Pertamina NRE Minta Pemerintah Perkuat Regulasi Penangkapan Karbon
PT Pertamina New & Renewable Energy (Pertamina NRE) menilai diperlukan regulasi yang kuat untuk mendorong industri minyak dan gas bumi (migas) mempercepat penerapan teknologi penangkapan karbon atau carbon capture storage dan carbon capture utilization storage (CCS/CCUS) di Indonesia.
Senior Expert Technology & Enginering Pertamina NRE, Bayu Prabowo, mengatakan pemerintah juga perlu memberikan insentif untuk pelaku industri migas yang sudah mulai melaksanakan penerapan teknologi CCS/CCUS.
"Untuk industri di dalam negeri sendiri memang belum ada pressure atau insentif bagi industri di dalam negeri melakukan," ujar Bayu dalam diskusi, di Jakarta, Kamis (28/11).
Menurutnya, hal tersebut diperlukan karena bisnis ini tidak menciptakan produk yang dapat digunakan atau dirasakan secara langsung oleh masyarakat. Dengan begitu, masyarakat harus diberikan pemahaman yang lebih komprehensif dan mendalam agar dapat mengerti kegunaan daripada teknologi CCS/CCUS dalam mencapai net zero emission (NZE).
"Karena kalau tidak ada real insentif ataupun tekanan dari pemerintah maka ini akan sulit digerakkan," ucapnya.
Bayu mengatakan Indonesia memiliki potensi luar biasa untuk menjadi pusat penyimpanan karbon di kawasan Asia. Indonesia memiliki tempat penampungan atau reservoir CO2 yang sangat besar, dengan kapasitas antara 400 hingga 600 gigaton CO2.
Dia mengatakan potensi ini dapat menjadi solusi jangka panjang dalam pengurangan emisi karbon global. Indonesia bisa memanfaatkan kapasitas penyimpanan ini selama ratusan tahun.
"Ini adalah peluang besar untuk industri di sekitar Indonesia untuk memanfaatkan kekayaan reservoir ini dan mengubahnya menjadi bisnis yang menguntungkan bagi penduduk Indonesia," ujar Bayu.
Indonesia perlu melakukan pengembangan pasar karbon untuk memaksimalkan potensi CCS/CCUS. Pasalnya, saat ini masih terbatas di Indonesia. Ia berharap relaksasi pembatasan jual beli kredit karbon akan menjadi kunci bagi pengembangan ekosistem CCS di Indonesia.
Menurut Bayu, Indonesia berpotensi memasuki pasar global dan memperoleh nilai yang lebih tinggi. Apalagi pasar internasional sudah mengapresiasi pengurangan emisi karbon.
"Jika kita bisa membuka pasar internasional dan menjual karbon ke negara-negara yang sudah menghargai pengurangan emisi dengan nilai ekonomi yang baik, ini bisa menjadi langkah awal yang baik untuk ekosistem CCS di Indonesia," katanya.