupayakan pendanaan dari bank-bank pembangunan dan investor swasta untuk mendapatkan sebagian besar dana iklim dunia.

Liputan khusus COP 29 Azerbaijan ini didukung oleh:

Logo sponsor

Cek juga data ini

Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...